Begitu dapat kabar Alitt
bakal ngadain talkshow di Padang, saya yang notabene bukan lagi seorang
mahasiswa langsung tanya sana-sini buat mastiin tanggal dan tempat pelaksanaan.
Dan tadaaaa..seneng banget pas dikasih tau kalau masih ada kursi VIP yang tentu
saja akan diberi akses lebih mendekati Alitt. Syup. Saya langsung pesan!
Sabtu 26 Oktober, H-1 dengan
semangat menggebu-gebu saya berangkat dari Kota Solok. 2 jam perjalanan menuju
Padang hanya untuk mengantisipasi agar esok paginya saya tidak terlambat
menghadiri talkshow tersebut. Agak sedih sih karena kamar kos yang saya
tumpangi, malah ditinggalkan pemiliknya. Iya. Indi yang minggu kemaren juga
nggak pulang karena harus “menampung” saya yang ikut seminar #tulisnusantara,
sepertinya ogah kalau minggu ini harus nggak ketemu lagi dengan ipuchannya
(red- ipuchan itu nama kucing di rumah kami). Oke. Kembali ke keyboard. Saya
berangkat ba’da Szuhur dan sampai beberapa menit sebelum jam 4 di kamar kos
Indi. Sendirian. Tanpa bekal makanan. Dan parahnya, Indi juga nggak punya stok
apa-apa. Sebenernya bisa beli makan keluar sih, tapi berhubung saya sering
bego-bego di Padang, saya mengurungkan niat tersebut. Berbekal sebungkus kuaci
dan sebatang coklat, saya cukup yakin bahwasanya esok pagi saya akan tetap hidup.
Mengisi waktu, saya sengaja membawa Inferno-nya Dan Brown yang baru saya sentuh
setengah buku. Sepanjang sore kemudian malam hingga dini hari menjelang, saya
dibawa masuk dalam kisah yang Brown suguhkan. Herannya ketika weker-biru-imut
kepunyaan Indi menunjukkan pukul 3 dini hari, teman-teman kos-nya masih ribut
pake teriak-teriak cam nenek lampir. Saya heran dan penasaran, apa tetangga
sebelah menyebelah nggak ada yang protes ya? Sampai Subuh saya nggak bisa tidur
karena setiap kali hendak meraih mimpi, jedaaarr..seperti ada petir di siang
bolong yang memaksa mata kembali melek melotot dengan hati dongkol setengah
mati. Ini gimana bisa bangun pagi kalau
kondisi mengenaskan seperti ini? saya membatin setiap kali mereka terbahak.
Selesai shalat Subuh, saya
ambil Inferno. Berharap dengan membacanya, saya bisa menghabiskan waktu sebelum
fajar hadir menyingsing hari. Namun taktik saya gagal total karena hanya
setelah beberapa halaman, saya tertidur. Dan bagusnya, saya bangun sekitar jam
7. Saya kucek mata berkali-kali, sekali lagi memandang handphone dan memastikan
bahwa apa yang saya lihat benar. Masih jam 7. Itu berarti saya punya waktu 1
jam untuk mandi, nyuci (indi nggak akan ngasih ampun kalau kos-nya ditumpuki
baju-baju kotor), dandan dan melesat ke Auditorium Fakultas Ekonomi UNP, tempat
talkshow akan dilaksanakan. Kebetulan saya sudah pinjam motornya Indi jadi bisa
ngebut ke kampus kalau waktu pet mepet nantinya. Sembari mendengarkan musik,
saya mulai rutinitas pagi itu dengan hati berbunga-bunga karena sebentar lagi
bisa nengok langsung mukanya si Alitt. Nanananana. Dan waktu juga ikut
berputar. 15 menit sebelum jam 8 saya sudah selesai beberes. Tinggal berangkat
dan duduk manis di kursi VIP. Senyam senyum saya keluar dari kamar kos Indi dan
melangkah cantik ke arah garasi yang anak-anak kos gunakan untuk parkir
motor-motor mereka. Keringat dingin mulai keluar ketika saya menyadari bahwa
garasi tersebut masih ditutup, dikunci, digembok! Saya sendiri nggak tau siapa
yang punya kuasa memegang kunci-kunci tersebut. Biasanya sih yang paling
senior. Tapi siapaaaaaaa..?
Saya melangkah ke kamar
sebelah, ada Amel di sana. Kebetulan malam sebelumnya, Amel mendatangi saya dan
menawarkan bantuan jika ada yang saya perlukan. Saya ketuk pintu kamar Amel.
Agak sungkan karena masih sangat pagi untuk hari Minggu yang pastinya digunakan
sebagai hari bermalas-malasan oleh mahasiswa (nggak cuma mahasiswa mungkin ya).
Satu kali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tak ada respon. Saya baru ingat
kalau mereka mungkin saya baru tidur setelah ajang teriak-teriak, tertawa-tawa,
terbahak-bahak semalam. Lagian saya juga tahu kalau Indi memarkir motornya di
bagian paaaaaaaling depan. Kalaupun berhasil membuka pintu, saya harus
menggeser banyak motor untuk bertemu dan membawa kabur motor Indi.
Yasudahlah..saya pasrah dan berniat nyari ojek. 5 menit sebelum jam 8. Saya
terbiasa on time dan 5 menit saya rasa cukup untuk menjangkau tujuan dengan
tepat waktu. Namun sekali lagi perkiraan saya meleset. Setelah berjalan 5 menit
(dan waktu saya habis), saya nggak nemu satu pun bapak-uda-abang-adek ojek.
Kaki saya lemes. Satu-satunya jalan keluar berarti jalan kaki. Maka saya
bulatkan tekad dan mulai melangkah. Saya jalan cepat, berharap tidak akan
terlalu telat karena 10 menit sudah meninggalkan jam 8 pagi. Saya ingat-ingat
lagi petunjuk yang Indi berikan. Ini dia yang sering membuat saya malas jika
harus menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan di kampus-kampus. Saya pasti
akan lebih sering kesasar. Begitulah kira-kira. Dalam perjalanan, saya hubungi
Indi. “Iyaaaa..” jawab Indi diseberang sana dengan suara imut-lucu-nya yang
baru bangun tidur. “Eh Beb..tau nggak? gue jalan tauk ke kampus. Anak-anak kos
belum ada yang bangun.” serobot saya langsung ngadu. “Kenapa nggak dibangunin
aja?” tanya Indi (masih ogah-ogahan). “Nggak tau juga mau bangunin siapa. Eh,
bangunannya yang pinky-pinky itu kan? Gue udah di depan ni. Terus auditoriumnya
yang mana?” tanya saya lagi. “Masuk aja ke dalam. Nanya aja sama mahasiswa yang
ada di sana.” jawab Indi. “Oke deh sip. Bye.” putus.
Saya bertambah syok pagi itu
karena dihadapkan pada realita baru. Auditoriumnya ada di lantai 4, tanpa lift
dan itu berarti saya akan mendaki sekali lagi demi napas ngos-ngosan dan baju
yang yaaaa mulai dibanjiri keringat. Hiks. Hiks. Namun sambutan adek-adek
panitia membuat hati saya sedikit sumringah. “Bisa lihat tanda pesertanya Kak?”
tanya adek cantik yang duduk di meja registrasi. Saya langsung mengeluarkan
slip transaksi sebuah atm dari bank tercinta, pertanda bahwa saya sudah setor
via bank karena tidak bisa hadir langsung di markas Unit Kegiatan Komunikasi
dan Penyiaran Kampus (UKKPK). Karena saya pesan tiket VIP, saya mendapat
perlakuan sedikit khusus dan itu menyenangkan. Saya diantar ke bagian depan
(dan saya bersyukur sekali karena tidak perlu mencari tempat strategis) dan
jamuan untuk saya langsung diantarkan oleh panitia. Yang lebih penting lagi,
auditorium ini sangat suejuuuuukkk..kalau saja tidak ada penyejuk ruangan, saya
yakin akan keluar dari tempat ini dengan muka kucel cam bebek mau digoreng
(emang bebek mau digoreng itu mukanya kucel gitu? NGGAK TAU!). Begitu pantat
nempel di kursi, saya bisa bernapas lega kembali. Pertama; Saya tidak terlambat
karena acara memang belum dimulai (untung panitia nggak on time). Kedua; Tentu
saja Alitt belum muncul. Ketiga; Saya berada persis di depan kursi yang akan
diduduki Alitt. Oh bahagianyaaaaaa..(seketika pengen joget tapi nggak enak
dengan adek-adek mahasiswa unyu-lucu yang sudah berjubelan di belakang saya).
Sebelum acara dimulai, ada
penampilan dari band kampus yang saya nilai cukup baik dan menyuguhkan sesuatu
yang sedikit banyak membuat saya terlena (atau ngantuk?). Suara terompetnya itu
lo..keren deh. Saya nggak tau ini saxophone atau alto. Hehe. Tapi padanan musik
yang mereka hasilkan, gitar-terompet-gendang ditambah suara vokalistnya yang
cakep (suaranya ya) itu, memang patut diancungi jempol. Jam 09.05 host talkshow
hari itu memasuki ruangan dari arah belakang dan langsung disambut tepuk tangan
meriah oleh peserta. Namanya Boy. Penulis buku Origami Hati. Dan saya kecewa
karena minggu lalu udah niatan banget nyari buku itu di Gramedia. Sayang, saya
gagal. Padahal ada dua kesempatan bertemu penulis muda nan hebat, foto bareng
mereka dan minta tanda tangan. Kan nggak asik juga kalau si Boy malah ngasih
tanda tangan di baju gitu. Namun mengingat Boy akan sering sekali berada di
Padang, saya berpikir masih ada kali yang lain untuk bertemu dan
memborbardirnya dengan hal-hal tersebut. Boy anak yang luwes, pinter ngomong
dan mencairkan suasana. Tampilan sederhananya cukup mengesankan pada pandangan
pertama. Walau badannya kecil, keahliannya dalam menulis jangan dipertanyakan.
Buktinya dalam usia muda, Boy sudah berhasil menyabet titel Penulis. Sebuah
titel yang menjadi mimpi besar saya yang usianya sudah dalam detik-detik
meninggalkan seperempat abad ini. Hiks.
ini dia yang punya musik keren dan suara kece |
Boy in action. Penulis Origami Hati. Muda dan berbakat. |
Beberapa menit setelah
kedatangan Boy, muncul juga lelaki yang saya tunggu-tunggu. Jreng jreng jreng.
Alitt juga muncul dari pintu masuk (dari belakang dan sudah saya prediksi) dengan
jaket hitam dan topi merah andalannya. Alitt langsung gaya-gayaan seperti seleb
yang lagi jalan di red carpet kemudian sembari berlari mulai menyalami satu
persatu peserta. Suasana langsung riuh. Wah..acaranya
bakalan seru ni. Ucap saya membatin. Tak sengaja saya melihat aksi adek
cewek yang duduk di seberang barisan kursi saya. Dia terlihat senang sekali
karena sukses menyalami Alitt dan segera “membagikan” cap tangan Alitt tersebut
ke teman-temannya yang lain. Buahahahaha. Saya sendiri sih kalem aja lah ya.
Karena sesuai janji panitia, saya akan dapat akses pribadi untuk “mendekati”
Alitt dan saya senaaaaaanng. Oya, di sebelah saya ada adek yang juga datang
jauh-jauh dari Kota Payakumbuh. Sama seperti saya, dia juga sendiri. Kalau saya
merasa risih dengan usia “tua” dibandingkan mereka-mereka yang hadir hari itu,
si adek (map saya lupa namanya) malah merasa nggak enakan terus karena menjadi
yang paling muda di sana. Iya. Dia baru lulus SMA dan sepertinya belum
memutuskan untuk kuliah. Alhasil dia kayak yang bingung-bingung gitu kemaren.
Kasiaaan. Makanya setiap ada kesempatan ngobrol atau apa, saya selalu ngajakin
dia (sekalian nyari temen senasib seperjuangan).
Alitt naik ke panggung dan
memulai atraksinya yang bikin peserta nggak berhenti ngakak. Saya sendiri
diantara tawa yang seakan tak akan berhenti, mulai berpikir, ini mau talkshow
nulis atau nonton Alitt yang tetiba jadi komedian gini ya? Apalagi pas Alitt
dance ala JKT 48 gitu. Katanya sih “preman syariah” ini juga mau bikin band
bertajuk MTQ 48. Buahaha. Gayamu Litt. Kayaknya kalau ada film komedi, Alitt
bisa tu dijadikan pemeran utama. Alitt juga merangkul peserta dengan
menyinggung masalah nasi padang sebagai hal terfavorit yang ia cari di kota ini
sampai “tenda ceper”. Untuk yang satu ini, saya sedikit kurang suka. Sedih kan
kalau orang lain ikut-ikutan tahu dengan sesuatu hal yang seharusnya sudah kita
basmi sedari dulu. Bahan lucuan yang satu ini malah menusuk buat saya.
Seharusnya juga begitu dengan yang lain. Sedikit tentang tenda ceper. Aktivitas
busuk seperti ini akan bisa dihentikan jika kawula muda bertindak tegas,
setidaknya pada diri sendiri. Bisa dibayangkan jika fasilitas tersebut tidak
ada lagi yang melirik, jika tidak ada anak-anak muda di Padang yang mau lagi
mendatanginya, maka dalam hitungan bulan, pengusaha-pengusaha tenda ceper akan
segera gulung tikar dan angkat kaki. Sederhana teorinya, namun tampak sangat
sulit untuk direalisasikan.
Oke. Kembali ke keyboard. Dari
pertama yang saya lihat, Alitt juga paham sekali memaksimalkan penggunaan
panggung. Jadi seluruh peserta merasa diperlakukan secara adil. Karena ada kan
beberapa pengisi talkshow atau seminar yang hanya duduk mingkem di kursi yang
disediakan. Dan itu berarti hanya peserta yang duduk didepannya saja yang bisa
menikmati “aura” si pengisi acara. Bagaimana dengan peserta di sisi yang lain?
Bagaimana lagi dengan yang ada di belakang? Mereka pasti akan merasa
disisihkan, kecewa dan bisa saja pulang sebelum acara usai. Iya kan? Bisa
jadi..bisa jadi.. Makasi banyak juga buat panitia yang udah ngasih pengumuman
berharga sebelum Alitt muncul. Apa itu? Umur Alitt! Iya. Selama ini saya
sungguh penasaran dengan umurnya dia. Mulai dari pengakuannya yang mulai ospek
pas demo-demo lagi gencarnya (ini sekitaran 1998) atau pas dia bilang harga
bensin masih Rp 2.000,- (ini mungkin sekitaran tahun 2004 an) atau pas skripsi
masih ditulis pake prasasti (ini agak bingung saya). Makanya pas panitia
ngomongin itu, saya langsung tersenyum sumringah. Akhirnya. Ketauan lu Litt.
Dan saya sengaja akan sebarkan di laman ini. Karena si Alitt ternyata kelahiran
1987 dan sekarang pastinya berumur 26 tahun. Horeeeeeee. Akhirnya ada yang
lebih tua dari saya dalam talkshow ini (pengecualian untuk Bapak dosen yaaaa).
Setelah asik-asikan ketawa
ketiwi ngomong ngolor ngidul kesana kemari, Alitt memulai bagian penting dan
serius seputar dunia penulisan. Dari penjelasan panjang Alitt ada beberapa
pesan yang saya rangkum (dan selalu saya lakukan di setiap event untuk saya
bagikan pada teman-teman yang belum berkesempatan untuk datang). Ini dia:
1. Menulis merupakan
pengembangan ide yang ada di dalam kepala kita untuk dipindahkan ke media baru.
2. Menulis akan membuat kita
dikenang sepanjang masa. Ingat kan apa yang Pramoedya Ananta Toer bilang?
Kurang lebih beliau berkata seperti ini, “Jika suatu hari nanti kita meninggal
dunia, kita akan segera dilupakan. Namun jika kita menulis, tulisan-tulisan itu
akan berbicara dan kita akan hidup selamanya.” Orang yang sejarahnya akan abadi
adalah orang yang mau menulis. Contohnya Ibu Kartini dan Bapak Jendral
Soedirman. Maka sebelum ide-ode brilian dari otak kita berlalu pergi, tuliskan
secepatnya! Menulis itu laksana merangkai mesin waktu. Saat ini kita bisa saja
merangkai kata tentang masa lalu dan membacanya kembali di masa yang akan
datang.
3. Bagaimana caranya menulis?
Alitt bilang, “Jika kita sudah mengenal A sampai Z, maka kita akan bisa
menulis.” Intinya disini adalah niat dan kemauan untuk memulai. Setelah ada
niat, segera laksanakan.
4. Jika sudah punya tulisan
yang bagus, tulisan-tulisan tersebut akan bisa kita jual dengan cara bikin
buku, ngeblog, menulis naskah sinetron atau sebagai ghost writer (penulis yang
menulis untuk orang lain). Dan pada bagian ini saya tercengang ketika
mengetahui income Alitt per bulannya. Untuk satu banner iklan di blog-nya,
Alitt dihargai sebanyak 2,5 juta dan pada bulan terakhir ini, Alitt berhasil
mendapatkan 6 iklan sekaligus. Itu baru dari blog. Alitt benar-benar
mendapatkan banyak keuntungan dari hobi menulisnya. Maka dari itu Alitt bilang
seharusnya kegiatan ini dinamakan “writerpreneurship”. Saya setuju! Terkait hal
ini teman-teman bisa langsung mengunjungi laman Alitt disini.
5. Untuk mengasah kemampuan
menulis, kita bisa mengikuti berbagai kompetisi nulis. Kalau bagian ini sudah
sangat sering saya lakukan. Selain mengharapkan hadiah-hadiahnya (seringkali
paket buku tertentu), saya juga bisa menilai sendiri sejauh mana perkembangan
tulisan saya dari hari ke hari. Eh eh. Kok malah curhat. Kembali ke keyboard.
6. Jadi penulis itu, pertama;
harus PeDe. Percaya dengan kemampuan kita dan hasil yang akan kita terima.
Percaya diri tidak berarti sombong tentunya. Alitt juga mengajarkan -ganti-
mengajak teman-teman untuk membuat dream note, catatan impian. Catatan inilah
yang nantinya akan memapah langkah kita untuk merengkuh impian-impian yang kita
punya. Dan terharu sekali ketika Alitt mengeluarkan dream note yang ia tulis
sekitar tahun 2006. Dahsyatnya, poin-poin yang ia tuangkan disana sudah
berhasil ia capai. Congrats Litt. Kedua; Mulailah menulis. Bisa dari blog, note
di facebook, diary, apa saja. Ketiga; Tambahin jam terbang. Untuk yang satu ini
hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu, iya kan? Keempat; Sebarkan. Ketika
kita mulai menyebarkan tulisan-tulisan kita ke publik, akan muncul berbagai respon.
Bahkan tidak sedikit haters pada akhirnya. Namun percayalah, haters itu
sesungguhnya adalah fans fanatik kita karena dengan sukarela akan mencari
kesalahan-kesalahan kita sedetail mungkin melebihi fans kita sendiri. Tul?
Betuuuuullll. Kelima; Jual. Menjual disini dengan masukin ke penerbit, masukin
ke majalah, ikutan lomba dan dapetin iklan seperti yang sudah Alitt lakukan.
Apapun itu, ada sebuah
nasehat yang Alitt jadikan pedoman hidup sampai saat ini. “APAPUN YANG KITA
LAKUKAN, YANG KITA TEKUNI, PASTI AKAN ADA HASILNYA.” Ketika Alitt mengucapkan
hal ini, saya mengaminkan di dalam hati dan berharap dream note saya akan mulai
bekerja, membawa saya pada mimpi besar di ujung sana. Alitt bilang setidaknya
sediakan waktu minimal 45 menit untuk menulis. Menulis apa saja.
Akhirnya saya ngucapin
makasi banyak buat panitia Talkshow Nasional Creative Writing “Yang Muda Punya
Mimpi” yang sudah berikan saya dan teman-teman yang lain (peserta hari itu
berjumlah 516 orang) kesempatan untuk meramu trik dan tips jitu dari seorang
penulis hebat seperti Alitt. Alitt yang dengan kekurangan dalam segala hal,
ketidakmungkinan yang diprediksikan orang-orang dan kekelaman hidup di masa
lalu, mampu menjadi orang besar dan hebat, setidaknya di depan kita semua yang
hadir pada hari itu. Jika Alitt mampu, kita juga harus mampu. Begitu rumusnya.
Di kesempatan itu, saya juga bahagia sekali akhirnya bisa bertanya langsung
pada Alitt tentang kesulitan yang saya hadapi ketika menulis sekaligus
menyampaikan keinginan saya sedari dulu, “menyampaikan salam hormat untuk Mama
Atun”. Iya. Dari pertama membaca postingannya tentang mama, membaca narasinya
tentang Mama Atun di buku Skripshit, saya ingin sekali menyampaikan pesan itu
langsung kepada Alitt dan semuanya terwujud kemaren.
Saya juga kaget sekali
ketika dengan baik hatinya, Boy mau membaca naskah saya yang sudah berkali-kali
ditolak oleh penerbit. Secepatnya akan saya kirimkan Boy!
Walaupun penuh kesulitan
diawalnya, hari itu saya tutup dengan riang gembira. Semoga kelak saya akan
dipertemukan dengan penulis-penulis hebat yang lain, seperti Alitt dan Boy.
Salam.
Dan ini dia bonus
kebahagiaan yang saya peroleh:
ini ni yang bikin ngiri para peserta :) |
adek-adek yang kecipratan hadiah buku Skripshit dari panitia |
Alitt Susanto. Salah seorang penulis favorit saya yang ternyata ganteng lo aslinya. Buahaha. |
Pesertanya antusias banget. Rame. Kocak. Khas anak muda. |
Boy. Penulis yang baik hati dan tidak sombong bagikan ilmu. |
His message. So sweet. Thanks Litt :) |
2 komentar:
nice blog :D
Andi: Terimakasih sudah berkunjung dan membaca :)
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)