Tampilkan postingan dengan label BigFamFullLove. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BigFamFullLove. Tampilkan semua postingan

Selasa, November 3

ABQARI BAGASKORO HAZANI

Diposting oleh Orestilla di 10.44.00 0 komentar
Setahun sudah rasaku tak menyentuh laman ini. Ada banyak bahagia yang ingin kubagi pada kalian, siapa saja yang dengan senang hati berkunjung.
Tepat satu tahun setelah menikah dengan seorang lelaki, sahabat sejatiku hingga mati nanti (inshaAllah), Allah mempercayakan seorang lelaki kecil padaku. Lelaki kecil yang kami beri nama Abqari Bagaskoro Hazani. Bayi kecil yang kuharapkan bisa menjadi lelaki yang pintar dan kuat dalam menjalani kehidupannya nanti. Karena dunia ini keras. Karena dunia ini tak selalu berjalan seperti apa yang ia inginkan.
Padanya selalu kutitipkan pesan agar kelak ia bisa mengantarkanku menuju sorgaNya. Saat mata kami saling menatap, kusampaikan bahwa aku bersyukur memilikinya, bahwa sampai mati aku akan mencintainya, bahwa ia membuat hidupku memiliki tujuan yang lebih jelas, bahwa tanpanya aku bukan siapa-siapa. Setiap tetes air susu yang mengalir dari tubuhku ke dalam aliran darahnya berisi doa yang tak akan pernah putus. Doa yang kulantunkan di sepertiga malam, di teriknya siang, di dalam dinginnya kelam.
Setiap kali ia menangis, airmata ku pun jatuh tanpa bisa kutahan. Setiap tawa mampir di bibir mungilnya, bahagiaku pun ikut membuncah. Melihatnya lelap dalam tidur yang damai, sekali lagi kuucapkan syukur pada Sang Khalik karena telah menghadirkannya di kehidupanku yang tak sempurna. Ia menyempurnakan segalanya.
Bagas, jadilah lelaki sholeh kebanggaan ibuk. Saat menua, ibuk berharap tangan kokoh Bagaslah yang akan menggandeng tangan ringkih yang ibuk punya.

Sehat selalu ya nak. Ibuk sayang Mas Bagas :*









Selasa, Mei 7

MY BIG BOSS *kisskiss*

Diposting oleh Orestilla di 10.24.00 0 komentar

Seringkali kita lupa pada lelaki tangguh ini. Seringkali yang pertama kali kita peluk saat menangis adalah mama, lupa bahwa papa juga menantikan kedatangan kita dengan ribuan keluh kesah yang ingin diredamnya juga, sama seperti yang dilakukan mama untuk kita. Seringkali yang kita temui saat tawa bahagia membuncah adalah mama, sekali lagi lupa bahwa papa juga tengah merentangkan kedua lengannya untuk mendapat pelukan yang sama, sama seperti yang kita berikan pada mama.

Namun jauh dari itu semua, yakinlah Pa. Sayang padamu tak mampu menandingi apapun di dunia ini.

Bicara papa, bicara tentang lelaki besar (alias gendut) yang ada dirumah. Wajah tambunnya membuat papa terlihat sangat lucu. Begitulah dimataku. Dan aku yakin juga dimata mereka, adik-adikku tercinta. Bagi kami, papa adalah sosok tegar dan kuat yang selalu menjadi penopang. Bersama mama, papa mengajarkan kami untuk bertahan dan berjuang menggapai mimpi, sesulit apapun rintang yang menghadang. Di rumah, papa tak pernah ditakuti, tapi disegani dan dihormati. Tak ada yang berani bilang “iya” kalau papa sudah memutuskan untuk berkata “tidak”. Namun adakalanya papa memberikan dispensasi khusus pada keputusannya dengan mempertimbangkan alasan yang diajukan tentunya, alasan yang bisa diterima dengan akal sehat, akal sehat papa. 

Dulu, saat meragukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan, aku pernah berkata pada papa bahwa ketakutan mulai datang karena kami (yang notabene adalah orang biasa-biasa saja) tak memiliki “orang atas” yang bisa diberdayagunakan untuk “meluluskan”ku dari seluruh ujian masuk yang diselenggarakan oleh salah satu perguruan tinggi kedinasan yang kuikuti kala itu. Jawaban papa sederhana, sebuah jawaban yang masih terngiang hingga detik ini.

“Kita punya Allah. Dan kekuatan “orang atas” yang mereka miliki, tak akan mampu menandingi kekuatan-Nya”

Semangatku kembali menggebu karena dukungan papa. Tak hanya nasehat kala itu yang beliau dongengkan setiap hari ditelingaku, namun juga tindakan nyata. Kala itu papa masih belum divonis menderita kelainan jantung. Setiap hari, papa dengan senang hati akan menemaniku lari pagi. Tak jarang, aku lah yang selalu menyerah kalah. Namun dengan semangatnya yang selalu hidup, papa menghidupkan semangatku, menghidupkan mimpiku untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik. Dan pada akhirnya semua yang papa lakukan tak pernah sia-sia. Aku lulus. Aku berkesempatan untuk mengecap pendidikan di sana.

Terimakasih Pa.

Papa juga selalu berpesan agar aku berbaik-baik dengan hidup, berbaik-baik dengan kehidupan. Sebagai anak sulung papa, aku diberi tanggung jawab besar untuk memberikan teladan bagi ketiga adikku, memberikan mereka dorongan untuk bergerak maju, dorongan yang dulu selalu diberikan papa padaku. Papa bilang. orang kecil tak berpendidikan tinggi seperti papa juga punya cita-cita berharga, melihat kami sukses di masa depan. Dan demi mencapai itu semua, aku akan berusaha sekuat yang ku bisa. Dengan perjuangan yang lebih banyak, dengan usaha yang lebih gigih, dengan mimpi yang lebih tinggi. Aku ingin kelak papa bisa tersenyum bangga.

Agustus tahun ini papa genap berumur 52 tahun. Papa mulai menua dalam angka. Namun tak demikian jiwanya. Papa masih seperti dulu. Masih selalu menguatkan, selalu menyemangati, selalu mendorong, selalu memberi sanksi, selalu penuh cinta dan selalu ada untuk kami.
We love you Pa. Selamanya.







Catatan: Papa itu punya putra bungsu kesayangan yang selalu dijagoin dalam segala hal. Namun sayang, jagoan papa nggak pernah mau nongol didepan kamera. Hasilnya, selalu banyak yang nanya berapa jumlah kami bersaudara. Haha. Namanya Bang Aris. Nanti akan ada halaman khusus untuk si bungsu. Bye :) 
 


Senin, April 22

Mama, guru terbaik yang kumiliki

Diposting oleh Orestilla di 14.04.00 0 komentar



Tulisan ini kupersembahkan khusus untuk mama. Untuk seorang perempuan yang telah menjadi guru terbaik bagiku, yang mengajarkan begitu banyak hal, perempuan yang menjelma menjadi penopang ketika aku berada dalam kerapuhan, perempuan yang rela mengorbankan kesenangan-kesenangan dalam hidupnya demi menemani dan memapahku menuju kebaikan dan perempuan yang kujadikan tempat bersandar dalam ribuan hari yang telah kulalui. Untuknya, tak akan pernah habis rasa terimakasihku. Seandainya aku bisa, ingin sekali berteriak pada dunia bahwa aku bersyukur dilahirkan dari rahimnya. Kalau ada yang bertanya, siapa orang yang paling berjasa untukku dalam 24 tahun terakhir ini, siapa motivatorku untuk selalu kuat dalam menapak liku hidup, dan siapa yang akan selalu menjadi guru terbaik dan kebanggaan bagiku, jawabanku hanya satu, MAMA. Mamaku hanya seorang perempuan biasa yang menghabiskan hari-harinya dalam kesederhanaan. Kecil dalam hidupnya tapi sungguh besar artinya dalam hidupku. Dimataku, mama adalah sosok yang sangat luar biasa dan darinyalah aku belajar banyak hal. Belajar menjadi manusia yang baik, tidak hanya dihadapan Sang Pencipta, tetapi juga bagi orang-orang yang ada disekelilingku. Dari mama pulalah aku belajar agar bisa menjadi perempuan yang tangguh, berkarakter kuat dan selalu menjaga martabatku dalam menjalani hidup. 

Pengajaran hidup dari mama telah kudapatkan jauh sebelum aku beranjak dewasa dan mengerti akan hakikat hidup yang sebenarnya. Teringat tahun-tahun pertama sekolahku. Terdaftar sebagai salah satu siswa sekolah dasar, sekitar 18 tahun yang lalu. Aku yang lebih suka bergaul dengan teman-teman lelaki bersikap sama seperti mereka, lebih memilih menghabiskan waktuku bermain seharian dibandingkan berdiam diri dirumah, belajar segala hal yang seharusnya dilakukan seorang siswa sekolah dasar yang baik. Betapa malasnya aku mempelajari deretan angka dan huruf yang saat itu benar-benar membuatku bosan. Betapa nakalnya aku ketika acapkali mengumbar ratusan alasan hanya agar tak berhadapan dengan yang namanya buku pelajaran. Mungkin guru-guru di sekolah pun sudah angkat tangan dan tak sanggup lagi menghadapi kelakukan burukku. Aku teramat memuakkan bagi mereka. Namun ada satu malaikat berhati mulia yang belum menyerah akan kelakuanku, dialah mama. Dengan banyak kesabaran dan ketelatenan, mama mulai mengajariku, membaca dan berhitung. Mama menggunakan cara dan taktiknya sendiri untuk menjinakkan kenakalanku. Mama melakukannya dengan sangat baik walaupun dia bukanlah seorang guru disekolahan manapun. Walaupun pada awalnya sangat menyiksa karena mama tak hanya mencoba berbaik-baik denganku. Menghadapi gadis rewel dan nakal sepertiku, mama harus menggunakan banyak strategi agar aku tertarik untuk belajar dan mulai mengikuti arahannya. Terkadang mengenang hal-hal sepele seperti itu saja aku akan membuatku tertawa terbahak-bahak. Membayangkan diriku dengan mata melotot karena mencoba menahan kantuk, duduk berhadapan dengan mama yang siap sedia dengan cubitannya ketika melihatku kembali berkelit untuk menghindar dari pelajaran-pelajaran itu. Membayangkan rengekan dan tangisanku saat memelas pada mama agar menghentikan segala bentuk aksi belajar-mengajar itu. Membayangkan bagaimana mama dengan sabarnya meladeni teriakan-teriakanku dengan tidak membalas itu semua dengan kemarahan tetapi dengan kelembutan yang tak akan pernah dilakukan orang lain untukku, ketulusan yang selalu diberikannya dengan penuh kesungguhan. Seringkali diakhir pergolakan itu aku akan tertidur dalam pangkuannya, dengan masih memegang pensil dan buku ditanganku. Betapa aku merindukan masa-masa penuh cerita dan perjuangan itu.

Mama berhasil mengubahku dan membuatku sedikit demi sedikit mulai mencintai setiap pelajaran yang kuterima di sekolah. Sekembalinya dari sekolah, aku akan segera menemui guru terbaikku, menceritakan segala hal yang kulalui seharian tanpanya didekatku, mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang telah kuperoleh dibangku sekolah, membahas banyak hal, mendengar nasehat dan kritikannya tentang perkembangan pendidikanku. Mama melakukannya dengan sangat sempurna. Pada akhirnya, semua yang mama lakukan untuk membuatku menjadi lebih baik dalam belajar tak pernah sia-sia. Usaha keras mama pada anak kecil yang keras kepala dan nakal sepertiku saat itu, melahirkan hasil yang patut diancungi jempol. Bagaimana tidak, selama 6 tahun yang kulalui di Sekolah Dasar, aku selalu menduduki peringkat tiga teratas di kelas. Dan itu semua kuraih karena aku mempunyai guru terbaik, mama.

Waktu berganti, meninggalkan masa kanak-kanakku jauh dibelakang sana dan mengantarkan langkahku menapaki masa remaja, masa pencarian jati diri. Masa ketika aku menemukan begitu banyak perubahan dalam kehidupanku. Tak hanya perubahan fisik, tetapi juga perubahan sifat, pola pikir dan perasaan yang seringkali ikut mengobrak-abrik hari-hariku saat itu. Masa ketika aku mendapati diriku sendiri akan tersenyum sendiri, melamunkan seorang teman lelaki yang menarik perhatianku di sekolah. Masa ketika beberapa waktu kemudian aku justru menangis semalaman dan keesokan harinya berangkat ke sekolah dengan mata membengkak hanya karena pada akhirnya aku mengetahui bahwasanya teman lelakiku itu telah memiliki seorang kekasih. Masa ketika aku mulai terikat persahabatan dengan gadis-gadis sebayaku. Persahabatan yang tak hanya diisi dengan gelak tawa tetapi juga dengan banyak kesalahpahaman, pertengkaran dan tangisan. Masa dimana aku benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa mengerti bagaimana diriku, bagaimana mengendalikan ego remajaku, bagaimana menundukkan diriku tanpa menomorsatukan keegoisan. Masa-masa yang tak akan berjalan sempurna tanpa ada mama disampingku. Mamalah yang saat itu selalu hadir menemaniku, hadir sebagai guru terbaik. Guru yang memberi banyak petunjuk agar aku tak tersesat dalam sikap yang buruk, mengarahkan perilakuku ke arah yang lebih baik lagi. 

Masa remaja yang tak hanya dikenal dengan masa pencarian jati diri tetapi juga menjadi masa yang meninggalkan begitu banyak kenangan dalam hidup, menjadi masa yang benar-benar berharga untukku. Bagaimana tidak..?? Dimasa penting seperti ini, aku memiliki mama yang selalu siap menorehkan pelajaran-pelajaran hidup yang tak semuanya dapat kutemukan di bangku sekolahan. Mama berusaha membentukku menjadi seorang perempuan berkepribadian baik yang selalu berjalan di koridor aturan yang telah ditetapkannya. Merasa terkekangkah aku waktu itu? Merasa kehilangan masa remajakah aku hanya karena aku harus selalu bersedia mematuhi aturan-aturan yang mama berikan? Bencikah aku pada mama karena sikapnya yang terkadang berubah menjadi seperti seorang diktator atau mungkin otoriter? Tidak. Tidak sama sekali. Bagaimanapun orang lain memandang dan menilainya, aku tetap melangkah ke depan mencapai asa dan mimpi-mimpiku, berbaur dengan banyak teman tanpa mempersoalkan perbedaan apapun, menikmati hari-hariku dengan penuh sukacita dan segalanya kulakukan dalam wilayah teraman, wilayah yang telah diamankan oleh segala aturan yang diberlakukan mama untukku. Memang sangat sulit pada awalnya tapi ketika kuyakinkan hati bahwa mama sedang mencoba melakukan yang terbaik untukku, aku pun tak merasakannya sebagai beban yang harus kukeluhkan.

Satu masa terlewati dan aku kembali harus melangkah keduniaku yang baru.  Begitu lulus dari sekolah menengah atas, aku melanjutkan pendidikanku di bangku perguruan tinggi. Ada kebahagiaan ketika berhasil meraih nilai yang tinggi dalam ujian kelulusanku saat itu. Tapi satu hal terlupakan olehku, masa-masa kuliah ini akan kuhabiskan jauh dari mama. Padahal aku sangat berharap waktu-waktu berikutnya akan tetap kulewati dengan mama disampingku karena aku sendiri berpikir bahwa masa transisi menuju kedewasaan seperti ini akan sangat membutuhkan seorang mentor andalan seperti mama. Namun faktanya, aku harus berpisah jauh dari mama. Kami harus berada di dua pulau berlainan dan itu berarti akan menjadi waktu-waktu yang sangat berat untukku. Jauh darinya terasa amat berat. Merindukan mama dalam tangisan menjadi agenda harian baru bagiku, setiap malam, sebelum aku terlelap dan bermain dalam mimpi, mimpi berada dalam hangatnya pelukan mama. 

Namun aku harus tetap bertahan dan berjuang semampuku. Yang ada dipikiranku saat itu hanya bagaimana berusaha kuat melewati itu semua agar mama bangga memiliki putri sepertiku. Tanpa dibekali alat komunikasi seperti saat ini, aku harus bersabar mengantri di Warung Telekomunikasi setiap hari sepanjang waktu istirahatku untuk sekedar mendengar suara mama, mereguk tetes demi tetes kekuatan yang terlontar dari kata-katanya. Ada waktunya aku ingin menyerah, pulang dan kembali kepelukannya. Tapi aku sadar, hal bodoh seperti itu hanya akan menghadiahkan kesedihan untuk mama, membuatnya terluka karena tak mampu mengantarkanku mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam hidupku. Aku tak boleh membuatnya bersedih hanya karena mendahulukan keinginanku dan satu-satunya jalan bagiku saat itu hanya bertahan. Bertahan dan terus berjuang, mengumpulkan bongkahan-bongkahan semangat untuk terus maju menapak masa depan yang lebih baik. Masa depan gemilang yang nantinya akan kupersembahkan untuk mama.

Dalam situasi dan kondisi sulit ditambah dengan suasana hati yang sering tak menentu seperti saat itu, mama mulai mengajariku arti sebuah kesabaran, arti sebuah pengorbanan dan hikmah dibalik sebuah perjuangan. Mama mengajarkan itu semua agar aku selalu bahagia dan bersemangat menghabiskan hari-hariku dalam merajut mimpi, mimpi yang kurajut jauh darinya. Pelajaran penting yang kuperoleh dari jarak ratusan kilometer hanya melalui sambungan telepon. Pelajaran yang kudengar dengan telinga, kuyakinkan dengan hati dan kusemat kuat dalam pikiran dan tekadku. Pelajaran berharga yang hanya disampaikan oleh mama. Teringat ketika suatu hari aku jatuh sakit selama beberapa bulan. Waktu berjalan begitu lambat karena aku tak bisa mendekap obat mujarabku, mama. Aku merasa begitu lelah dan ingin menyerah saja dengan keadaan. Namun sekali lagi mama hadir dengan kekuatan dan kasih sayangnya yang tulus. Mama kembali mengajarkanku untuk tegar dan tidak mudah menyerah dengan kesusahan yang sedang kuhadapi. Mama berkata bahwa kesembuhan akan datang bila aku berniat dengan sungguh-sungguh untuk terlepas dari rasa sakitku. Setiap hari mama menyemangatiku, mengirimkan kalimat-kalimat penyembuh kelelahanku, menguatkan dan membuatku lebih tegar lagi. Ajaibnya, aku benar-benar sembuh. Bahkan tanpa harus menjalani opname. Kesembuhan yang luar biasa untukku. Ketulusan mama terbukti menjadi obat paling handal. Semakin kusadari bahwa tanpa dorongan darinya aku tak akan mampu bertahan dalam setiap beban dan cobaan yang mendatangiku. Masa sulitku saat itu menjadi indah bila kukenang pada saat ini. Aku bangga memilikinya, memiliki penyemangat yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya. Dan kusadari, akupun kuat karenanya, aku kuat untuknya, untuk mama, guru terbaikku. 

Setelah menamatkan perguruan tinggi, aku kembali pulang, kembali ke rumah, kembali berkumpul dengan keluarga besarku, berkumpul dengan mama. Betapa bahagianya hatiku. Aku bangga bisa mempersembahkan sebuah prestasi lagi untuk mama. Aku bangga bisa membuatnya tersenyum dihari wisudaku. Aku bangga bisa merealisasikan semua ajaran mama untuk menjadi sabar dan kuat walaupun harus jauh darinya dalam waktu yang lama. Segala kesedihan dan kerapuhanku seakan menguap begitu saja. Ada mama disampingku dan tak ada yang bisa menggantikan buncah-buncah kebahagiaan yang kurasakan saat itu. 

Berdekatan dengan mama semakin membuatku belajar banyak tentang hidup. Kusadari betapa kerasnya hidup yang mama lalui. Namun mama melewatinya dengan penuh suka cita tanpa menjadikan semua itu bahan untuk berkeluh kesah. Kekuatan, ketegaran dan kesabaran yang selalu mama pertontonkan dalam kesehariannya, membuatku belajar lagi, lagi dan lagi. Setelah dua tahun kembali ke kampung halaman dan bekerja di kota tempatku tumbuh dan berkembang, masalah menghampiriku lagi. Masalah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oelhku, sedikitpun tidak. Kudapati diriku terjatuh dan terpuruk ketika akhirnya lelaki yang sangat kupercaya meninggalkanku begitu saja tanpa sebuah alasan yang dapat kuterima dengan akal sehat. Perjalanan hidup seakan menuntunku menuju kehancuran. Betapa kelam dan hampanya hari-hariku setelah itu. Kesakitan mendalam yang bahkan tak mampu menumpahkan airmataku. Aku merasa sendiri dan kehilangan arah. Saat itu mama datang menghampiri, menegakkan bahuku dan berkata bahwa aku akan baik-baik saja. Meneriakkan kata-kata pada hati kecilku bahwa aku adalah seorang perempuan kuat yang pernah ia miliki. Untuk seorang anak yang telah banyak menyakitinya, mama tidak pernah sedikitpun menjauh dariku saat itu. Hanya mama yang tetap merengkuhku dalam kenyamanan luar biasa. Kenyamanan yang benar-benar kubutuhkan agar aku tetap kuat dan siap menantang dunia, dunia yang tidak selalu berpihak padaku, pada mimpi-mimpiku. Mamalah yang selalu menggenggam tanganku saat itu, saat aku jatuh terpuruk dalam kekecewaan. Mama mengajarkanku untuk tetap menjadi perempuan tangguh, perempuan yang tidak akan hancur hanya karena gagal dalam merengkuh asa yang telah lama tertanam dalam sebuah tekad. Mama menemaniku menyeret langkah demi langkah hingga aku kembali berdiri tegak setelah sempat jatuh tersungkur dalam lubang kesakitan yang sangat dalam.

Ajaran mama untuk selalu kuat dengan mengaburkan kesakitan-kesakitanku dalam sebuah senyuman ketulusan, membuatku sadar bahwasanya aku tak boleh menghancurkan hidupku sendiri dengan berdiam dalam duka. Aku tak boleh berhenti hanya karena masalah-masalah itu datang dan menghampiri perjalananku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya. Ajaran mama untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitiku dan menyerahkan segalanya kepada Sang Khalik membuatku sadar bahwasanya masih ada Tuhan yang akan menyelamatkanku dari lubang kehancuran. Tuhan akan memilihkan yang terbaik untukku, untuk keluargaku dan akan mempertemukanku terlebih dahulu dengan orang yang tidak tepat sebelum mengirimkan seseorang yang bisa menjadi sandaranku seumur hidup. Ajaran mama untuk mengikhlaskan segala yang telah pergi, meyakinkan hati kecilku bahwa apa yang kuanggap baik untukku, belum tentu baik dimata Tuhan. Kata-kata mama membuatku semakin kuat dari hari ke hari, semakin menenangkan dan menyenangkan hatiku. Tak terbayangkan seandainya tak ada mama didekatku saat itu. Sekali lagi, hidupku terselamatkan oleh seorang guru terbaik yang kumiliki, mama.

Entah apa lagi yang akan kuhadapi setelah ini, tak akan ada yang pernah tau. Akupun tidak. Aku hanya berharap semoga semua itu akan tetap bisa kulewati bersama mama. Dengan segala ajarannya, dengan segala kekuatannya, dengan segala yang mama miliki. Karena aku membutuhkan mama lebih dari yang ku tau. Aku akan selalu belajar, belajar dari mama. Berjanji pada diriku sendiri bahwa apapun yang akan terjadi dihari esok, akan kuhadapi dengan penuh kekuatan dengan topangan dan dorongan ajaran mama.

Bicara tentang hubunganku dengan mama, tak kupungkiri telah banyak luka dan kesedihan yang kuselipkan untuknya, sengaja ataupun tidak. Ego terkadang membuatku lupa bahwasanya sikap, tingkah dan kata-kataku bisa membuat mama meneteskan airmata. Namun, guru terbaikku ini tak pernah membenciku, tak pernah lelah untuk mengajariku kembali. Selalu menemaniku dalam keadaan apapun. Betapa bodohnya aku bila tak mensyukuri keberadaannya. Setiap hari ku memohon kepada Tuhan agar selalu diberikan waktu dan kesempatan untuk membahagiakan mama. Aku merasa belum memberikan yang terbaik untuk mama. Aku merasa belum bisa membalas segala hal yang telah dikorbankan mama untuk hidupku. Sampai detik ini tak sedikitpun berkurang rasa hormatku untuknya. Aku bangga memiliki mama. Aku bersyukur tatkala Tuhan menitipkanku pada seorang ibu seperti mama. Aku berjanji akan selalu berjuang demi membahagiakan mama. Dan tak akan ada lagi kata menyerah dalam hidupku. Jika mama bisa bertahan dalam kekurangan dan ketidaksempurnaan, mengapa aku tidak? Mengapa aku tidak bisa belajar lebih banyak lagi dari mama? Dan aku yakin mama akan bahagia bila aku mampu mempelajari hal-hal terbaik yang ia miliki. Hal-hal terbaik yang suatu saat nanti akan kuajarkan kembali kepada anak-anakku. Semoga.

Guru terbaikku, mamaku yang sederhana, yang dibesarkan dalam keluarga yang sederhana pula. Merentas hidup tanpa bergelimang kemewahan, menjadikan mama tumbuh menjadi wanita tegar dan kuat dalam hidupnya. Mamaku yang tak pernah mengecap bangku pendidikan di Perguruan Tinggi, mampu menjadi seorang guru yang berpengaruh besar dalam hidupku sampai saat ini. Mamaku yang hanya belajar dengan mengambil hikmah dalam setiap detik perjalanan hidupnya untuk kemudian kembali mengajarkan segala hal yang didapatkannya padaku. Ajaran mama yang selalu kujadikan pegangan dan pertimbangan dalam melangkah ke depan. Ajaran mama, seorang guru terbaik, yang tak akan pernah kutemukan di belahan bumi manapun di dunia ini.

Segala keberhasilan yang telah ada dalam genggamanku saat ini adalah buah dari pengajaran dan pola asuh mama. Mamalah yang selalu mengingatkan ketika aku salah dan menemaniku berbenah diri memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Mama yang tak akan pernah pergi bahkan saat aku merasa pantas untuk ditinggalkan. Mama yang berdiri tepat disampingku, mengembangkan kedua lengannya untuk merengkuhku tatkala aku berhasil mencapai semua yang aku impikan. Mama yang akan menjadi guru terbaik bagiku untuk selamanya. Selama hidupku. Terimakasih ma. Terimakasih untuk segalanya.

Kamis, Januari 5

Keabadian cinta itu disini

Diposting oleh Orestilla di 08.29.00 0 komentar
Kalau ada yang bertanya siapa "guardian angel" ku di dunia ini maka akan ku jawab MAMA. Ya, ibu yang 23 tahun ini ku panggil mama akan selalu menjadi pelindung dan penjaga hidupku sampai akhirnya nanti. Keajaiban terindah yang pernah ada ketika aku lahir dari rahimnya, merasakan kehangatannya sampai detik ini. Belum banyak yang bisa kupersembahkan untuk mama, dibandingkan dengan pengorbanannya hanya akan seperti membandingkan buih di lautan yang luas.


Dan jangan lupa, masih ada satu sosok lagi di dunia ini yang menjadi sumber semua kekuatanku. Dialah PAPA. Dari papa lah aku belajar hidup. Belajar menjadi perempuan yang kuat, tabah, sabar dan ikhlas. Papa juga yang membuka mataku untuk melihat dunia dengan segala kekerasan yang ada didalamnya. Hidup ini keras. Untuk melangkah menapakinya, jadilah perempuan kuat yang tak hanya bersandar pada naluri dan perasaan tapi juga otak, pemikiran. Itulah papa. Dibalik sikap kerasnya, ada begitu banyak masukan berisi makna hidup yang akan kujadikan tolak ukur untuk melanjutkan perjalanan hidupku nantinya. Ma, Pa, terimakasih karena telah menjadikan aku sebagai anakmu. Rabb, terimakasih karena telah menitipkanku kepada mereka. Aku hilang, tak berharga dan lemah ketika mereka terluka. Dan akan kubuktikan pada dunia bahwa untukku, merekalah yang paling berharga.

Begitu banyak cinta yang kuterima disini, begitu banyak kepedulian dan kasih sayang. Itu semua membuatku bersyukur dan tak akan pernah lagi jatuh. Dua gadis yang selalu ada kapanpun kubutuhkan. Walau terkadang tak jarang kami berantem, tak tegur sapa. Tapi hanya dalam hitungan jam, semua musnah seakan tak pernah ada. Merekalah yang kusayang dan akan tetap ku jaga hingga nantinya akan datang pelindung mereka yang sesungguhnya. Merekalah dua adik kesayanganku. Cantik, baik, lucu dan akan selalu membuatku tersenyum seberat apapun beban yang kuhadapi.






Dan ini dia jagoanku, Bang Aris. Lelaki kecilku yang sekarang beranjak remaja tapi dimataku selalu butuh pelukan dan itu semua membuatnya sering marah tak jelas padaku. Hahaha...


Dan merekalah kekuatanku saat ini. Alasan bagiku untuk selalu menjadi lebih baik lagi dalam hidup. Rabb..terimakasih karena telah memberikanku kesempatan untuk hidup bersama orang-orang istimewa ini. Untukku, merekalah keabadian cinta, disini...
Tampilkan postingan dengan label BigFamFullLove. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BigFamFullLove. Tampilkan semua postingan

Selasa, November 3

ABQARI BAGASKORO HAZANI

Diposting oleh Orestilla di 10.44.00 0 komentar
Setahun sudah rasaku tak menyentuh laman ini. Ada banyak bahagia yang ingin kubagi pada kalian, siapa saja yang dengan senang hati berkunjung.
Tepat satu tahun setelah menikah dengan seorang lelaki, sahabat sejatiku hingga mati nanti (inshaAllah), Allah mempercayakan seorang lelaki kecil padaku. Lelaki kecil yang kami beri nama Abqari Bagaskoro Hazani. Bayi kecil yang kuharapkan bisa menjadi lelaki yang pintar dan kuat dalam menjalani kehidupannya nanti. Karena dunia ini keras. Karena dunia ini tak selalu berjalan seperti apa yang ia inginkan.
Padanya selalu kutitipkan pesan agar kelak ia bisa mengantarkanku menuju sorgaNya. Saat mata kami saling menatap, kusampaikan bahwa aku bersyukur memilikinya, bahwa sampai mati aku akan mencintainya, bahwa ia membuat hidupku memiliki tujuan yang lebih jelas, bahwa tanpanya aku bukan siapa-siapa. Setiap tetes air susu yang mengalir dari tubuhku ke dalam aliran darahnya berisi doa yang tak akan pernah putus. Doa yang kulantunkan di sepertiga malam, di teriknya siang, di dalam dinginnya kelam.
Setiap kali ia menangis, airmata ku pun jatuh tanpa bisa kutahan. Setiap tawa mampir di bibir mungilnya, bahagiaku pun ikut membuncah. Melihatnya lelap dalam tidur yang damai, sekali lagi kuucapkan syukur pada Sang Khalik karena telah menghadirkannya di kehidupanku yang tak sempurna. Ia menyempurnakan segalanya.
Bagas, jadilah lelaki sholeh kebanggaan ibuk. Saat menua, ibuk berharap tangan kokoh Bagaslah yang akan menggandeng tangan ringkih yang ibuk punya.

Sehat selalu ya nak. Ibuk sayang Mas Bagas :*









Selasa, Mei 7

MY BIG BOSS *kisskiss*

Diposting oleh Orestilla di 10.24.00 0 komentar

Seringkali kita lupa pada lelaki tangguh ini. Seringkali yang pertama kali kita peluk saat menangis adalah mama, lupa bahwa papa juga menantikan kedatangan kita dengan ribuan keluh kesah yang ingin diredamnya juga, sama seperti yang dilakukan mama untuk kita. Seringkali yang kita temui saat tawa bahagia membuncah adalah mama, sekali lagi lupa bahwa papa juga tengah merentangkan kedua lengannya untuk mendapat pelukan yang sama, sama seperti yang kita berikan pada mama.

Namun jauh dari itu semua, yakinlah Pa. Sayang padamu tak mampu menandingi apapun di dunia ini.

Bicara papa, bicara tentang lelaki besar (alias gendut) yang ada dirumah. Wajah tambunnya membuat papa terlihat sangat lucu. Begitulah dimataku. Dan aku yakin juga dimata mereka, adik-adikku tercinta. Bagi kami, papa adalah sosok tegar dan kuat yang selalu menjadi penopang. Bersama mama, papa mengajarkan kami untuk bertahan dan berjuang menggapai mimpi, sesulit apapun rintang yang menghadang. Di rumah, papa tak pernah ditakuti, tapi disegani dan dihormati. Tak ada yang berani bilang “iya” kalau papa sudah memutuskan untuk berkata “tidak”. Namun adakalanya papa memberikan dispensasi khusus pada keputusannya dengan mempertimbangkan alasan yang diajukan tentunya, alasan yang bisa diterima dengan akal sehat, akal sehat papa. 

Dulu, saat meragukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan, aku pernah berkata pada papa bahwa ketakutan mulai datang karena kami (yang notabene adalah orang biasa-biasa saja) tak memiliki “orang atas” yang bisa diberdayagunakan untuk “meluluskan”ku dari seluruh ujian masuk yang diselenggarakan oleh salah satu perguruan tinggi kedinasan yang kuikuti kala itu. Jawaban papa sederhana, sebuah jawaban yang masih terngiang hingga detik ini.

“Kita punya Allah. Dan kekuatan “orang atas” yang mereka miliki, tak akan mampu menandingi kekuatan-Nya”

Semangatku kembali menggebu karena dukungan papa. Tak hanya nasehat kala itu yang beliau dongengkan setiap hari ditelingaku, namun juga tindakan nyata. Kala itu papa masih belum divonis menderita kelainan jantung. Setiap hari, papa dengan senang hati akan menemaniku lari pagi. Tak jarang, aku lah yang selalu menyerah kalah. Namun dengan semangatnya yang selalu hidup, papa menghidupkan semangatku, menghidupkan mimpiku untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik. Dan pada akhirnya semua yang papa lakukan tak pernah sia-sia. Aku lulus. Aku berkesempatan untuk mengecap pendidikan di sana.

Terimakasih Pa.

Papa juga selalu berpesan agar aku berbaik-baik dengan hidup, berbaik-baik dengan kehidupan. Sebagai anak sulung papa, aku diberi tanggung jawab besar untuk memberikan teladan bagi ketiga adikku, memberikan mereka dorongan untuk bergerak maju, dorongan yang dulu selalu diberikan papa padaku. Papa bilang. orang kecil tak berpendidikan tinggi seperti papa juga punya cita-cita berharga, melihat kami sukses di masa depan. Dan demi mencapai itu semua, aku akan berusaha sekuat yang ku bisa. Dengan perjuangan yang lebih banyak, dengan usaha yang lebih gigih, dengan mimpi yang lebih tinggi. Aku ingin kelak papa bisa tersenyum bangga.

Agustus tahun ini papa genap berumur 52 tahun. Papa mulai menua dalam angka. Namun tak demikian jiwanya. Papa masih seperti dulu. Masih selalu menguatkan, selalu menyemangati, selalu mendorong, selalu memberi sanksi, selalu penuh cinta dan selalu ada untuk kami.
We love you Pa. Selamanya.







Catatan: Papa itu punya putra bungsu kesayangan yang selalu dijagoin dalam segala hal. Namun sayang, jagoan papa nggak pernah mau nongol didepan kamera. Hasilnya, selalu banyak yang nanya berapa jumlah kami bersaudara. Haha. Namanya Bang Aris. Nanti akan ada halaman khusus untuk si bungsu. Bye :) 
 


Senin, April 22

Mama, guru terbaik yang kumiliki

Diposting oleh Orestilla di 14.04.00 0 komentar



Tulisan ini kupersembahkan khusus untuk mama. Untuk seorang perempuan yang telah menjadi guru terbaik bagiku, yang mengajarkan begitu banyak hal, perempuan yang menjelma menjadi penopang ketika aku berada dalam kerapuhan, perempuan yang rela mengorbankan kesenangan-kesenangan dalam hidupnya demi menemani dan memapahku menuju kebaikan dan perempuan yang kujadikan tempat bersandar dalam ribuan hari yang telah kulalui. Untuknya, tak akan pernah habis rasa terimakasihku. Seandainya aku bisa, ingin sekali berteriak pada dunia bahwa aku bersyukur dilahirkan dari rahimnya. Kalau ada yang bertanya, siapa orang yang paling berjasa untukku dalam 24 tahun terakhir ini, siapa motivatorku untuk selalu kuat dalam menapak liku hidup, dan siapa yang akan selalu menjadi guru terbaik dan kebanggaan bagiku, jawabanku hanya satu, MAMA. Mamaku hanya seorang perempuan biasa yang menghabiskan hari-harinya dalam kesederhanaan. Kecil dalam hidupnya tapi sungguh besar artinya dalam hidupku. Dimataku, mama adalah sosok yang sangat luar biasa dan darinyalah aku belajar banyak hal. Belajar menjadi manusia yang baik, tidak hanya dihadapan Sang Pencipta, tetapi juga bagi orang-orang yang ada disekelilingku. Dari mama pulalah aku belajar agar bisa menjadi perempuan yang tangguh, berkarakter kuat dan selalu menjaga martabatku dalam menjalani hidup. 

Pengajaran hidup dari mama telah kudapatkan jauh sebelum aku beranjak dewasa dan mengerti akan hakikat hidup yang sebenarnya. Teringat tahun-tahun pertama sekolahku. Terdaftar sebagai salah satu siswa sekolah dasar, sekitar 18 tahun yang lalu. Aku yang lebih suka bergaul dengan teman-teman lelaki bersikap sama seperti mereka, lebih memilih menghabiskan waktuku bermain seharian dibandingkan berdiam diri dirumah, belajar segala hal yang seharusnya dilakukan seorang siswa sekolah dasar yang baik. Betapa malasnya aku mempelajari deretan angka dan huruf yang saat itu benar-benar membuatku bosan. Betapa nakalnya aku ketika acapkali mengumbar ratusan alasan hanya agar tak berhadapan dengan yang namanya buku pelajaran. Mungkin guru-guru di sekolah pun sudah angkat tangan dan tak sanggup lagi menghadapi kelakukan burukku. Aku teramat memuakkan bagi mereka. Namun ada satu malaikat berhati mulia yang belum menyerah akan kelakuanku, dialah mama. Dengan banyak kesabaran dan ketelatenan, mama mulai mengajariku, membaca dan berhitung. Mama menggunakan cara dan taktiknya sendiri untuk menjinakkan kenakalanku. Mama melakukannya dengan sangat baik walaupun dia bukanlah seorang guru disekolahan manapun. Walaupun pada awalnya sangat menyiksa karena mama tak hanya mencoba berbaik-baik denganku. Menghadapi gadis rewel dan nakal sepertiku, mama harus menggunakan banyak strategi agar aku tertarik untuk belajar dan mulai mengikuti arahannya. Terkadang mengenang hal-hal sepele seperti itu saja aku akan membuatku tertawa terbahak-bahak. Membayangkan diriku dengan mata melotot karena mencoba menahan kantuk, duduk berhadapan dengan mama yang siap sedia dengan cubitannya ketika melihatku kembali berkelit untuk menghindar dari pelajaran-pelajaran itu. Membayangkan rengekan dan tangisanku saat memelas pada mama agar menghentikan segala bentuk aksi belajar-mengajar itu. Membayangkan bagaimana mama dengan sabarnya meladeni teriakan-teriakanku dengan tidak membalas itu semua dengan kemarahan tetapi dengan kelembutan yang tak akan pernah dilakukan orang lain untukku, ketulusan yang selalu diberikannya dengan penuh kesungguhan. Seringkali diakhir pergolakan itu aku akan tertidur dalam pangkuannya, dengan masih memegang pensil dan buku ditanganku. Betapa aku merindukan masa-masa penuh cerita dan perjuangan itu.

Mama berhasil mengubahku dan membuatku sedikit demi sedikit mulai mencintai setiap pelajaran yang kuterima di sekolah. Sekembalinya dari sekolah, aku akan segera menemui guru terbaikku, menceritakan segala hal yang kulalui seharian tanpanya didekatku, mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang telah kuperoleh dibangku sekolah, membahas banyak hal, mendengar nasehat dan kritikannya tentang perkembangan pendidikanku. Mama melakukannya dengan sangat sempurna. Pada akhirnya, semua yang mama lakukan untuk membuatku menjadi lebih baik dalam belajar tak pernah sia-sia. Usaha keras mama pada anak kecil yang keras kepala dan nakal sepertiku saat itu, melahirkan hasil yang patut diancungi jempol. Bagaimana tidak, selama 6 tahun yang kulalui di Sekolah Dasar, aku selalu menduduki peringkat tiga teratas di kelas. Dan itu semua kuraih karena aku mempunyai guru terbaik, mama.

Waktu berganti, meninggalkan masa kanak-kanakku jauh dibelakang sana dan mengantarkan langkahku menapaki masa remaja, masa pencarian jati diri. Masa ketika aku menemukan begitu banyak perubahan dalam kehidupanku. Tak hanya perubahan fisik, tetapi juga perubahan sifat, pola pikir dan perasaan yang seringkali ikut mengobrak-abrik hari-hariku saat itu. Masa ketika aku mendapati diriku sendiri akan tersenyum sendiri, melamunkan seorang teman lelaki yang menarik perhatianku di sekolah. Masa ketika beberapa waktu kemudian aku justru menangis semalaman dan keesokan harinya berangkat ke sekolah dengan mata membengkak hanya karena pada akhirnya aku mengetahui bahwasanya teman lelakiku itu telah memiliki seorang kekasih. Masa ketika aku mulai terikat persahabatan dengan gadis-gadis sebayaku. Persahabatan yang tak hanya diisi dengan gelak tawa tetapi juga dengan banyak kesalahpahaman, pertengkaran dan tangisan. Masa dimana aku benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa mengerti bagaimana diriku, bagaimana mengendalikan ego remajaku, bagaimana menundukkan diriku tanpa menomorsatukan keegoisan. Masa-masa yang tak akan berjalan sempurna tanpa ada mama disampingku. Mamalah yang saat itu selalu hadir menemaniku, hadir sebagai guru terbaik. Guru yang memberi banyak petunjuk agar aku tak tersesat dalam sikap yang buruk, mengarahkan perilakuku ke arah yang lebih baik lagi. 

Masa remaja yang tak hanya dikenal dengan masa pencarian jati diri tetapi juga menjadi masa yang meninggalkan begitu banyak kenangan dalam hidup, menjadi masa yang benar-benar berharga untukku. Bagaimana tidak..?? Dimasa penting seperti ini, aku memiliki mama yang selalu siap menorehkan pelajaran-pelajaran hidup yang tak semuanya dapat kutemukan di bangku sekolahan. Mama berusaha membentukku menjadi seorang perempuan berkepribadian baik yang selalu berjalan di koridor aturan yang telah ditetapkannya. Merasa terkekangkah aku waktu itu? Merasa kehilangan masa remajakah aku hanya karena aku harus selalu bersedia mematuhi aturan-aturan yang mama berikan? Bencikah aku pada mama karena sikapnya yang terkadang berubah menjadi seperti seorang diktator atau mungkin otoriter? Tidak. Tidak sama sekali. Bagaimanapun orang lain memandang dan menilainya, aku tetap melangkah ke depan mencapai asa dan mimpi-mimpiku, berbaur dengan banyak teman tanpa mempersoalkan perbedaan apapun, menikmati hari-hariku dengan penuh sukacita dan segalanya kulakukan dalam wilayah teraman, wilayah yang telah diamankan oleh segala aturan yang diberlakukan mama untukku. Memang sangat sulit pada awalnya tapi ketika kuyakinkan hati bahwa mama sedang mencoba melakukan yang terbaik untukku, aku pun tak merasakannya sebagai beban yang harus kukeluhkan.

Satu masa terlewati dan aku kembali harus melangkah keduniaku yang baru.  Begitu lulus dari sekolah menengah atas, aku melanjutkan pendidikanku di bangku perguruan tinggi. Ada kebahagiaan ketika berhasil meraih nilai yang tinggi dalam ujian kelulusanku saat itu. Tapi satu hal terlupakan olehku, masa-masa kuliah ini akan kuhabiskan jauh dari mama. Padahal aku sangat berharap waktu-waktu berikutnya akan tetap kulewati dengan mama disampingku karena aku sendiri berpikir bahwa masa transisi menuju kedewasaan seperti ini akan sangat membutuhkan seorang mentor andalan seperti mama. Namun faktanya, aku harus berpisah jauh dari mama. Kami harus berada di dua pulau berlainan dan itu berarti akan menjadi waktu-waktu yang sangat berat untukku. Jauh darinya terasa amat berat. Merindukan mama dalam tangisan menjadi agenda harian baru bagiku, setiap malam, sebelum aku terlelap dan bermain dalam mimpi, mimpi berada dalam hangatnya pelukan mama. 

Namun aku harus tetap bertahan dan berjuang semampuku. Yang ada dipikiranku saat itu hanya bagaimana berusaha kuat melewati itu semua agar mama bangga memiliki putri sepertiku. Tanpa dibekali alat komunikasi seperti saat ini, aku harus bersabar mengantri di Warung Telekomunikasi setiap hari sepanjang waktu istirahatku untuk sekedar mendengar suara mama, mereguk tetes demi tetes kekuatan yang terlontar dari kata-katanya. Ada waktunya aku ingin menyerah, pulang dan kembali kepelukannya. Tapi aku sadar, hal bodoh seperti itu hanya akan menghadiahkan kesedihan untuk mama, membuatnya terluka karena tak mampu mengantarkanku mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam hidupku. Aku tak boleh membuatnya bersedih hanya karena mendahulukan keinginanku dan satu-satunya jalan bagiku saat itu hanya bertahan. Bertahan dan terus berjuang, mengumpulkan bongkahan-bongkahan semangat untuk terus maju menapak masa depan yang lebih baik. Masa depan gemilang yang nantinya akan kupersembahkan untuk mama.

Dalam situasi dan kondisi sulit ditambah dengan suasana hati yang sering tak menentu seperti saat itu, mama mulai mengajariku arti sebuah kesabaran, arti sebuah pengorbanan dan hikmah dibalik sebuah perjuangan. Mama mengajarkan itu semua agar aku selalu bahagia dan bersemangat menghabiskan hari-hariku dalam merajut mimpi, mimpi yang kurajut jauh darinya. Pelajaran penting yang kuperoleh dari jarak ratusan kilometer hanya melalui sambungan telepon. Pelajaran yang kudengar dengan telinga, kuyakinkan dengan hati dan kusemat kuat dalam pikiran dan tekadku. Pelajaran berharga yang hanya disampaikan oleh mama. Teringat ketika suatu hari aku jatuh sakit selama beberapa bulan. Waktu berjalan begitu lambat karena aku tak bisa mendekap obat mujarabku, mama. Aku merasa begitu lelah dan ingin menyerah saja dengan keadaan. Namun sekali lagi mama hadir dengan kekuatan dan kasih sayangnya yang tulus. Mama kembali mengajarkanku untuk tegar dan tidak mudah menyerah dengan kesusahan yang sedang kuhadapi. Mama berkata bahwa kesembuhan akan datang bila aku berniat dengan sungguh-sungguh untuk terlepas dari rasa sakitku. Setiap hari mama menyemangatiku, mengirimkan kalimat-kalimat penyembuh kelelahanku, menguatkan dan membuatku lebih tegar lagi. Ajaibnya, aku benar-benar sembuh. Bahkan tanpa harus menjalani opname. Kesembuhan yang luar biasa untukku. Ketulusan mama terbukti menjadi obat paling handal. Semakin kusadari bahwa tanpa dorongan darinya aku tak akan mampu bertahan dalam setiap beban dan cobaan yang mendatangiku. Masa sulitku saat itu menjadi indah bila kukenang pada saat ini. Aku bangga memilikinya, memiliki penyemangat yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya. Dan kusadari, akupun kuat karenanya, aku kuat untuknya, untuk mama, guru terbaikku. 

Setelah menamatkan perguruan tinggi, aku kembali pulang, kembali ke rumah, kembali berkumpul dengan keluarga besarku, berkumpul dengan mama. Betapa bahagianya hatiku. Aku bangga bisa mempersembahkan sebuah prestasi lagi untuk mama. Aku bangga bisa membuatnya tersenyum dihari wisudaku. Aku bangga bisa merealisasikan semua ajaran mama untuk menjadi sabar dan kuat walaupun harus jauh darinya dalam waktu yang lama. Segala kesedihan dan kerapuhanku seakan menguap begitu saja. Ada mama disampingku dan tak ada yang bisa menggantikan buncah-buncah kebahagiaan yang kurasakan saat itu. 

Berdekatan dengan mama semakin membuatku belajar banyak tentang hidup. Kusadari betapa kerasnya hidup yang mama lalui. Namun mama melewatinya dengan penuh suka cita tanpa menjadikan semua itu bahan untuk berkeluh kesah. Kekuatan, ketegaran dan kesabaran yang selalu mama pertontonkan dalam kesehariannya, membuatku belajar lagi, lagi dan lagi. Setelah dua tahun kembali ke kampung halaman dan bekerja di kota tempatku tumbuh dan berkembang, masalah menghampiriku lagi. Masalah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oelhku, sedikitpun tidak. Kudapati diriku terjatuh dan terpuruk ketika akhirnya lelaki yang sangat kupercaya meninggalkanku begitu saja tanpa sebuah alasan yang dapat kuterima dengan akal sehat. Perjalanan hidup seakan menuntunku menuju kehancuran. Betapa kelam dan hampanya hari-hariku setelah itu. Kesakitan mendalam yang bahkan tak mampu menumpahkan airmataku. Aku merasa sendiri dan kehilangan arah. Saat itu mama datang menghampiri, menegakkan bahuku dan berkata bahwa aku akan baik-baik saja. Meneriakkan kata-kata pada hati kecilku bahwa aku adalah seorang perempuan kuat yang pernah ia miliki. Untuk seorang anak yang telah banyak menyakitinya, mama tidak pernah sedikitpun menjauh dariku saat itu. Hanya mama yang tetap merengkuhku dalam kenyamanan luar biasa. Kenyamanan yang benar-benar kubutuhkan agar aku tetap kuat dan siap menantang dunia, dunia yang tidak selalu berpihak padaku, pada mimpi-mimpiku. Mamalah yang selalu menggenggam tanganku saat itu, saat aku jatuh terpuruk dalam kekecewaan. Mama mengajarkanku untuk tetap menjadi perempuan tangguh, perempuan yang tidak akan hancur hanya karena gagal dalam merengkuh asa yang telah lama tertanam dalam sebuah tekad. Mama menemaniku menyeret langkah demi langkah hingga aku kembali berdiri tegak setelah sempat jatuh tersungkur dalam lubang kesakitan yang sangat dalam.

Ajaran mama untuk selalu kuat dengan mengaburkan kesakitan-kesakitanku dalam sebuah senyuman ketulusan, membuatku sadar bahwasanya aku tak boleh menghancurkan hidupku sendiri dengan berdiam dalam duka. Aku tak boleh berhenti hanya karena masalah-masalah itu datang dan menghampiri perjalananku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya. Ajaran mama untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitiku dan menyerahkan segalanya kepada Sang Khalik membuatku sadar bahwasanya masih ada Tuhan yang akan menyelamatkanku dari lubang kehancuran. Tuhan akan memilihkan yang terbaik untukku, untuk keluargaku dan akan mempertemukanku terlebih dahulu dengan orang yang tidak tepat sebelum mengirimkan seseorang yang bisa menjadi sandaranku seumur hidup. Ajaran mama untuk mengikhlaskan segala yang telah pergi, meyakinkan hati kecilku bahwa apa yang kuanggap baik untukku, belum tentu baik dimata Tuhan. Kata-kata mama membuatku semakin kuat dari hari ke hari, semakin menenangkan dan menyenangkan hatiku. Tak terbayangkan seandainya tak ada mama didekatku saat itu. Sekali lagi, hidupku terselamatkan oleh seorang guru terbaik yang kumiliki, mama.

Entah apa lagi yang akan kuhadapi setelah ini, tak akan ada yang pernah tau. Akupun tidak. Aku hanya berharap semoga semua itu akan tetap bisa kulewati bersama mama. Dengan segala ajarannya, dengan segala kekuatannya, dengan segala yang mama miliki. Karena aku membutuhkan mama lebih dari yang ku tau. Aku akan selalu belajar, belajar dari mama. Berjanji pada diriku sendiri bahwa apapun yang akan terjadi dihari esok, akan kuhadapi dengan penuh kekuatan dengan topangan dan dorongan ajaran mama.

Bicara tentang hubunganku dengan mama, tak kupungkiri telah banyak luka dan kesedihan yang kuselipkan untuknya, sengaja ataupun tidak. Ego terkadang membuatku lupa bahwasanya sikap, tingkah dan kata-kataku bisa membuat mama meneteskan airmata. Namun, guru terbaikku ini tak pernah membenciku, tak pernah lelah untuk mengajariku kembali. Selalu menemaniku dalam keadaan apapun. Betapa bodohnya aku bila tak mensyukuri keberadaannya. Setiap hari ku memohon kepada Tuhan agar selalu diberikan waktu dan kesempatan untuk membahagiakan mama. Aku merasa belum memberikan yang terbaik untuk mama. Aku merasa belum bisa membalas segala hal yang telah dikorbankan mama untuk hidupku. Sampai detik ini tak sedikitpun berkurang rasa hormatku untuknya. Aku bangga memiliki mama. Aku bersyukur tatkala Tuhan menitipkanku pada seorang ibu seperti mama. Aku berjanji akan selalu berjuang demi membahagiakan mama. Dan tak akan ada lagi kata menyerah dalam hidupku. Jika mama bisa bertahan dalam kekurangan dan ketidaksempurnaan, mengapa aku tidak? Mengapa aku tidak bisa belajar lebih banyak lagi dari mama? Dan aku yakin mama akan bahagia bila aku mampu mempelajari hal-hal terbaik yang ia miliki. Hal-hal terbaik yang suatu saat nanti akan kuajarkan kembali kepada anak-anakku. Semoga.

Guru terbaikku, mamaku yang sederhana, yang dibesarkan dalam keluarga yang sederhana pula. Merentas hidup tanpa bergelimang kemewahan, menjadikan mama tumbuh menjadi wanita tegar dan kuat dalam hidupnya. Mamaku yang tak pernah mengecap bangku pendidikan di Perguruan Tinggi, mampu menjadi seorang guru yang berpengaruh besar dalam hidupku sampai saat ini. Mamaku yang hanya belajar dengan mengambil hikmah dalam setiap detik perjalanan hidupnya untuk kemudian kembali mengajarkan segala hal yang didapatkannya padaku. Ajaran mama yang selalu kujadikan pegangan dan pertimbangan dalam melangkah ke depan. Ajaran mama, seorang guru terbaik, yang tak akan pernah kutemukan di belahan bumi manapun di dunia ini.

Segala keberhasilan yang telah ada dalam genggamanku saat ini adalah buah dari pengajaran dan pola asuh mama. Mamalah yang selalu mengingatkan ketika aku salah dan menemaniku berbenah diri memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Mama yang tak akan pernah pergi bahkan saat aku merasa pantas untuk ditinggalkan. Mama yang berdiri tepat disampingku, mengembangkan kedua lengannya untuk merengkuhku tatkala aku berhasil mencapai semua yang aku impikan. Mama yang akan menjadi guru terbaik bagiku untuk selamanya. Selama hidupku. Terimakasih ma. Terimakasih untuk segalanya.

Kamis, Januari 5

Keabadian cinta itu disini

Diposting oleh Orestilla di 08.29.00 0 komentar
Kalau ada yang bertanya siapa "guardian angel" ku di dunia ini maka akan ku jawab MAMA. Ya, ibu yang 23 tahun ini ku panggil mama akan selalu menjadi pelindung dan penjaga hidupku sampai akhirnya nanti. Keajaiban terindah yang pernah ada ketika aku lahir dari rahimnya, merasakan kehangatannya sampai detik ini. Belum banyak yang bisa kupersembahkan untuk mama, dibandingkan dengan pengorbanannya hanya akan seperti membandingkan buih di lautan yang luas.


Dan jangan lupa, masih ada satu sosok lagi di dunia ini yang menjadi sumber semua kekuatanku. Dialah PAPA. Dari papa lah aku belajar hidup. Belajar menjadi perempuan yang kuat, tabah, sabar dan ikhlas. Papa juga yang membuka mataku untuk melihat dunia dengan segala kekerasan yang ada didalamnya. Hidup ini keras. Untuk melangkah menapakinya, jadilah perempuan kuat yang tak hanya bersandar pada naluri dan perasaan tapi juga otak, pemikiran. Itulah papa. Dibalik sikap kerasnya, ada begitu banyak masukan berisi makna hidup yang akan kujadikan tolak ukur untuk melanjutkan perjalanan hidupku nantinya. Ma, Pa, terimakasih karena telah menjadikan aku sebagai anakmu. Rabb, terimakasih karena telah menitipkanku kepada mereka. Aku hilang, tak berharga dan lemah ketika mereka terluka. Dan akan kubuktikan pada dunia bahwa untukku, merekalah yang paling berharga.

Begitu banyak cinta yang kuterima disini, begitu banyak kepedulian dan kasih sayang. Itu semua membuatku bersyukur dan tak akan pernah lagi jatuh. Dua gadis yang selalu ada kapanpun kubutuhkan. Walau terkadang tak jarang kami berantem, tak tegur sapa. Tapi hanya dalam hitungan jam, semua musnah seakan tak pernah ada. Merekalah yang kusayang dan akan tetap ku jaga hingga nantinya akan datang pelindung mereka yang sesungguhnya. Merekalah dua adik kesayanganku. Cantik, baik, lucu dan akan selalu membuatku tersenyum seberat apapun beban yang kuhadapi.






Dan ini dia jagoanku, Bang Aris. Lelaki kecilku yang sekarang beranjak remaja tapi dimataku selalu butuh pelukan dan itu semua membuatnya sering marah tak jelas padaku. Hahaha...


Dan merekalah kekuatanku saat ini. Alasan bagiku untuk selalu menjadi lebih baik lagi dalam hidup. Rabb..terimakasih karena telah memberikanku kesempatan untuk hidup bersama orang-orang istimewa ini. Untukku, merekalah keabadian cinta, disini...
 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea