Kebanyakan orang mungkin
lebih kenal shitlicious daripada Alitt Susanto. Haha. Iya. Pemilik akun twitter
@shitlicious ini memang terdengar menarik dalam pemakaian kata dan terlihat
mengesankan dalam video streaming tentang English Language yang ia lahirkan
beberapa waktu lalu.
Berhubung minggu depan (tanggal
27 Oktober 2013) Alitt mau mengadakan workshop di Kota Padang Tercinta tepatnya
di Auditorium Fakultas Ekonomi UNP dan berhubung saya pengen sekali bertemu
muka langsung dengannya dan berhubung lagi saya pengen acara ini akan dihadiri oleh
banyak orang, saya akan mereview buku pertama Alitt yang (sangat) laris dan
membuat saya terpingkal-pingkal diawalnya kemudian mewek ketika menutup mata,
eh maksudnya menutup buku. Tu kan terbukti kalau kadangkala gaya menulis kita
bisa mengikuti gaya menulis penulis terakhir yang kita lahap bukunya. Makanya
kalau sedang ada #ProyekNulis, saya memilih untuk tidak membaca buku apapun
terlebih dahulu agar gaya penulisan saya tidak terintimidasi oleh
penulis-penulis hebat tersebut. Aih. Apa-apaan ini. Sudah melenceng kesana
kemari. Hayuk lanjut.
Buku Pelit (Personal Literature)
karya Alitt ini memiliki 282 halaman full komedi dan inspirasi. Pemilihan kata
yang Alitt gunakan sontak membuat saya tidak bisa berhenti tertawa. Kalau sedang
galau, mending pilih buku ini sebagai penenang. Namun dibalik semua “kekacauan”
itu, Alitt juga tidak pernah lupa menyelipkan satu,dua,tiga dan lebih banyak
lagi pelajaran berharga.
Coba intip kalimat yang
sudah saya stabilo-in ini, pertanda bahwa kalimat tersebut telah masuk dalam
daftar “the Precious sentences” yang saya kumpulkan dari seluruh buku yang
selesai saya eksekusi.
“Dunia kerja kadang nggak
butuh orang-orang pandai, karena di luar sana sudah terlalu banyak orang
pandai. Tapi, orang-orang kreatif selalu punya tempat di lapangan kerja
manapun. Kreativitas adalah mata uang universal.”
Yap. Dari deretan kalimat
tersebut saya menyimpulkan bahwasanya kreativitas itu berjual nilai lebih
tinggi dibandingkan kepintaran. Namun kreatif saja juga tidak lah cukup. Akan
lebih baik lagi jika kita bisa menjadi orang pintar yang kreatif. Setuju kan?
Pintar juga tidak selalu dinilai dari tingkat pendidikan seseorang. Maka dari
itu jangan pernah meremehkan orang hanya dengan memandang jenjang
pendidikannya. Dunia sekarang sudah terlalu pintar mas mbak bro. Semua orang bisa
belajar hanya dengan duduk tenang di depan layar komputer.
Dari sekian banyak chapter
dalam buku ini, bagian yang paling saya suka adalah bagian-bagian terakhir
yaitu chapter dengan judul Life is a journey dan Sebuah awal episode kedua. Karena
di bagian ini Alitt bikin saya bener-bener nyesek. Apalagi alasannya kalo bukan
karena sosok mama. Topik apapun tentang perempuan tangguh ini memang selalu
mendatangkan rasa yang gimanaaa gitu kan ya? Nah, dalam dua chapter ini juga
lah Alit memperlihatkan pada kita semua bahwasanya terkadang pemikiran negatif
yang kita pupuk pada sosok mama hanya akan mendatangkan keburukan bagi kita
pada akhirnya. Mengapa? Karena pada kenyataannya ridho Allah memang ada pada
ridho kedua orangtua, salah satunya mama. Mama punya stok kasih sayang tak
berhingga yang akan selalu ada kapan dan bagaimana pun kondisi yang kita
hadapi. Penasaran? Beli bukunya deh. Karena nggak mungkin juga semuanya saya
kupas tajam setajam silet di lama ini. Hehe.
Perjuangan Alitt untuk
sukses, sakit manisnya dia ketika harus jatuh bangun melewati masa perkuliahan
yang nggak orang lain rasakan, kondisi keluarga yang membutuhkan jiwa
super besar untuk bisa hidup didalamnya serta kata “menyerah dan putus asa”
yang tak pernah Alitt lontarkan menjadi sebuah pelajaran berharga untuk para
pembacanya termasuk saya. Alasan-alasan itu pula yang akhirnya membuat saya
semangat sekali untuk mengikuti workshopnya nanti. See you soon Lit.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)