Jakarta siang ini panas terik namun suasana sejuknya masih kentara
Ada puluhan pohon berjejeran sepanjang jalan kota
Melihatnya saja hati sudah tentram, apalagi pikiran
Jakarta siang ini ramai, riuh rendah suara manusia
bertebaran menghias cakrawala
Namun gejolaknya damai..serasi dengan alamnya yang permai
Ssstt..dengar..ada gerombolan burung-burung kecil tengah
bersiul girang
Mereka seakan berlomba menunjukkan indahnya
Ah..semoga Jakarta tak akan pernah kehilangan sejuknya
Tahun besok, sepuluh sampai ratusan tahun berikutnya
(Jakarta, 50 tahun yang lalu)
Iyap. Mungkin ini puisi yang bakalan ditulis sama kakek
nenek eyang mbah kita yang dulu hidup senang di Jakarta nan sejuk dan permai.
Kotanya tentu saja ramai. Namun bisingnya tidak seperti sekarang. Teriknya
pasti ada karena negara kita sedari dulu memanglah negara tropis, namun
panasnya tak membakar layaknya saat ini. Masih ada banyak pohon yang bertebaran
di sepanjang jalan. Pohon besar berdiri tegak, garang tapi ramah pada
burung-burung yang setiap hari singgahi rantingnya. Coba deh tanya kakek nenek
eyang mbah kita. Rindukah mereka pada sejuknya Jakarta? Kita saja yang belum
pernah menjamah waktu kala itu, akan terjangkit rindu hanya dengan membawanya
dalam bayangan.
Yang merasa berjiwa muda, ayo mulai menanam. Apa saja. Tak
harus pohon hanya untuk menghijaukan bumi kembali. Lakukan hal sederhana saja
setidaknya dari diri kita sendiri. Mau tahu contoh kecilnya? Sana ambil ember
bekas kepunyaan mama, cari tanah humus, terus cari deh bayi tumbuhan apa yang
ingin kamu besarkan. Bisa selada, tomat, cabe, terong, apaaaa saja. Kalau rumah
kamu sudah hijau, setidaknya sekian persen bagian bumi ikut hijau bukan? Salam
bumi!
Tulisan
ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh
@jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)