Tampilkan postingan dengan label Review event. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review event. Tampilkan semua postingan

Senin, Oktober 28

Yang Muda Punya Mimpi

Diposting oleh Orestilla di 09.40.00 2 komentar


Begitu dapat kabar Alitt bakal ngadain talkshow di Padang, saya yang notabene bukan lagi seorang mahasiswa langsung tanya sana-sini buat mastiin tanggal dan tempat pelaksanaan. Dan tadaaaa..seneng banget pas dikasih tau kalau masih ada kursi VIP yang tentu saja akan diberi akses lebih mendekati Alitt. Syup. Saya langsung pesan!
Sabtu 26 Oktober, H-1 dengan semangat menggebu-gebu saya berangkat dari Kota Solok. 2 jam perjalanan menuju Padang hanya untuk mengantisipasi agar esok paginya saya tidak terlambat menghadiri talkshow tersebut. Agak sedih sih karena kamar kos yang saya tumpangi, malah ditinggalkan pemiliknya. Iya. Indi yang minggu kemaren juga nggak pulang karena harus “menampung” saya yang ikut seminar #tulisnusantara, sepertinya ogah kalau minggu ini harus nggak ketemu lagi dengan ipuchannya (red- ipuchan itu nama kucing di rumah kami). Oke. Kembali ke keyboard. Saya berangkat ba’da Szuhur dan sampai beberapa menit sebelum jam 4 di kamar kos Indi. Sendirian. Tanpa bekal makanan. Dan parahnya, Indi juga nggak punya stok apa-apa. Sebenernya bisa beli makan keluar sih, tapi berhubung saya sering bego-bego di Padang, saya mengurungkan niat tersebut. Berbekal sebungkus kuaci dan sebatang coklat, saya cukup yakin bahwasanya esok pagi saya akan tetap hidup. Mengisi waktu, saya sengaja membawa Inferno-nya Dan Brown yang baru saya sentuh setengah buku. Sepanjang sore kemudian malam hingga dini hari menjelang, saya dibawa masuk dalam kisah yang Brown suguhkan. Herannya ketika weker-biru-imut kepunyaan Indi menunjukkan pukul 3 dini hari, teman-teman kos-nya masih ribut pake teriak-teriak cam nenek lampir. Saya heran dan penasaran, apa tetangga sebelah menyebelah nggak ada yang protes ya? Sampai Subuh saya nggak bisa tidur karena setiap kali hendak meraih mimpi, jedaaarr..seperti ada petir di siang bolong yang memaksa mata kembali melek melotot dengan hati dongkol setengah mati. Ini gimana bisa bangun pagi kalau kondisi mengenaskan seperti ini? saya membatin setiap kali mereka terbahak.
Selesai shalat Subuh, saya ambil Inferno. Berharap dengan membacanya, saya bisa menghabiskan waktu sebelum fajar hadir menyingsing hari. Namun taktik saya gagal total karena hanya setelah beberapa halaman, saya tertidur. Dan bagusnya, saya bangun sekitar jam 7. Saya kucek mata berkali-kali, sekali lagi memandang handphone dan memastikan bahwa apa yang saya lihat benar. Masih jam 7. Itu berarti saya punya waktu 1 jam untuk mandi, nyuci (indi nggak akan ngasih ampun kalau kos-nya ditumpuki baju-baju kotor), dandan dan melesat ke Auditorium Fakultas Ekonomi UNP, tempat talkshow akan dilaksanakan. Kebetulan saya sudah pinjam motornya Indi jadi bisa ngebut ke kampus kalau waktu pet mepet nantinya. Sembari mendengarkan musik, saya mulai rutinitas pagi itu dengan hati berbunga-bunga karena sebentar lagi bisa nengok langsung mukanya si Alitt. Nanananana. Dan waktu juga ikut berputar. 15 menit sebelum jam 8 saya sudah selesai beberes. Tinggal berangkat dan duduk manis di kursi VIP. Senyam senyum saya keluar dari kamar kos Indi dan melangkah cantik ke arah garasi yang anak-anak kos gunakan untuk parkir motor-motor mereka. Keringat dingin mulai keluar ketika saya menyadari bahwa garasi tersebut masih ditutup, dikunci, digembok! Saya sendiri nggak tau siapa yang punya kuasa memegang kunci-kunci tersebut. Biasanya sih yang paling senior. Tapi siapaaaaaaa..?
Saya melangkah ke kamar sebelah, ada Amel di sana. Kebetulan malam sebelumnya, Amel mendatangi saya dan menawarkan bantuan jika ada yang saya perlukan. Saya ketuk pintu kamar Amel. Agak sungkan karena masih sangat pagi untuk hari Minggu yang pastinya digunakan sebagai hari bermalas-malasan oleh mahasiswa (nggak cuma mahasiswa mungkin ya). Satu kali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tak ada respon. Saya baru ingat kalau mereka mungkin saya baru tidur setelah ajang teriak-teriak, tertawa-tawa, terbahak-bahak semalam. Lagian saya juga tahu kalau Indi memarkir motornya di bagian paaaaaaaling depan. Kalaupun berhasil membuka pintu, saya harus menggeser banyak motor untuk bertemu dan membawa kabur motor Indi. Yasudahlah..saya pasrah dan berniat nyari ojek. 5 menit sebelum jam 8. Saya terbiasa on time dan 5 menit saya rasa cukup untuk menjangkau tujuan dengan tepat waktu. Namun sekali lagi perkiraan saya meleset. Setelah berjalan 5 menit (dan waktu saya habis), saya nggak nemu satu pun bapak-uda-abang-adek ojek. Kaki saya lemes. Satu-satunya jalan keluar berarti jalan kaki. Maka saya bulatkan tekad dan mulai melangkah. Saya jalan cepat, berharap tidak akan terlalu telat karena 10 menit sudah meninggalkan jam 8 pagi. Saya ingat-ingat lagi petunjuk yang Indi berikan. Ini dia yang sering membuat saya malas jika harus menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan di kampus-kampus. Saya pasti akan lebih sering kesasar. Begitulah kira-kira. Dalam perjalanan, saya hubungi Indi. “Iyaaaa..” jawab Indi diseberang sana dengan suara imut-lucu-nya yang baru bangun tidur. “Eh Beb..tau nggak? gue jalan tauk ke kampus. Anak-anak kos belum ada yang bangun.” serobot saya langsung ngadu. “Kenapa nggak dibangunin aja?” tanya Indi (masih ogah-ogahan). “Nggak tau juga mau bangunin siapa. Eh, bangunannya yang pinky-pinky itu kan? Gue udah di depan ni. Terus auditoriumnya yang mana?” tanya saya lagi. “Masuk aja ke dalam. Nanya aja sama mahasiswa yang ada di sana.” jawab Indi. “Oke deh sip. Bye.” putus.
Saya bertambah syok pagi itu karena dihadapkan pada realita baru. Auditoriumnya ada di lantai 4, tanpa lift dan itu berarti saya akan mendaki sekali lagi demi napas ngos-ngosan dan baju yang yaaaa mulai dibanjiri keringat. Hiks. Hiks. Namun sambutan adek-adek panitia membuat hati saya sedikit sumringah. “Bisa lihat tanda pesertanya Kak?” tanya adek cantik yang duduk di meja registrasi. Saya langsung mengeluarkan slip transaksi sebuah atm dari bank tercinta, pertanda bahwa saya sudah setor via bank karena tidak bisa hadir langsung di markas Unit Kegiatan Komunikasi dan Penyiaran Kampus (UKKPK). Karena saya pesan tiket VIP, saya mendapat perlakuan sedikit khusus dan itu menyenangkan. Saya diantar ke bagian depan (dan saya bersyukur sekali karena tidak perlu mencari tempat strategis) dan jamuan untuk saya langsung diantarkan oleh panitia. Yang lebih penting lagi, auditorium ini sangat suejuuuuukkk..kalau saja tidak ada penyejuk ruangan, saya yakin akan keluar dari tempat ini dengan muka kucel cam bebek mau digoreng (emang bebek mau digoreng itu mukanya kucel gitu? NGGAK TAU!). Begitu pantat nempel di kursi, saya bisa bernapas lega kembali. Pertama; Saya tidak terlambat karena acara memang belum dimulai (untung panitia nggak on time). Kedua; Tentu saja Alitt belum muncul. Ketiga; Saya berada persis di depan kursi yang akan diduduki Alitt. Oh bahagianyaaaaaa..(seketika pengen joget tapi nggak enak dengan adek-adek mahasiswa unyu-lucu yang sudah berjubelan di belakang saya).


Sebelum acara dimulai, ada penampilan dari band kampus yang saya nilai cukup baik dan menyuguhkan sesuatu yang sedikit banyak membuat saya terlena (atau ngantuk?). Suara terompetnya itu lo..keren deh. Saya nggak tau ini saxophone atau alto. Hehe. Tapi padanan musik yang mereka hasilkan, gitar-terompet-gendang ditambah suara vokalistnya yang cakep (suaranya ya) itu, memang patut diancungi jempol. Jam 09.05 host talkshow hari itu memasuki ruangan dari arah belakang dan langsung disambut tepuk tangan meriah oleh peserta. Namanya Boy. Penulis buku Origami Hati. Dan saya kecewa karena minggu lalu udah niatan banget nyari buku itu di Gramedia. Sayang, saya gagal. Padahal ada dua kesempatan bertemu penulis muda nan hebat, foto bareng mereka dan minta tanda tangan. Kan nggak asik juga kalau si Boy malah ngasih tanda tangan di baju gitu. Namun mengingat Boy akan sering sekali berada di Padang, saya berpikir masih ada kali yang lain untuk bertemu dan memborbardirnya dengan hal-hal tersebut. Boy anak yang luwes, pinter ngomong dan mencairkan suasana. Tampilan sederhananya cukup mengesankan pada pandangan pertama. Walau badannya kecil, keahliannya dalam menulis jangan dipertanyakan. Buktinya dalam usia muda, Boy sudah berhasil menyabet titel Penulis. Sebuah titel yang menjadi mimpi besar saya yang usianya sudah dalam detik-detik meninggalkan seperempat abad ini. Hiks.

ini dia yang punya musik keren dan suara kece

Boy in action. Penulis Origami Hati. Muda dan berbakat.

Beberapa menit setelah kedatangan Boy, muncul juga lelaki yang saya tunggu-tunggu. Jreng jreng jreng. Alitt juga muncul dari pintu masuk (dari belakang dan sudah saya prediksi) dengan jaket hitam dan topi merah andalannya. Alitt langsung gaya-gayaan seperti seleb yang lagi jalan di red carpet kemudian sembari berlari mulai menyalami satu persatu peserta. Suasana langsung riuh. Wah..acaranya bakalan seru ni. Ucap saya membatin. Tak sengaja saya melihat aksi adek cewek yang duduk di seberang barisan kursi saya. Dia terlihat senang sekali karena sukses menyalami Alitt dan segera “membagikan” cap tangan Alitt tersebut ke teman-temannya yang lain. Buahahahaha. Saya sendiri sih kalem aja lah ya. Karena sesuai janji panitia, saya akan dapat akses pribadi untuk “mendekati” Alitt dan saya senaaaaaanng. Oya, di sebelah saya ada adek yang juga datang jauh-jauh dari Kota Payakumbuh. Sama seperti saya, dia juga sendiri. Kalau saya merasa risih dengan usia “tua” dibandingkan mereka-mereka yang hadir hari itu, si adek (map saya lupa namanya) malah merasa nggak enakan terus karena menjadi yang paling muda di sana. Iya. Dia baru lulus SMA dan sepertinya belum memutuskan untuk kuliah. Alhasil dia kayak yang bingung-bingung gitu kemaren. Kasiaaan. Makanya setiap ada kesempatan ngobrol atau apa, saya selalu ngajakin dia (sekalian nyari temen senasib seperjuangan).
Alitt naik ke panggung dan memulai atraksinya yang bikin peserta nggak berhenti ngakak. Saya sendiri diantara tawa yang seakan tak akan berhenti, mulai berpikir, ini mau talkshow nulis atau nonton Alitt yang tetiba jadi komedian gini ya? Apalagi pas Alitt dance ala JKT 48 gitu. Katanya sih “preman syariah” ini juga mau bikin band bertajuk MTQ 48. Buahaha. Gayamu Litt. Kayaknya kalau ada film komedi, Alitt bisa tu dijadikan pemeran utama. Alitt juga merangkul peserta dengan menyinggung masalah nasi padang sebagai hal terfavorit yang ia cari di kota ini sampai “tenda ceper”. Untuk yang satu ini, saya sedikit kurang suka. Sedih kan kalau orang lain ikut-ikutan tahu dengan sesuatu hal yang seharusnya sudah kita basmi sedari dulu. Bahan lucuan yang satu ini malah menusuk buat saya. Seharusnya juga begitu dengan yang lain. Sedikit tentang tenda ceper. Aktivitas busuk seperti ini akan bisa dihentikan jika kawula muda bertindak tegas, setidaknya pada diri sendiri. Bisa dibayangkan jika fasilitas tersebut tidak ada lagi yang melirik, jika tidak ada anak-anak muda di Padang yang mau lagi mendatanginya, maka dalam hitungan bulan, pengusaha-pengusaha tenda ceper akan segera gulung tikar dan angkat kaki. Sederhana teorinya, namun tampak sangat sulit untuk direalisasikan. 
Oke. Kembali ke keyboard. Dari pertama yang saya lihat, Alitt juga paham sekali memaksimalkan penggunaan panggung. Jadi seluruh peserta merasa diperlakukan secara adil. Karena ada kan beberapa pengisi talkshow atau seminar yang hanya duduk mingkem di kursi yang disediakan. Dan itu berarti hanya peserta yang duduk didepannya saja yang bisa menikmati “aura” si pengisi acara. Bagaimana dengan peserta di sisi yang lain? Bagaimana lagi dengan yang ada di belakang? Mereka pasti akan merasa disisihkan, kecewa dan bisa saja pulang sebelum acara usai. Iya kan? Bisa jadi..bisa jadi.. Makasi banyak juga buat panitia yang udah ngasih pengumuman berharga sebelum Alitt muncul. Apa itu? Umur Alitt! Iya. Selama ini saya sungguh penasaran dengan umurnya dia. Mulai dari pengakuannya yang mulai ospek pas demo-demo lagi gencarnya (ini sekitaran 1998) atau pas dia bilang harga bensin masih Rp 2.000,- (ini mungkin sekitaran tahun 2004 an) atau pas skripsi masih ditulis pake prasasti (ini agak bingung saya). Makanya pas panitia ngomongin itu, saya langsung tersenyum sumringah. Akhirnya. Ketauan lu Litt. Dan saya sengaja akan sebarkan di laman ini. Karena si Alitt ternyata kelahiran 1987 dan sekarang pastinya berumur 26 tahun. Horeeeeeee. Akhirnya ada yang lebih tua dari saya dalam talkshow ini (pengecualian untuk Bapak dosen yaaaa).
Setelah asik-asikan ketawa ketiwi ngomong ngolor ngidul kesana kemari, Alitt memulai bagian penting dan serius seputar dunia penulisan. Dari penjelasan panjang Alitt ada beberapa pesan yang saya rangkum (dan selalu saya lakukan di setiap event untuk saya bagikan pada teman-teman yang belum berkesempatan untuk datang). Ini dia:
1.     Menulis merupakan pengembangan ide yang ada di dalam kepala kita untuk dipindahkan ke media baru.
2.     Menulis akan membuat kita dikenang sepanjang masa. Ingat kan apa yang Pramoedya Ananta Toer bilang? Kurang lebih beliau berkata seperti ini, “Jika suatu hari nanti kita meninggal dunia, kita akan segera dilupakan. Namun jika kita menulis, tulisan-tulisan itu akan berbicara dan kita akan hidup selamanya.” Orang yang sejarahnya akan abadi adalah orang yang mau menulis. Contohnya Ibu Kartini dan Bapak Jendral Soedirman. Maka sebelum ide-ode brilian dari otak kita berlalu pergi, tuliskan secepatnya! Menulis itu laksana merangkai mesin waktu. Saat ini kita bisa saja merangkai kata tentang masa lalu dan membacanya kembali di masa yang akan datang.
3.     Bagaimana caranya menulis? Alitt bilang, “Jika kita sudah mengenal A sampai Z, maka kita akan bisa menulis.” Intinya disini adalah niat dan kemauan untuk memulai. Setelah ada niat, segera laksanakan.
4.     Jika sudah punya tulisan yang bagus, tulisan-tulisan tersebut akan bisa kita jual dengan cara bikin buku, ngeblog, menulis naskah sinetron atau sebagai ghost writer (penulis yang menulis untuk orang lain). Dan pada bagian ini saya tercengang ketika mengetahui income Alitt per bulannya. Untuk satu banner iklan di blog-nya, Alitt dihargai sebanyak 2,5 juta dan pada bulan terakhir ini, Alitt berhasil mendapatkan 6 iklan sekaligus. Itu baru dari blog. Alitt benar-benar mendapatkan banyak keuntungan dari hobi menulisnya. Maka dari itu Alitt bilang seharusnya kegiatan ini dinamakan “writerpreneurship”. Saya setuju! Terkait hal ini teman-teman bisa langsung mengunjungi laman Alitt disini.
5.     Untuk mengasah kemampuan menulis, kita bisa mengikuti berbagai kompetisi nulis. Kalau bagian ini sudah sangat sering saya lakukan. Selain mengharapkan hadiah-hadiahnya (seringkali paket buku tertentu), saya juga bisa menilai sendiri sejauh mana perkembangan tulisan saya dari hari ke hari. Eh eh. Kok malah curhat. Kembali ke keyboard.
6.     Jadi penulis itu, pertama; harus PeDe. Percaya dengan kemampuan kita dan hasil yang akan kita terima. Percaya diri tidak berarti sombong tentunya. Alitt juga mengajarkan -ganti- mengajak teman-teman untuk membuat dream note, catatan impian. Catatan inilah yang nantinya akan memapah langkah kita untuk merengkuh impian-impian yang kita punya. Dan terharu sekali ketika Alitt mengeluarkan dream note yang ia tulis sekitar tahun 2006. Dahsyatnya, poin-poin yang ia tuangkan disana sudah berhasil ia capai. Congrats Litt. Kedua; Mulailah menulis. Bisa dari blog, note di facebook, diary, apa saja. Ketiga; Tambahin jam terbang. Untuk yang satu ini hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu, iya kan? Keempat; Sebarkan. Ketika kita mulai menyebarkan tulisan-tulisan kita ke publik, akan muncul berbagai respon. Bahkan tidak sedikit haters pada akhirnya. Namun percayalah, haters itu sesungguhnya adalah fans fanatik kita karena dengan sukarela akan mencari kesalahan-kesalahan kita sedetail mungkin melebihi fans kita sendiri. Tul? Betuuuuullll. Kelima; Jual. Menjual disini dengan masukin ke penerbit, masukin ke majalah, ikutan lomba dan dapetin iklan seperti yang sudah Alitt lakukan.

Apapun itu, ada sebuah nasehat yang Alitt jadikan pedoman hidup sampai saat ini. “APAPUN YANG KITA LAKUKAN, YANG KITA TEKUNI, PASTI AKAN ADA HASILNYA.” Ketika Alitt mengucapkan hal ini, saya mengaminkan di dalam hati dan berharap dream note saya akan mulai bekerja, membawa saya pada mimpi besar di ujung sana. Alitt bilang setidaknya sediakan waktu minimal 45 menit untuk menulis. Menulis apa saja.
Akhirnya saya ngucapin makasi banyak buat panitia Talkshow Nasional Creative Writing “Yang Muda Punya Mimpi” yang sudah berikan saya dan teman-teman yang lain (peserta hari itu berjumlah 516 orang) kesempatan untuk meramu trik dan tips jitu dari seorang penulis hebat seperti Alitt. Alitt yang dengan kekurangan dalam segala hal, ketidakmungkinan yang diprediksikan orang-orang dan kekelaman hidup di masa lalu, mampu menjadi orang besar dan hebat, setidaknya di depan kita semua yang hadir pada hari itu. Jika Alitt mampu, kita juga harus mampu. Begitu rumusnya. Di kesempatan itu, saya juga bahagia sekali akhirnya bisa bertanya langsung pada Alitt tentang kesulitan yang saya hadapi ketika menulis sekaligus menyampaikan keinginan saya sedari dulu, “menyampaikan salam hormat untuk Mama Atun”. Iya. Dari pertama membaca postingannya tentang mama, membaca narasinya tentang Mama Atun di buku Skripshit, saya ingin sekali menyampaikan pesan itu langsung kepada Alitt dan semuanya terwujud kemaren.
Saya juga kaget sekali ketika dengan baik hatinya, Boy mau membaca naskah saya yang sudah berkali-kali ditolak oleh penerbit. Secepatnya akan saya kirimkan Boy!
Walaupun penuh kesulitan diawalnya, hari itu saya tutup dengan riang gembira. Semoga kelak saya akan dipertemukan dengan penulis-penulis hebat yang lain, seperti Alitt dan Boy.
Salam.
Dan ini dia bonus kebahagiaan yang saya peroleh:

ini ni yang bikin ngiri para peserta :)

adek-adek yang kecipratan hadiah buku Skripshit dari panitia

Alitt Susanto. Salah seorang penulis favorit saya yang ternyata ganteng lo aslinya. Buahaha.

Pesertanya antusias banget. Rame. Kocak. Khas anak muda.

Boy. Penulis yang baik hati dan tidak sombong bagikan ilmu.

His message. So sweet. Thanks Litt :)



Selasa, Oktober 22

#TulisNusantara

Diposting oleh Orestilla di 10.38.00 0 komentar


Minggu 20 Oktober 2013 yang lalu di Aula Imam Bonjol LPMP Universitas Negeri Padang, saya dan puluhan pecinta rangkaian kata mengikuti seminar #TulisNusantara yang diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan NulisBuku dan Plot Point.


yang ikut lumayan banyak kan? berarti Padang masih punya banyak generasi muda yang cinta nulis dan pasti juga cinta baca :)

Acaranya dimulai dari mbak Windy Ariestanty (penulis Life Travelers) dan mas Arief Ash Shiddiq (pengajar workshop dari Plot Point). Ada beberapa poin penting dan beberapa kutipan yang berhasil saya rangkum dan akan saya sampaikan di laman ini. Khususnya untuk teman-teman yang belum berkesempatan hadir. Banyak pertanyaan peserta workshop yang memberikan pencerahan bagi saya yang notabene masih terlalu muda dan amatir dalam hal tulis menulis (Oke.Jangan tanyakan umur saya).


Apa yang penting buat kamu, belum tentu penting buat pembaca [WindyAriestanty]. Kalimat ini menjelaskan pada kita bahwasanya menulis tidak lah hanya memikirkan apa yang kita suka, apa yang kita rasa. Mulailah menjamah keinginan pembaca, apalagi tulisan yang ingin dikomersialkan seperti dalam pengerjaan novel atau menyelesaikan #ProyekNulis dari penerbit ataupun penulis. Simple rumusnya tapi percaya deh SUSAH banget merealisasikannya di dunia nyata. Haha. Tapi ya itu tadi. Setidaknya mulai dari sekarang, saya (kita) akan mencoba berbenah setiap kali jemari menyentuh keyboard. Berbenah ide, berbenah kreativitas dalam menjalin kata agar menjadi kalimat dan selanjutnya narasi yang tidak lagi membosankan di mata pembaca. Keep fightiiiinng.
Bagi teman-teman yang saat ini memiliki sejumlah naskah yang ingin dikirim, ada tips cantik juga dari mbak Windy yang cantik. Sebelum naskah-naskah tersebut dilayangkan ke penerbit atau panitia penyelenggara lomba menulis yang kamu ikuti, ada baiknya naskah-naskah itu dibaca kembali, jangan sampai banyak yang typo, EYD-nya diperbaiki sesuai dengan aturan, dan yang penting endapkan naskah tersebut minimal 3 hari lamanya. Kenapa? Karena biasanya ketika pada hari keempat kita intip lagi, akan ada banyak kesalahan yang tidak kita temui dalam proses penulisan. Simpel? Iya. Coba deh dari sekarang kita kerjakan. Mulai!
Ini bukan masalah teknik tapi lebih pada psikologi penulis. Apa itu? Pujian. Iya. Puja-puji yang biasanya bikin hati kita melonjak girang, sesungguhnya adalah jelmaan dari pedang bermata dua. Jangan terlena oleh pujian yang dilontarkan orang lain ketika membaca tulisan yang berhasil kita lahirkan. Jangan pernah terlena. Ada baiknya pujian tersebut kita jadikan cambuk untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi. Okesipp. Simple? Banget. Terlena saja dilarang, apalagi menyombongkan diri. Jika hari ini naskah kita berhasil dilirik penerbit, di luar sana sudah ada penulis besar yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa. So, diatas langit masih ada langit. Jangan sombong. Allah juga nggak suka lo. Inga. Inga. Tong!


Writing is rewriting. The biggest mistake you can make as a writer is to toil away for months or years on your own, honing your masterpiece in solitude, polishing and repolishing your prose until every word is perfect. The writing process begins when you show your first draft to people and start getting feedback. Beethoven went through 70 drafts of his symphonies. As William Zinsser put it: “Rewriting is where the game is won or lost; rewriting is the essence of writing.


Ada yang ingin menjadi seorang penulis tetapi sayangnya ia malas membaca. Bagaimana tanggapan mbak Windy menyikapi pertanyaan seperti ini? Ini dia jawabannya. “Menulis tanpa membaca hanya akan membuat tulisan kita kering dan tidak akan berkembang.” Dan sebagai seorang penulis, bahagiakah kita akan hal tersebut? Tentu saja tidak. Bahkan jawaban dari pihak NulisBuku.com untuk pertanyaan yang sama lebih membuat saya tertawa terbahak daripada tercengang, “Sulit. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seseorang yang malas membaca buku untuk menjadi penulis yang baik. Maka solusinya adalah dengan membiasakan diri, hati dan pikiran terlebih dahulu untuk membaca. Apapun itu bentuknya. Nggak harus novel ratusan halaman atau sastra berat yang malah akhirnya membuat kita jatuh tertidur. Mulailah dengan bacaan ringan seperti buku kumpulan cerpen. Atau yang lebih gampang lagi, komik. Bagaimana? Bisa kan ya?
Itu dia beberapa hal yang saya catat dari pembicara Windy Ariestanty. Berikutnya mas Arief menjelaskan tentang semesta cerita yang nantinya akan menjadi “suguhan” kita pada pembaca.  Semesta cerita akan menentukan: 1) karakter apa saja yang tumbuh didalamnya; 2) karakter apa yang sulit hidup didalamnya; 3) nilai apa saja yang tumbuh didalamnya (mana yang dominan dan mana yang minoritas). Karakter bisa merubah dunia cerita. Pun begitu sebaliknya. Mau contoh? Ini yang kemaren saya contohkan dalam waktu 1 menit.
“Tania berasal dari keluarga kaya raya. Namun ia hidup boros dan konsumtif. Sekarang ia jatuh miskin dan hidup melarat.”
Paragraf dengan 3 kalimat tersebut memperlihatkan bahwa karakter telah mengubah dunia cerita. Ayo selesaikan paragraf milikmu. Ingat! Hanya dengan 3 kalimat dan waktu 1 menit ya manteman.
Bagi yang ingin mengikuti kompetensi menulis “Merayakan Warna Warni Indonesia” diberikan dua jimat keberuntungan oelh mas Arief. Pertama; gambaran elemen budaya yang meliputi: 1) rituals, traditions, ceremonies; 2) history; 3) architecture, artifact, symbols; dan 4) people and relationship, roles, network. Kedua; membuat cerita dari budaya yang ada juga hendaknya: 1) menceritakan interaksi yang terjasi antara karakter dan budaya; 2) menggambarkan dengan jelas bagaimana budaya bisa berubah karena karakter atau budaya itu sendiri atau keduanya saling berubah karena relasi yang terjadi.
Gimana? gimana? Udah pada mudeng dikit kan? Udahan ni? Ntar kalo kebanyakan nulis tips, temen-temen malah pada bosen trus jadi nggak ngeh sama trik-trik yang udah diajarkan ke kami (dan saya lanjutkan lagi untuk kita). Semoga masukan-masukan kecil tapi penting seperti ini akan mampu meningkatkan kualitas tulisan kita kedepannya. Amiin. Semangat nulisnya jangan sampai padam yaaaaaa…Salam!



Tampilkan postingan dengan label Review event. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review event. Tampilkan semua postingan

Senin, Oktober 28

Yang Muda Punya Mimpi

Diposting oleh Orestilla di 09.40.00 2 komentar


Begitu dapat kabar Alitt bakal ngadain talkshow di Padang, saya yang notabene bukan lagi seorang mahasiswa langsung tanya sana-sini buat mastiin tanggal dan tempat pelaksanaan. Dan tadaaaa..seneng banget pas dikasih tau kalau masih ada kursi VIP yang tentu saja akan diberi akses lebih mendekati Alitt. Syup. Saya langsung pesan!
Sabtu 26 Oktober, H-1 dengan semangat menggebu-gebu saya berangkat dari Kota Solok. 2 jam perjalanan menuju Padang hanya untuk mengantisipasi agar esok paginya saya tidak terlambat menghadiri talkshow tersebut. Agak sedih sih karena kamar kos yang saya tumpangi, malah ditinggalkan pemiliknya. Iya. Indi yang minggu kemaren juga nggak pulang karena harus “menampung” saya yang ikut seminar #tulisnusantara, sepertinya ogah kalau minggu ini harus nggak ketemu lagi dengan ipuchannya (red- ipuchan itu nama kucing di rumah kami). Oke. Kembali ke keyboard. Saya berangkat ba’da Szuhur dan sampai beberapa menit sebelum jam 4 di kamar kos Indi. Sendirian. Tanpa bekal makanan. Dan parahnya, Indi juga nggak punya stok apa-apa. Sebenernya bisa beli makan keluar sih, tapi berhubung saya sering bego-bego di Padang, saya mengurungkan niat tersebut. Berbekal sebungkus kuaci dan sebatang coklat, saya cukup yakin bahwasanya esok pagi saya akan tetap hidup. Mengisi waktu, saya sengaja membawa Inferno-nya Dan Brown yang baru saya sentuh setengah buku. Sepanjang sore kemudian malam hingga dini hari menjelang, saya dibawa masuk dalam kisah yang Brown suguhkan. Herannya ketika weker-biru-imut kepunyaan Indi menunjukkan pukul 3 dini hari, teman-teman kos-nya masih ribut pake teriak-teriak cam nenek lampir. Saya heran dan penasaran, apa tetangga sebelah menyebelah nggak ada yang protes ya? Sampai Subuh saya nggak bisa tidur karena setiap kali hendak meraih mimpi, jedaaarr..seperti ada petir di siang bolong yang memaksa mata kembali melek melotot dengan hati dongkol setengah mati. Ini gimana bisa bangun pagi kalau kondisi mengenaskan seperti ini? saya membatin setiap kali mereka terbahak.
Selesai shalat Subuh, saya ambil Inferno. Berharap dengan membacanya, saya bisa menghabiskan waktu sebelum fajar hadir menyingsing hari. Namun taktik saya gagal total karena hanya setelah beberapa halaman, saya tertidur. Dan bagusnya, saya bangun sekitar jam 7. Saya kucek mata berkali-kali, sekali lagi memandang handphone dan memastikan bahwa apa yang saya lihat benar. Masih jam 7. Itu berarti saya punya waktu 1 jam untuk mandi, nyuci (indi nggak akan ngasih ampun kalau kos-nya ditumpuki baju-baju kotor), dandan dan melesat ke Auditorium Fakultas Ekonomi UNP, tempat talkshow akan dilaksanakan. Kebetulan saya sudah pinjam motornya Indi jadi bisa ngebut ke kampus kalau waktu pet mepet nantinya. Sembari mendengarkan musik, saya mulai rutinitas pagi itu dengan hati berbunga-bunga karena sebentar lagi bisa nengok langsung mukanya si Alitt. Nanananana. Dan waktu juga ikut berputar. 15 menit sebelum jam 8 saya sudah selesai beberes. Tinggal berangkat dan duduk manis di kursi VIP. Senyam senyum saya keluar dari kamar kos Indi dan melangkah cantik ke arah garasi yang anak-anak kos gunakan untuk parkir motor-motor mereka. Keringat dingin mulai keluar ketika saya menyadari bahwa garasi tersebut masih ditutup, dikunci, digembok! Saya sendiri nggak tau siapa yang punya kuasa memegang kunci-kunci tersebut. Biasanya sih yang paling senior. Tapi siapaaaaaaa..?
Saya melangkah ke kamar sebelah, ada Amel di sana. Kebetulan malam sebelumnya, Amel mendatangi saya dan menawarkan bantuan jika ada yang saya perlukan. Saya ketuk pintu kamar Amel. Agak sungkan karena masih sangat pagi untuk hari Minggu yang pastinya digunakan sebagai hari bermalas-malasan oleh mahasiswa (nggak cuma mahasiswa mungkin ya). Satu kali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tak ada respon. Saya baru ingat kalau mereka mungkin saya baru tidur setelah ajang teriak-teriak, tertawa-tawa, terbahak-bahak semalam. Lagian saya juga tahu kalau Indi memarkir motornya di bagian paaaaaaaling depan. Kalaupun berhasil membuka pintu, saya harus menggeser banyak motor untuk bertemu dan membawa kabur motor Indi. Yasudahlah..saya pasrah dan berniat nyari ojek. 5 menit sebelum jam 8. Saya terbiasa on time dan 5 menit saya rasa cukup untuk menjangkau tujuan dengan tepat waktu. Namun sekali lagi perkiraan saya meleset. Setelah berjalan 5 menit (dan waktu saya habis), saya nggak nemu satu pun bapak-uda-abang-adek ojek. Kaki saya lemes. Satu-satunya jalan keluar berarti jalan kaki. Maka saya bulatkan tekad dan mulai melangkah. Saya jalan cepat, berharap tidak akan terlalu telat karena 10 menit sudah meninggalkan jam 8 pagi. Saya ingat-ingat lagi petunjuk yang Indi berikan. Ini dia yang sering membuat saya malas jika harus menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan di kampus-kampus. Saya pasti akan lebih sering kesasar. Begitulah kira-kira. Dalam perjalanan, saya hubungi Indi. “Iyaaaa..” jawab Indi diseberang sana dengan suara imut-lucu-nya yang baru bangun tidur. “Eh Beb..tau nggak? gue jalan tauk ke kampus. Anak-anak kos belum ada yang bangun.” serobot saya langsung ngadu. “Kenapa nggak dibangunin aja?” tanya Indi (masih ogah-ogahan). “Nggak tau juga mau bangunin siapa. Eh, bangunannya yang pinky-pinky itu kan? Gue udah di depan ni. Terus auditoriumnya yang mana?” tanya saya lagi. “Masuk aja ke dalam. Nanya aja sama mahasiswa yang ada di sana.” jawab Indi. “Oke deh sip. Bye.” putus.
Saya bertambah syok pagi itu karena dihadapkan pada realita baru. Auditoriumnya ada di lantai 4, tanpa lift dan itu berarti saya akan mendaki sekali lagi demi napas ngos-ngosan dan baju yang yaaaa mulai dibanjiri keringat. Hiks. Hiks. Namun sambutan adek-adek panitia membuat hati saya sedikit sumringah. “Bisa lihat tanda pesertanya Kak?” tanya adek cantik yang duduk di meja registrasi. Saya langsung mengeluarkan slip transaksi sebuah atm dari bank tercinta, pertanda bahwa saya sudah setor via bank karena tidak bisa hadir langsung di markas Unit Kegiatan Komunikasi dan Penyiaran Kampus (UKKPK). Karena saya pesan tiket VIP, saya mendapat perlakuan sedikit khusus dan itu menyenangkan. Saya diantar ke bagian depan (dan saya bersyukur sekali karena tidak perlu mencari tempat strategis) dan jamuan untuk saya langsung diantarkan oleh panitia. Yang lebih penting lagi, auditorium ini sangat suejuuuuukkk..kalau saja tidak ada penyejuk ruangan, saya yakin akan keluar dari tempat ini dengan muka kucel cam bebek mau digoreng (emang bebek mau digoreng itu mukanya kucel gitu? NGGAK TAU!). Begitu pantat nempel di kursi, saya bisa bernapas lega kembali. Pertama; Saya tidak terlambat karena acara memang belum dimulai (untung panitia nggak on time). Kedua; Tentu saja Alitt belum muncul. Ketiga; Saya berada persis di depan kursi yang akan diduduki Alitt. Oh bahagianyaaaaaa..(seketika pengen joget tapi nggak enak dengan adek-adek mahasiswa unyu-lucu yang sudah berjubelan di belakang saya).


Sebelum acara dimulai, ada penampilan dari band kampus yang saya nilai cukup baik dan menyuguhkan sesuatu yang sedikit banyak membuat saya terlena (atau ngantuk?). Suara terompetnya itu lo..keren deh. Saya nggak tau ini saxophone atau alto. Hehe. Tapi padanan musik yang mereka hasilkan, gitar-terompet-gendang ditambah suara vokalistnya yang cakep (suaranya ya) itu, memang patut diancungi jempol. Jam 09.05 host talkshow hari itu memasuki ruangan dari arah belakang dan langsung disambut tepuk tangan meriah oleh peserta. Namanya Boy. Penulis buku Origami Hati. Dan saya kecewa karena minggu lalu udah niatan banget nyari buku itu di Gramedia. Sayang, saya gagal. Padahal ada dua kesempatan bertemu penulis muda nan hebat, foto bareng mereka dan minta tanda tangan. Kan nggak asik juga kalau si Boy malah ngasih tanda tangan di baju gitu. Namun mengingat Boy akan sering sekali berada di Padang, saya berpikir masih ada kali yang lain untuk bertemu dan memborbardirnya dengan hal-hal tersebut. Boy anak yang luwes, pinter ngomong dan mencairkan suasana. Tampilan sederhananya cukup mengesankan pada pandangan pertama. Walau badannya kecil, keahliannya dalam menulis jangan dipertanyakan. Buktinya dalam usia muda, Boy sudah berhasil menyabet titel Penulis. Sebuah titel yang menjadi mimpi besar saya yang usianya sudah dalam detik-detik meninggalkan seperempat abad ini. Hiks.

ini dia yang punya musik keren dan suara kece

Boy in action. Penulis Origami Hati. Muda dan berbakat.

Beberapa menit setelah kedatangan Boy, muncul juga lelaki yang saya tunggu-tunggu. Jreng jreng jreng. Alitt juga muncul dari pintu masuk (dari belakang dan sudah saya prediksi) dengan jaket hitam dan topi merah andalannya. Alitt langsung gaya-gayaan seperti seleb yang lagi jalan di red carpet kemudian sembari berlari mulai menyalami satu persatu peserta. Suasana langsung riuh. Wah..acaranya bakalan seru ni. Ucap saya membatin. Tak sengaja saya melihat aksi adek cewek yang duduk di seberang barisan kursi saya. Dia terlihat senang sekali karena sukses menyalami Alitt dan segera “membagikan” cap tangan Alitt tersebut ke teman-temannya yang lain. Buahahahaha. Saya sendiri sih kalem aja lah ya. Karena sesuai janji panitia, saya akan dapat akses pribadi untuk “mendekati” Alitt dan saya senaaaaaanng. Oya, di sebelah saya ada adek yang juga datang jauh-jauh dari Kota Payakumbuh. Sama seperti saya, dia juga sendiri. Kalau saya merasa risih dengan usia “tua” dibandingkan mereka-mereka yang hadir hari itu, si adek (map saya lupa namanya) malah merasa nggak enakan terus karena menjadi yang paling muda di sana. Iya. Dia baru lulus SMA dan sepertinya belum memutuskan untuk kuliah. Alhasil dia kayak yang bingung-bingung gitu kemaren. Kasiaaan. Makanya setiap ada kesempatan ngobrol atau apa, saya selalu ngajakin dia (sekalian nyari temen senasib seperjuangan).
Alitt naik ke panggung dan memulai atraksinya yang bikin peserta nggak berhenti ngakak. Saya sendiri diantara tawa yang seakan tak akan berhenti, mulai berpikir, ini mau talkshow nulis atau nonton Alitt yang tetiba jadi komedian gini ya? Apalagi pas Alitt dance ala JKT 48 gitu. Katanya sih “preman syariah” ini juga mau bikin band bertajuk MTQ 48. Buahaha. Gayamu Litt. Kayaknya kalau ada film komedi, Alitt bisa tu dijadikan pemeran utama. Alitt juga merangkul peserta dengan menyinggung masalah nasi padang sebagai hal terfavorit yang ia cari di kota ini sampai “tenda ceper”. Untuk yang satu ini, saya sedikit kurang suka. Sedih kan kalau orang lain ikut-ikutan tahu dengan sesuatu hal yang seharusnya sudah kita basmi sedari dulu. Bahan lucuan yang satu ini malah menusuk buat saya. Seharusnya juga begitu dengan yang lain. Sedikit tentang tenda ceper. Aktivitas busuk seperti ini akan bisa dihentikan jika kawula muda bertindak tegas, setidaknya pada diri sendiri. Bisa dibayangkan jika fasilitas tersebut tidak ada lagi yang melirik, jika tidak ada anak-anak muda di Padang yang mau lagi mendatanginya, maka dalam hitungan bulan, pengusaha-pengusaha tenda ceper akan segera gulung tikar dan angkat kaki. Sederhana teorinya, namun tampak sangat sulit untuk direalisasikan. 
Oke. Kembali ke keyboard. Dari pertama yang saya lihat, Alitt juga paham sekali memaksimalkan penggunaan panggung. Jadi seluruh peserta merasa diperlakukan secara adil. Karena ada kan beberapa pengisi talkshow atau seminar yang hanya duduk mingkem di kursi yang disediakan. Dan itu berarti hanya peserta yang duduk didepannya saja yang bisa menikmati “aura” si pengisi acara. Bagaimana dengan peserta di sisi yang lain? Bagaimana lagi dengan yang ada di belakang? Mereka pasti akan merasa disisihkan, kecewa dan bisa saja pulang sebelum acara usai. Iya kan? Bisa jadi..bisa jadi.. Makasi banyak juga buat panitia yang udah ngasih pengumuman berharga sebelum Alitt muncul. Apa itu? Umur Alitt! Iya. Selama ini saya sungguh penasaran dengan umurnya dia. Mulai dari pengakuannya yang mulai ospek pas demo-demo lagi gencarnya (ini sekitaran 1998) atau pas dia bilang harga bensin masih Rp 2.000,- (ini mungkin sekitaran tahun 2004 an) atau pas skripsi masih ditulis pake prasasti (ini agak bingung saya). Makanya pas panitia ngomongin itu, saya langsung tersenyum sumringah. Akhirnya. Ketauan lu Litt. Dan saya sengaja akan sebarkan di laman ini. Karena si Alitt ternyata kelahiran 1987 dan sekarang pastinya berumur 26 tahun. Horeeeeeee. Akhirnya ada yang lebih tua dari saya dalam talkshow ini (pengecualian untuk Bapak dosen yaaaa).
Setelah asik-asikan ketawa ketiwi ngomong ngolor ngidul kesana kemari, Alitt memulai bagian penting dan serius seputar dunia penulisan. Dari penjelasan panjang Alitt ada beberapa pesan yang saya rangkum (dan selalu saya lakukan di setiap event untuk saya bagikan pada teman-teman yang belum berkesempatan untuk datang). Ini dia:
1.     Menulis merupakan pengembangan ide yang ada di dalam kepala kita untuk dipindahkan ke media baru.
2.     Menulis akan membuat kita dikenang sepanjang masa. Ingat kan apa yang Pramoedya Ananta Toer bilang? Kurang lebih beliau berkata seperti ini, “Jika suatu hari nanti kita meninggal dunia, kita akan segera dilupakan. Namun jika kita menulis, tulisan-tulisan itu akan berbicara dan kita akan hidup selamanya.” Orang yang sejarahnya akan abadi adalah orang yang mau menulis. Contohnya Ibu Kartini dan Bapak Jendral Soedirman. Maka sebelum ide-ode brilian dari otak kita berlalu pergi, tuliskan secepatnya! Menulis itu laksana merangkai mesin waktu. Saat ini kita bisa saja merangkai kata tentang masa lalu dan membacanya kembali di masa yang akan datang.
3.     Bagaimana caranya menulis? Alitt bilang, “Jika kita sudah mengenal A sampai Z, maka kita akan bisa menulis.” Intinya disini adalah niat dan kemauan untuk memulai. Setelah ada niat, segera laksanakan.
4.     Jika sudah punya tulisan yang bagus, tulisan-tulisan tersebut akan bisa kita jual dengan cara bikin buku, ngeblog, menulis naskah sinetron atau sebagai ghost writer (penulis yang menulis untuk orang lain). Dan pada bagian ini saya tercengang ketika mengetahui income Alitt per bulannya. Untuk satu banner iklan di blog-nya, Alitt dihargai sebanyak 2,5 juta dan pada bulan terakhir ini, Alitt berhasil mendapatkan 6 iklan sekaligus. Itu baru dari blog. Alitt benar-benar mendapatkan banyak keuntungan dari hobi menulisnya. Maka dari itu Alitt bilang seharusnya kegiatan ini dinamakan “writerpreneurship”. Saya setuju! Terkait hal ini teman-teman bisa langsung mengunjungi laman Alitt disini.
5.     Untuk mengasah kemampuan menulis, kita bisa mengikuti berbagai kompetisi nulis. Kalau bagian ini sudah sangat sering saya lakukan. Selain mengharapkan hadiah-hadiahnya (seringkali paket buku tertentu), saya juga bisa menilai sendiri sejauh mana perkembangan tulisan saya dari hari ke hari. Eh eh. Kok malah curhat. Kembali ke keyboard.
6.     Jadi penulis itu, pertama; harus PeDe. Percaya dengan kemampuan kita dan hasil yang akan kita terima. Percaya diri tidak berarti sombong tentunya. Alitt juga mengajarkan -ganti- mengajak teman-teman untuk membuat dream note, catatan impian. Catatan inilah yang nantinya akan memapah langkah kita untuk merengkuh impian-impian yang kita punya. Dan terharu sekali ketika Alitt mengeluarkan dream note yang ia tulis sekitar tahun 2006. Dahsyatnya, poin-poin yang ia tuangkan disana sudah berhasil ia capai. Congrats Litt. Kedua; Mulailah menulis. Bisa dari blog, note di facebook, diary, apa saja. Ketiga; Tambahin jam terbang. Untuk yang satu ini hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu, iya kan? Keempat; Sebarkan. Ketika kita mulai menyebarkan tulisan-tulisan kita ke publik, akan muncul berbagai respon. Bahkan tidak sedikit haters pada akhirnya. Namun percayalah, haters itu sesungguhnya adalah fans fanatik kita karena dengan sukarela akan mencari kesalahan-kesalahan kita sedetail mungkin melebihi fans kita sendiri. Tul? Betuuuuullll. Kelima; Jual. Menjual disini dengan masukin ke penerbit, masukin ke majalah, ikutan lomba dan dapetin iklan seperti yang sudah Alitt lakukan.

Apapun itu, ada sebuah nasehat yang Alitt jadikan pedoman hidup sampai saat ini. “APAPUN YANG KITA LAKUKAN, YANG KITA TEKUNI, PASTI AKAN ADA HASILNYA.” Ketika Alitt mengucapkan hal ini, saya mengaminkan di dalam hati dan berharap dream note saya akan mulai bekerja, membawa saya pada mimpi besar di ujung sana. Alitt bilang setidaknya sediakan waktu minimal 45 menit untuk menulis. Menulis apa saja.
Akhirnya saya ngucapin makasi banyak buat panitia Talkshow Nasional Creative Writing “Yang Muda Punya Mimpi” yang sudah berikan saya dan teman-teman yang lain (peserta hari itu berjumlah 516 orang) kesempatan untuk meramu trik dan tips jitu dari seorang penulis hebat seperti Alitt. Alitt yang dengan kekurangan dalam segala hal, ketidakmungkinan yang diprediksikan orang-orang dan kekelaman hidup di masa lalu, mampu menjadi orang besar dan hebat, setidaknya di depan kita semua yang hadir pada hari itu. Jika Alitt mampu, kita juga harus mampu. Begitu rumusnya. Di kesempatan itu, saya juga bahagia sekali akhirnya bisa bertanya langsung pada Alitt tentang kesulitan yang saya hadapi ketika menulis sekaligus menyampaikan keinginan saya sedari dulu, “menyampaikan salam hormat untuk Mama Atun”. Iya. Dari pertama membaca postingannya tentang mama, membaca narasinya tentang Mama Atun di buku Skripshit, saya ingin sekali menyampaikan pesan itu langsung kepada Alitt dan semuanya terwujud kemaren.
Saya juga kaget sekali ketika dengan baik hatinya, Boy mau membaca naskah saya yang sudah berkali-kali ditolak oleh penerbit. Secepatnya akan saya kirimkan Boy!
Walaupun penuh kesulitan diawalnya, hari itu saya tutup dengan riang gembira. Semoga kelak saya akan dipertemukan dengan penulis-penulis hebat yang lain, seperti Alitt dan Boy.
Salam.
Dan ini dia bonus kebahagiaan yang saya peroleh:

ini ni yang bikin ngiri para peserta :)

adek-adek yang kecipratan hadiah buku Skripshit dari panitia

Alitt Susanto. Salah seorang penulis favorit saya yang ternyata ganteng lo aslinya. Buahaha.

Pesertanya antusias banget. Rame. Kocak. Khas anak muda.

Boy. Penulis yang baik hati dan tidak sombong bagikan ilmu.

His message. So sweet. Thanks Litt :)



Selasa, Oktober 22

#TulisNusantara

Diposting oleh Orestilla di 10.38.00 0 komentar


Minggu 20 Oktober 2013 yang lalu di Aula Imam Bonjol LPMP Universitas Negeri Padang, saya dan puluhan pecinta rangkaian kata mengikuti seminar #TulisNusantara yang diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan NulisBuku dan Plot Point.


yang ikut lumayan banyak kan? berarti Padang masih punya banyak generasi muda yang cinta nulis dan pasti juga cinta baca :)

Acaranya dimulai dari mbak Windy Ariestanty (penulis Life Travelers) dan mas Arief Ash Shiddiq (pengajar workshop dari Plot Point). Ada beberapa poin penting dan beberapa kutipan yang berhasil saya rangkum dan akan saya sampaikan di laman ini. Khususnya untuk teman-teman yang belum berkesempatan hadir. Banyak pertanyaan peserta workshop yang memberikan pencerahan bagi saya yang notabene masih terlalu muda dan amatir dalam hal tulis menulis (Oke.Jangan tanyakan umur saya).


Apa yang penting buat kamu, belum tentu penting buat pembaca [WindyAriestanty]. Kalimat ini menjelaskan pada kita bahwasanya menulis tidak lah hanya memikirkan apa yang kita suka, apa yang kita rasa. Mulailah menjamah keinginan pembaca, apalagi tulisan yang ingin dikomersialkan seperti dalam pengerjaan novel atau menyelesaikan #ProyekNulis dari penerbit ataupun penulis. Simple rumusnya tapi percaya deh SUSAH banget merealisasikannya di dunia nyata. Haha. Tapi ya itu tadi. Setidaknya mulai dari sekarang, saya (kita) akan mencoba berbenah setiap kali jemari menyentuh keyboard. Berbenah ide, berbenah kreativitas dalam menjalin kata agar menjadi kalimat dan selanjutnya narasi yang tidak lagi membosankan di mata pembaca. Keep fightiiiinng.
Bagi teman-teman yang saat ini memiliki sejumlah naskah yang ingin dikirim, ada tips cantik juga dari mbak Windy yang cantik. Sebelum naskah-naskah tersebut dilayangkan ke penerbit atau panitia penyelenggara lomba menulis yang kamu ikuti, ada baiknya naskah-naskah itu dibaca kembali, jangan sampai banyak yang typo, EYD-nya diperbaiki sesuai dengan aturan, dan yang penting endapkan naskah tersebut minimal 3 hari lamanya. Kenapa? Karena biasanya ketika pada hari keempat kita intip lagi, akan ada banyak kesalahan yang tidak kita temui dalam proses penulisan. Simpel? Iya. Coba deh dari sekarang kita kerjakan. Mulai!
Ini bukan masalah teknik tapi lebih pada psikologi penulis. Apa itu? Pujian. Iya. Puja-puji yang biasanya bikin hati kita melonjak girang, sesungguhnya adalah jelmaan dari pedang bermata dua. Jangan terlena oleh pujian yang dilontarkan orang lain ketika membaca tulisan yang berhasil kita lahirkan. Jangan pernah terlena. Ada baiknya pujian tersebut kita jadikan cambuk untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi. Okesipp. Simple? Banget. Terlena saja dilarang, apalagi menyombongkan diri. Jika hari ini naskah kita berhasil dilirik penerbit, di luar sana sudah ada penulis besar yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa. So, diatas langit masih ada langit. Jangan sombong. Allah juga nggak suka lo. Inga. Inga. Tong!


Writing is rewriting. The biggest mistake you can make as a writer is to toil away for months or years on your own, honing your masterpiece in solitude, polishing and repolishing your prose until every word is perfect. The writing process begins when you show your first draft to people and start getting feedback. Beethoven went through 70 drafts of his symphonies. As William Zinsser put it: “Rewriting is where the game is won or lost; rewriting is the essence of writing.


Ada yang ingin menjadi seorang penulis tetapi sayangnya ia malas membaca. Bagaimana tanggapan mbak Windy menyikapi pertanyaan seperti ini? Ini dia jawabannya. “Menulis tanpa membaca hanya akan membuat tulisan kita kering dan tidak akan berkembang.” Dan sebagai seorang penulis, bahagiakah kita akan hal tersebut? Tentu saja tidak. Bahkan jawaban dari pihak NulisBuku.com untuk pertanyaan yang sama lebih membuat saya tertawa terbahak daripada tercengang, “Sulit. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seseorang yang malas membaca buku untuk menjadi penulis yang baik. Maka solusinya adalah dengan membiasakan diri, hati dan pikiran terlebih dahulu untuk membaca. Apapun itu bentuknya. Nggak harus novel ratusan halaman atau sastra berat yang malah akhirnya membuat kita jatuh tertidur. Mulailah dengan bacaan ringan seperti buku kumpulan cerpen. Atau yang lebih gampang lagi, komik. Bagaimana? Bisa kan ya?
Itu dia beberapa hal yang saya catat dari pembicara Windy Ariestanty. Berikutnya mas Arief menjelaskan tentang semesta cerita yang nantinya akan menjadi “suguhan” kita pada pembaca.  Semesta cerita akan menentukan: 1) karakter apa saja yang tumbuh didalamnya; 2) karakter apa yang sulit hidup didalamnya; 3) nilai apa saja yang tumbuh didalamnya (mana yang dominan dan mana yang minoritas). Karakter bisa merubah dunia cerita. Pun begitu sebaliknya. Mau contoh? Ini yang kemaren saya contohkan dalam waktu 1 menit.
“Tania berasal dari keluarga kaya raya. Namun ia hidup boros dan konsumtif. Sekarang ia jatuh miskin dan hidup melarat.”
Paragraf dengan 3 kalimat tersebut memperlihatkan bahwa karakter telah mengubah dunia cerita. Ayo selesaikan paragraf milikmu. Ingat! Hanya dengan 3 kalimat dan waktu 1 menit ya manteman.
Bagi yang ingin mengikuti kompetensi menulis “Merayakan Warna Warni Indonesia” diberikan dua jimat keberuntungan oelh mas Arief. Pertama; gambaran elemen budaya yang meliputi: 1) rituals, traditions, ceremonies; 2) history; 3) architecture, artifact, symbols; dan 4) people and relationship, roles, network. Kedua; membuat cerita dari budaya yang ada juga hendaknya: 1) menceritakan interaksi yang terjasi antara karakter dan budaya; 2) menggambarkan dengan jelas bagaimana budaya bisa berubah karena karakter atau budaya itu sendiri atau keduanya saling berubah karena relasi yang terjadi.
Gimana? gimana? Udah pada mudeng dikit kan? Udahan ni? Ntar kalo kebanyakan nulis tips, temen-temen malah pada bosen trus jadi nggak ngeh sama trik-trik yang udah diajarkan ke kami (dan saya lanjutkan lagi untuk kita). Semoga masukan-masukan kecil tapi penting seperti ini akan mampu meningkatkan kualitas tulisan kita kedepannya. Amiin. Semangat nulisnya jangan sampai padam yaaaaaa…Salam!



 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea