Tampilkan postingan dengan label #30DaysSaveEarth. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #30DaysSaveEarth. Tampilkan semua postingan

Kamis, Oktober 31

#LastDay #30DaysSaveEarth

Diposting oleh Orestilla di 08.45.00 1 komentar


30 hari berlalu. Hari ini tanggal 31 Oktober. Harusnya senang karena besok gajian. Tapi ada satu ruang kosong yang menganga di hati. Serasa akan berpisah dengan sesuatu yang sudah menjadi keseharian. Dalam satu bulan ini, #30DaysSaveEarth menjadi pembuka hari. Begitu sampai dikantor dan menyelesaikan beberapa tanggung jawab yang dinilai cukup urgent, hal berikutnya yang akan saya lakukan adalah membaca postingan-postingan pecinta bumi yang saya cintai dengan hati. Sungguh.


Pertama kali mengikuti event ini, hal pertama yang terlintas adalah mendapatkan hadiah menarik dari Jung dan Uni. Haha. Iya. Ini salah satunya yang selalu menjadi motivasi saya setiap kali mengikuti kompetisi menulis. Apalagi jika hadiah-hadiah itu adalah buku. Siapa coba yang bisa menolak buku hanya dengan satu syarat: mengasah kemampuan sendiri. Bagi saya bagai kejatuhan durian runtuh (walaupun secara pribadi saya nggak suka duren).
Tapi jauh dari perkiraan, apa yang saya dapatkan dalam 30 hari terakhir melebihi mimpi. Iya. Saya diingatkan sekali lagi, bahwasanya Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan ini lah akhirnya, saya memperoleh asupan gizi akan ilmu tentang bumi dan lingkungan. Saya butuh untuk tahu akan semua ini. Kenapa? Karena saya ingin tetap hidup diatas bumi yang asri. Kedepannya, saya ingin anak dan cucu saya juga masih bisa melihat hijaunya bumi saat pagi disapa mentari. Hal berharga yang mungkin saja tak saya temui jika saya tidak singgah di laman Jung dan Uni hari itu. Ada banyak, bahkan sangat banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Mulai dari hal sepele yang dengan mudahnya saya lupakan, sampai hal super besar yang belum terlintas di pikiran saya. 


Tak hanya ilmu, saya pun memperoleh sahabat-sahabat baru. Sahabat yang juga menyisipkan cinta dihatinya untuk bumi dan lingkungan. Kebanyakan dari mereka masih muda (dan saya juga belum tua pastinya), sungguh saya sangat bangga. Bahkan ada yang akhirnya menjadikan saya sebagai tempat curhat, ngobrol kesana kemari sampai pada hal-hal pribadi.
Saya berharap kampanye tulus kita dalam satu bulan ini tak akan mati di kemudian hari. Catat hal baik untuk kita realisasikan dalam kehidupan nyata. Ingat ya teman, lanjutkan dalam tindak nyata. Karena sebanyak apapun kita menulis, tak akan ada artinya bagi bumi jika segalanya hanya berakhir di laman-laman yang kita punya. Mari kita mulai dari diri sendiri, sadarkan keluarga dan teman-teman. Satu langkah kecil kita akan memberikan kontribusi besar untuk dunia. Jika temukan hal buruk? Simpan dan lupakan. Tapi sejauh ini, tak ada hal buruk yang saya temui. Bagaimana denganmu?
Untuk Jung dan Uni, saya ucapkan terima kasih. Ide brilian dan kreatifitas kalian berdua memberikan dampak yang sangat besar untuk jiwa-jiwa muda yang masih peduli dan memiliki nurani untuk menjaga bumi. Saya tunggu gebrakan selanjutnya. Percayalah, jika niat kita baik, kebaikan dan keberhasilan akan diikutsertakan Allah dalam langkah kita nanti. Cinta saya pada bumi dan pada sahabat semua tak akan berakhir saat tanggal di kalender kita, hari dan bulan berganti keesokan hari.
Salam sayang. Salam bumi!



Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Senin, Oktober 28

#day28 #30DaysSaveEarth - Menjawab Jung.

Diposting oleh Orestilla di 11.58.00 0 komentar



Di postingan Jung tadi, di kotak terakhir, si komik jung bertanya, “Demikianlah produk “Power Plant” yang telah saya buat. Ada pertanyaan?”
Dan saya jawab di laman ini.
“Iya Jung. Banyak malah.”
Dari gambar yang ada terlihat kabel melilit pohon kecil yang diarahkan pada sebuah stop kontak. Bagaimana itu caranya bekerja Jung? Apa yang bisa dihasilkan oleh kekuatan tanaman itu?
Iihh..Saya terlalu serius pagi ini. Juuuunngg..ternyata dia lagi main-main dengan sesuatu yang kok malah awalnya saya anggap serius. Ya Tuhan..saya pikir Jung betul-betul menemukan solusi untuk bumi kita dengan kekuatan alam.
Dan pada akhirnya saya malah memikirkan sesuatu yang jauh dari kebenaran logika. Jauh? Iya kalo sejauh yang saya pikirkan sekarang. Tapi mana tau ada engineer-engineer pintar yang bisa merealisasikan mimpi ini. Siapa tau kaaaaan?
Tahun 2050. Ketika bumi telah kehilangan sumber energinya semisal minyak bumi, gas alam..satu-satunya harapan yang tertinggal adalah hamparan luas hutan bumi, hutannya Indonesia. Itu pun tidak lagi selengkap dulu ketika Indonesia masih menghijau dari angkasa sana. Dan hanya Indonesia. Karena di belahan dunia yang lain, hutan nan asri telah mati. Indonesia bertahan karena masih banyak yang peduli akan bumi. Cinta pada lingkungan yang sesungguhnya sedang mati perlahan. Sekelebat muncul isu bahwasanya para peneliti dan ilmuwan mulai melirik Indonesia (hutannya) untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan bumi. Untuk apa? Banyak hal tentunya. Mereka sedang mengembangkan sebuah penemuan baru yang membutuhkan banyak pohon dan tanaman. Mereka akan merongrong tumbuhan-tumbuhan tersebut dari pucuk daun sampai akar yang hidup di kedalaman tanah. Untuk beberapa saat penemuan mereka berhasil luar biasa. Entah teknologi apa yang mereka gunakan, kebutuhan akan listrik, air bersih dan segalanya terpenuhi karena kekuatan pohon. Tapi hanya beberapa tahun setelah itu, setelah pohon-pohon Indonesia mulai meranggas, mereka kehilangan sumber kekuatan. Berikutnya manusia dan hewan bergerak perlahan menuju kematian.
Saya bergidik ngeri. Beberapa hari terakhir karena terbius oleh narasi Dan Brown dalam Inferno, saya sering membayangkan kematian perlahan yang akan dialami manusia karena sudah tidak bisa lagi berkolaborasi dengan alam. Sejujurnya saya takut.
Jung..ayo tanggung jawab!

Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Rabu, Oktober 23

#Day23 #30DaysSaveEarth - Aku Ingin Mati

Diposting oleh Orestilla di 11.32.00 0 komentar
Sudah tahun 2058. Sudah 70 tahun usiaku kini. Kuraba wajahku yang dulu mulus kencang, sekarang keriput disana sini. Kuperhatikan jari jemariku yang dulu sanggup menari indah di atas keyboard menuntaskan puluhan cerpen dalam seminggu, kini jangankan menulis lagi, membersihkan gelas kaca saja sudah menjadi prestasi luar biasa bila aku berhasil membuatnya kembali bersinar tanpa pecah terlebih dahulu. Pandanganku semakin kabur seiring pertambahan umur. Kini tanpa kacamata andalan ini, aku tak bisa lagi mengerjakan apa-apa, membaca apa-apa, melihat apa-apa.
Tubuhku yang sudah ringkih sedang duduk bersandar pada sebuah kursi tua yang berkejaran usianya denganku. Badanku diselimuti rajut wol tebal yang membuatku hangat dan nyaman di dalam ruangan dingin karena air conditionernya diatur maksimal. Aku bingung dengan perawat baru yang dua hari lalu diantar puteriku ke apartemen ini. Dia tidak harus menyelimutiku setiap hari. Bukankah cukup hanya dengan mengatur suhu ruangan saja? Namun aku memilih diam karena berkata-kata lebih banyak dari biasanya hanya membuatku letih.
Mataku menangkap sebuah potret keluarga. 50 tahun silam. Saat mama dan papa masih hidup. Saat aku dan ketiga saudaraku baru beranjak remaja. Kami terlihat bahagia di sana. Memilih taman bunga asri milik mama sebagai latar foto. Rumah kecil kami tampak asri. Pohon pelindung mengelilingi kediaman kami. Hijau, menyegarkan. Bahkan hanya dengan memandangnya dari potret tua ini, aroma menenangkan itu masih bisa terhirup oleh hidung tuaku. Ah. Rindu sekali dengan mereka. Saat ini adik-adikku tengah menikmati masa tua mereka di belahan bumi yang lain. Jarak memisahkan kami. Mereka memilih menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya. Sementara aku yang bulan lalu ditinggalkan kekasih hati - suamiku - tanpa seorang anak pun dari hasil pernikahan kami, memutuskan untuk tinggal di apartemen ini. Sebuah tempat yang selama bertahun-tahun kami gunakan untuk melepas penat dari segala rutinitas.
Jendela apartemenku tak seperti jendela rumah kami di masa lalu. Jendela ini ditutup sempurna, berkaca tebal, mempertontonkan pemandangan mengerikan di luar sana. Setidaknya untukku. Jendela rumah kami di masa lalu terbuat dari kayu, teman papa yang menjadi desainer interiornya. Jendela kayu dengan dua daun yang ketika dibuka pada pagi hari akan mempersembahkan udara dingin nan segar, menyampaikan aroma daun basah. Masih ada tetes embun yang tersisa ketika mentari belum sepenuhnya membara. Namun kini yang ada di depan mataku adalah hal mengerikan yang pernah ada. Kendaraan berseliweran dimana-mana. Ini bukan lagi darat, tetapi sudah menjamah udara. Aku sedang berada di lantai 20 dan sebuah mainan anak berumur 5 tahun sedang mangkal di depan jendela kamarku. Ada seorang balita di dalam sana. Senyumnya membuat bahagiaku membuncah. Ingin memeluknya tapi ia sedang asyik berada dalam mainan terbaru tahun ini yang dikendalikan dan dikontrol orangtuanya dari satu tempat yang tak terdeteksi oleh mataku. Baru saja hendak mendekat kearahnya, mainan itu melesat jauh dari tempatku.
Mataku menatap lama ke depan. Kota besar ini sudah berubah banyak dari tahun ke tahun. Sudah tak ada lagi pohon hidup. Keberadaannya digantikan oleh pohon-pohon listrik yang seakan sedang berayun-ayun ditiup angin. PALSU..! Aku ingat, puluhan tahun yang lalu aku dengan jiwa muda yang masih menggebu-gebu mengikuti sebuah proyek menulis bertema #30DaysSaveEarth. Betapa narasi mampu membuatku sadar bahwa bumi sedang membutuhkan tangan-tangan penuh kepedulian. Maka mulailah aku menaklukkan mimpi dan ambisi kami, menjadikannya nyata, memulainya dari lingkungan keluarga, tetangga, teman-teman. Aku berharap bumi kedepannya akan menjadi lebih baik. Namun langkah kecilku terkalahkan oleh mereka-mereka yang sudah tak lagi peduli. Dengan membabi buta mereka menghancurkan bumi, menancapkan tekhnologi hebat tanpa mengindahkan jeritan bumi. Aku kalah. Bumi mengalah.


Airmataku menetes hebat. Diusia senja, aku tiba-tiba saja ingin kembali menjadi anak 5 tahun seperti gadis kecil tadi. Bukan karena mainan hebatnya. Aku hanya ingin kembali ke kampung halamanku dulu. Yang keindahan surga dunianya masih menancap kuat dalam kenanganku. Aku ingin kembali merasakan betapa sempurnanya siang hari yang sejuk di bawah beringin tua rindang sembari membaca novel-novel favoritku. Aku ingin menginjakkan kaki ke lumpur sawah kemudian berlari di bawah hujan, menyeberangi sungai kecil, bercanda ria bersama teman-teman. Aku ingin menjamah tanah-tanah humus penuh gizi bagi tanaman-tanaman kesayangan kami, menanam bunga bersama mama, lalu mengikuti langkahnya ke arah dapur, belajar darinya agar bisa menciptakan masakan-masakan luar biasa. Dan jika aku tak bisa kembali lagi seperti dulu, doaku kali ini hanya satu. Doa sederhana yang kutitip pada malaikat penjaga agar disampaikannya pada Sang Pencipta. Aku ingin mati. Sekarang juga!

Selasa, Oktober 22

#Day22 #30DaysSaveEarth - Kecepatannya Luar Binasa

Diposting oleh Orestilla di 11.35.00 0 komentar


Kecepatan siapa itu? Luar binasa? Maksudnya ini lebih parah lagi dari luar biasa gitu ya?
Iya. Memang. Pemilik kecepatan luar binasa ini adalah fast food dan junk food. Hah? Maksud ente? Kamu pasti mau nanya itu sama saya kan? Kecepatannya dalam membinasakan bumi, kecepatan dalam menghasilkan sampah terbesar. Tu kan..sampah lagi. Sampah lagi. Lagi-lagi sampah. Masih cinta kan sama bumi? Maka apa saja yang mengganggu bumi akan kita gagal totalkan mulai dari sekarang. Dan pastinya kontributor pertamanya yang harus kita stop mulai dari sekarang. Siapa lagi kalau bukan SAMPAH!

Salah satu penghasil sampah terbesar adalah fast food dan junk food. Saya temukan quote ini ketika membaca blognya Ardi kemaren. Saya sendiri jadi penasaran dan tertantang untuk mengulik lebih banyak lagi tentang hal ini.
Apa bedanya sih kedua makhluk ini?
Junk food sendiri merupakan makanan yang tidak memiliki nilai gizi yang baik atau sering juga disebut makanan sampah. Nah tu. Panggilannya aja udah nyerempet-nyerempet ke sampah. Kan? Kan? Kan? Junk food sama sekali tidak berguna bagi tubuh. Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa jenis junk food yang selalu beredar di pasaran, seperti makanan kaleng, makanan asinan, daging yang diproses dan berlemak serta jeroan, olahan keju, mie instan, makanan-makanan yang mengandung banyak sodium (bagian dari garam), gula (terutama gula buatan/ pemanis), berkolesterol dan lemak jenuh tinggi (merangsang hati untuk memproduksi kolesterol).
Sedangkan fast food seringkali diartikan sebagai makanan yang dikemas, praktis, diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan menit.
Nah. Dua jenis makhluk tadi membutuhkan kemasan yang pada akhirnya menjelma menjadi tumpukan sampah. Suka nongkrong di warung-warung fast food nggak? Bisa dihitung dalam satu kali melancong kesana, ada berapa sampah anorganik yang dihasilkan? Itulah cikal bakal timbunan sampah yang bukannya berkurang malah semakin menggunung. Jadi keliatan sekarang kalo dua makhluk mengerikan ini nggak hanya membinasakan kesehatan kita, tapi juga meluluhlantakkan bumi ini dengan limbah yang ia hasilkan. 


Sebelum mengakhiri rangkaian narasi hari ini, saya pengen berbagi dengan teman-teman semua perihal pengaruh buruk si junk food dan fast food. Check it out.
Junk food/ fast food mempengaruhi tingkat energi kita. Junk food tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar tetap sehat. Sebagai hasilnya, kita mungkin merasa lelah dan kekurangan energi yang kita butuhkan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari. Tingginya tingkat gula dalam makanan cepat saji membuat metabolisme kita menjadi tidak terkendali, ketika kita makan gula halus, pankreas mengeluarkan insulin dalam jumlah yang tinggi untuk mencegah lonjakan berbahaya dalam kadar gula darah. Karena makanan cepat saji dan junk food tidak mengandung jumlah protein dan karbohidrat yang cukup dan baik, kadar gula darah kita akan turun secara tiba-tiba setelah makan, hal ini membuat kita merasa mudah marah-marah dan lelah. Egile. Bisa bikin badmood juga dia ternyata!
Junk food/ fast food berkontribusi terhadap kinerja buruk dan obesitas. Junk food mengandung sejumlah besar lemak dan sebagai lemak terakumulasi dalam tubuh kita, kita akan bertambah berat dan bisa menjadi obesitas. Berat lebih yang kita dapatkan akan semakin mendekatkan kita pada risiko penyakit kronis serius seperti diabetes, penyakit jantung dan arthritis. Kita bahkan bisa mengalami serangan jantung. Tingginya tingkat lemak dan natrium dalam makanan sampah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Diet sodium berlebihan juga dapat memiliki efek negatif pada fungsi ginjal, bahkan menyebabkan penyakit ginjal. Dalam jangka pendek, kita akan merasa lelah dan sulit berkonsentrasi karena tubuh kita mungkin tidak mendapatkan cukup oksigen. Selain bikin badmood, dia juga bisa bikin kita goblok secara perlahan tapi pasti.
Junk food/ fast food bisa merusak hati. Tingginya tingkat lemak dan natrium dalam junk food dan fast food dapat berkontribusi pada penyakit jantung dengan menaikkan kadar kolesterol darah dan berkontribusi terhadap meningkatnya plak arteri. Tingginya tingkat asam lemak trans yang ditemukan dalam makanan sampah dan makanan cepat saji dapat menyebabkan deposito fatty liver yang,dari waktu ke waktu, dapat menyebabkan disfungsi & penyakit hati.
Pengen berpartisipasi aktif untuk menjaga bumi dan lingkungannya? Hayuk atuh mulai dari sekarang kurangi konsumsi junk food dan fast food kita. Enakan juga makan makanan mama di rumah atau makanan hasil olahan sendiri (sekalian belajar masak tu buat yang gadis-gadis). Selain sehat, hemat, secara tidak langsung kita juga telah membantu bumi untuk bernafas sedikit lega. Iya kan?


Cintai bumi maka ia akan mencintai kita dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik lagi. Begitu rumus sederhanyanya. Salam bumi!


Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.  


Tampilkan postingan dengan label #30DaysSaveEarth. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #30DaysSaveEarth. Tampilkan semua postingan

Kamis, Oktober 31

#LastDay #30DaysSaveEarth

Diposting oleh Orestilla di 08.45.00 1 komentar


30 hari berlalu. Hari ini tanggal 31 Oktober. Harusnya senang karena besok gajian. Tapi ada satu ruang kosong yang menganga di hati. Serasa akan berpisah dengan sesuatu yang sudah menjadi keseharian. Dalam satu bulan ini, #30DaysSaveEarth menjadi pembuka hari. Begitu sampai dikantor dan menyelesaikan beberapa tanggung jawab yang dinilai cukup urgent, hal berikutnya yang akan saya lakukan adalah membaca postingan-postingan pecinta bumi yang saya cintai dengan hati. Sungguh.


Pertama kali mengikuti event ini, hal pertama yang terlintas adalah mendapatkan hadiah menarik dari Jung dan Uni. Haha. Iya. Ini salah satunya yang selalu menjadi motivasi saya setiap kali mengikuti kompetisi menulis. Apalagi jika hadiah-hadiah itu adalah buku. Siapa coba yang bisa menolak buku hanya dengan satu syarat: mengasah kemampuan sendiri. Bagi saya bagai kejatuhan durian runtuh (walaupun secara pribadi saya nggak suka duren).
Tapi jauh dari perkiraan, apa yang saya dapatkan dalam 30 hari terakhir melebihi mimpi. Iya. Saya diingatkan sekali lagi, bahwasanya Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan ini lah akhirnya, saya memperoleh asupan gizi akan ilmu tentang bumi dan lingkungan. Saya butuh untuk tahu akan semua ini. Kenapa? Karena saya ingin tetap hidup diatas bumi yang asri. Kedepannya, saya ingin anak dan cucu saya juga masih bisa melihat hijaunya bumi saat pagi disapa mentari. Hal berharga yang mungkin saja tak saya temui jika saya tidak singgah di laman Jung dan Uni hari itu. Ada banyak, bahkan sangat banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Mulai dari hal sepele yang dengan mudahnya saya lupakan, sampai hal super besar yang belum terlintas di pikiran saya. 


Tak hanya ilmu, saya pun memperoleh sahabat-sahabat baru. Sahabat yang juga menyisipkan cinta dihatinya untuk bumi dan lingkungan. Kebanyakan dari mereka masih muda (dan saya juga belum tua pastinya), sungguh saya sangat bangga. Bahkan ada yang akhirnya menjadikan saya sebagai tempat curhat, ngobrol kesana kemari sampai pada hal-hal pribadi.
Saya berharap kampanye tulus kita dalam satu bulan ini tak akan mati di kemudian hari. Catat hal baik untuk kita realisasikan dalam kehidupan nyata. Ingat ya teman, lanjutkan dalam tindak nyata. Karena sebanyak apapun kita menulis, tak akan ada artinya bagi bumi jika segalanya hanya berakhir di laman-laman yang kita punya. Mari kita mulai dari diri sendiri, sadarkan keluarga dan teman-teman. Satu langkah kecil kita akan memberikan kontribusi besar untuk dunia. Jika temukan hal buruk? Simpan dan lupakan. Tapi sejauh ini, tak ada hal buruk yang saya temui. Bagaimana denganmu?
Untuk Jung dan Uni, saya ucapkan terima kasih. Ide brilian dan kreatifitas kalian berdua memberikan dampak yang sangat besar untuk jiwa-jiwa muda yang masih peduli dan memiliki nurani untuk menjaga bumi. Saya tunggu gebrakan selanjutnya. Percayalah, jika niat kita baik, kebaikan dan keberhasilan akan diikutsertakan Allah dalam langkah kita nanti. Cinta saya pada bumi dan pada sahabat semua tak akan berakhir saat tanggal di kalender kita, hari dan bulan berganti keesokan hari.
Salam sayang. Salam bumi!



Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Senin, Oktober 28

#day28 #30DaysSaveEarth - Menjawab Jung.

Diposting oleh Orestilla di 11.58.00 0 komentar



Di postingan Jung tadi, di kotak terakhir, si komik jung bertanya, “Demikianlah produk “Power Plant” yang telah saya buat. Ada pertanyaan?”
Dan saya jawab di laman ini.
“Iya Jung. Banyak malah.”
Dari gambar yang ada terlihat kabel melilit pohon kecil yang diarahkan pada sebuah stop kontak. Bagaimana itu caranya bekerja Jung? Apa yang bisa dihasilkan oleh kekuatan tanaman itu?
Iihh..Saya terlalu serius pagi ini. Juuuunngg..ternyata dia lagi main-main dengan sesuatu yang kok malah awalnya saya anggap serius. Ya Tuhan..saya pikir Jung betul-betul menemukan solusi untuk bumi kita dengan kekuatan alam.
Dan pada akhirnya saya malah memikirkan sesuatu yang jauh dari kebenaran logika. Jauh? Iya kalo sejauh yang saya pikirkan sekarang. Tapi mana tau ada engineer-engineer pintar yang bisa merealisasikan mimpi ini. Siapa tau kaaaaan?
Tahun 2050. Ketika bumi telah kehilangan sumber energinya semisal minyak bumi, gas alam..satu-satunya harapan yang tertinggal adalah hamparan luas hutan bumi, hutannya Indonesia. Itu pun tidak lagi selengkap dulu ketika Indonesia masih menghijau dari angkasa sana. Dan hanya Indonesia. Karena di belahan dunia yang lain, hutan nan asri telah mati. Indonesia bertahan karena masih banyak yang peduli akan bumi. Cinta pada lingkungan yang sesungguhnya sedang mati perlahan. Sekelebat muncul isu bahwasanya para peneliti dan ilmuwan mulai melirik Indonesia (hutannya) untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan bumi. Untuk apa? Banyak hal tentunya. Mereka sedang mengembangkan sebuah penemuan baru yang membutuhkan banyak pohon dan tanaman. Mereka akan merongrong tumbuhan-tumbuhan tersebut dari pucuk daun sampai akar yang hidup di kedalaman tanah. Untuk beberapa saat penemuan mereka berhasil luar biasa. Entah teknologi apa yang mereka gunakan, kebutuhan akan listrik, air bersih dan segalanya terpenuhi karena kekuatan pohon. Tapi hanya beberapa tahun setelah itu, setelah pohon-pohon Indonesia mulai meranggas, mereka kehilangan sumber kekuatan. Berikutnya manusia dan hewan bergerak perlahan menuju kematian.
Saya bergidik ngeri. Beberapa hari terakhir karena terbius oleh narasi Dan Brown dalam Inferno, saya sering membayangkan kematian perlahan yang akan dialami manusia karena sudah tidak bisa lagi berkolaborasi dengan alam. Sejujurnya saya takut.
Jung..ayo tanggung jawab!

Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Rabu, Oktober 23

#Day23 #30DaysSaveEarth - Aku Ingin Mati

Diposting oleh Orestilla di 11.32.00 0 komentar
Sudah tahun 2058. Sudah 70 tahun usiaku kini. Kuraba wajahku yang dulu mulus kencang, sekarang keriput disana sini. Kuperhatikan jari jemariku yang dulu sanggup menari indah di atas keyboard menuntaskan puluhan cerpen dalam seminggu, kini jangankan menulis lagi, membersihkan gelas kaca saja sudah menjadi prestasi luar biasa bila aku berhasil membuatnya kembali bersinar tanpa pecah terlebih dahulu. Pandanganku semakin kabur seiring pertambahan umur. Kini tanpa kacamata andalan ini, aku tak bisa lagi mengerjakan apa-apa, membaca apa-apa, melihat apa-apa.
Tubuhku yang sudah ringkih sedang duduk bersandar pada sebuah kursi tua yang berkejaran usianya denganku. Badanku diselimuti rajut wol tebal yang membuatku hangat dan nyaman di dalam ruangan dingin karena air conditionernya diatur maksimal. Aku bingung dengan perawat baru yang dua hari lalu diantar puteriku ke apartemen ini. Dia tidak harus menyelimutiku setiap hari. Bukankah cukup hanya dengan mengatur suhu ruangan saja? Namun aku memilih diam karena berkata-kata lebih banyak dari biasanya hanya membuatku letih.
Mataku menangkap sebuah potret keluarga. 50 tahun silam. Saat mama dan papa masih hidup. Saat aku dan ketiga saudaraku baru beranjak remaja. Kami terlihat bahagia di sana. Memilih taman bunga asri milik mama sebagai latar foto. Rumah kecil kami tampak asri. Pohon pelindung mengelilingi kediaman kami. Hijau, menyegarkan. Bahkan hanya dengan memandangnya dari potret tua ini, aroma menenangkan itu masih bisa terhirup oleh hidung tuaku. Ah. Rindu sekali dengan mereka. Saat ini adik-adikku tengah menikmati masa tua mereka di belahan bumi yang lain. Jarak memisahkan kami. Mereka memilih menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya. Sementara aku yang bulan lalu ditinggalkan kekasih hati - suamiku - tanpa seorang anak pun dari hasil pernikahan kami, memutuskan untuk tinggal di apartemen ini. Sebuah tempat yang selama bertahun-tahun kami gunakan untuk melepas penat dari segala rutinitas.
Jendela apartemenku tak seperti jendela rumah kami di masa lalu. Jendela ini ditutup sempurna, berkaca tebal, mempertontonkan pemandangan mengerikan di luar sana. Setidaknya untukku. Jendela rumah kami di masa lalu terbuat dari kayu, teman papa yang menjadi desainer interiornya. Jendela kayu dengan dua daun yang ketika dibuka pada pagi hari akan mempersembahkan udara dingin nan segar, menyampaikan aroma daun basah. Masih ada tetes embun yang tersisa ketika mentari belum sepenuhnya membara. Namun kini yang ada di depan mataku adalah hal mengerikan yang pernah ada. Kendaraan berseliweran dimana-mana. Ini bukan lagi darat, tetapi sudah menjamah udara. Aku sedang berada di lantai 20 dan sebuah mainan anak berumur 5 tahun sedang mangkal di depan jendela kamarku. Ada seorang balita di dalam sana. Senyumnya membuat bahagiaku membuncah. Ingin memeluknya tapi ia sedang asyik berada dalam mainan terbaru tahun ini yang dikendalikan dan dikontrol orangtuanya dari satu tempat yang tak terdeteksi oleh mataku. Baru saja hendak mendekat kearahnya, mainan itu melesat jauh dari tempatku.
Mataku menatap lama ke depan. Kota besar ini sudah berubah banyak dari tahun ke tahun. Sudah tak ada lagi pohon hidup. Keberadaannya digantikan oleh pohon-pohon listrik yang seakan sedang berayun-ayun ditiup angin. PALSU..! Aku ingat, puluhan tahun yang lalu aku dengan jiwa muda yang masih menggebu-gebu mengikuti sebuah proyek menulis bertema #30DaysSaveEarth. Betapa narasi mampu membuatku sadar bahwa bumi sedang membutuhkan tangan-tangan penuh kepedulian. Maka mulailah aku menaklukkan mimpi dan ambisi kami, menjadikannya nyata, memulainya dari lingkungan keluarga, tetangga, teman-teman. Aku berharap bumi kedepannya akan menjadi lebih baik. Namun langkah kecilku terkalahkan oleh mereka-mereka yang sudah tak lagi peduli. Dengan membabi buta mereka menghancurkan bumi, menancapkan tekhnologi hebat tanpa mengindahkan jeritan bumi. Aku kalah. Bumi mengalah.


Airmataku menetes hebat. Diusia senja, aku tiba-tiba saja ingin kembali menjadi anak 5 tahun seperti gadis kecil tadi. Bukan karena mainan hebatnya. Aku hanya ingin kembali ke kampung halamanku dulu. Yang keindahan surga dunianya masih menancap kuat dalam kenanganku. Aku ingin kembali merasakan betapa sempurnanya siang hari yang sejuk di bawah beringin tua rindang sembari membaca novel-novel favoritku. Aku ingin menginjakkan kaki ke lumpur sawah kemudian berlari di bawah hujan, menyeberangi sungai kecil, bercanda ria bersama teman-teman. Aku ingin menjamah tanah-tanah humus penuh gizi bagi tanaman-tanaman kesayangan kami, menanam bunga bersama mama, lalu mengikuti langkahnya ke arah dapur, belajar darinya agar bisa menciptakan masakan-masakan luar biasa. Dan jika aku tak bisa kembali lagi seperti dulu, doaku kali ini hanya satu. Doa sederhana yang kutitip pada malaikat penjaga agar disampaikannya pada Sang Pencipta. Aku ingin mati. Sekarang juga!

Selasa, Oktober 22

#Day22 #30DaysSaveEarth - Kecepatannya Luar Binasa

Diposting oleh Orestilla di 11.35.00 0 komentar


Kecepatan siapa itu? Luar binasa? Maksudnya ini lebih parah lagi dari luar biasa gitu ya?
Iya. Memang. Pemilik kecepatan luar binasa ini adalah fast food dan junk food. Hah? Maksud ente? Kamu pasti mau nanya itu sama saya kan? Kecepatannya dalam membinasakan bumi, kecepatan dalam menghasilkan sampah terbesar. Tu kan..sampah lagi. Sampah lagi. Lagi-lagi sampah. Masih cinta kan sama bumi? Maka apa saja yang mengganggu bumi akan kita gagal totalkan mulai dari sekarang. Dan pastinya kontributor pertamanya yang harus kita stop mulai dari sekarang. Siapa lagi kalau bukan SAMPAH!

Salah satu penghasil sampah terbesar adalah fast food dan junk food. Saya temukan quote ini ketika membaca blognya Ardi kemaren. Saya sendiri jadi penasaran dan tertantang untuk mengulik lebih banyak lagi tentang hal ini.
Apa bedanya sih kedua makhluk ini?
Junk food sendiri merupakan makanan yang tidak memiliki nilai gizi yang baik atau sering juga disebut makanan sampah. Nah tu. Panggilannya aja udah nyerempet-nyerempet ke sampah. Kan? Kan? Kan? Junk food sama sekali tidak berguna bagi tubuh. Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa jenis junk food yang selalu beredar di pasaran, seperti makanan kaleng, makanan asinan, daging yang diproses dan berlemak serta jeroan, olahan keju, mie instan, makanan-makanan yang mengandung banyak sodium (bagian dari garam), gula (terutama gula buatan/ pemanis), berkolesterol dan lemak jenuh tinggi (merangsang hati untuk memproduksi kolesterol).
Sedangkan fast food seringkali diartikan sebagai makanan yang dikemas, praktis, diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan menit.
Nah. Dua jenis makhluk tadi membutuhkan kemasan yang pada akhirnya menjelma menjadi tumpukan sampah. Suka nongkrong di warung-warung fast food nggak? Bisa dihitung dalam satu kali melancong kesana, ada berapa sampah anorganik yang dihasilkan? Itulah cikal bakal timbunan sampah yang bukannya berkurang malah semakin menggunung. Jadi keliatan sekarang kalo dua makhluk mengerikan ini nggak hanya membinasakan kesehatan kita, tapi juga meluluhlantakkan bumi ini dengan limbah yang ia hasilkan. 


Sebelum mengakhiri rangkaian narasi hari ini, saya pengen berbagi dengan teman-teman semua perihal pengaruh buruk si junk food dan fast food. Check it out.
Junk food/ fast food mempengaruhi tingkat energi kita. Junk food tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar tetap sehat. Sebagai hasilnya, kita mungkin merasa lelah dan kekurangan energi yang kita butuhkan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari. Tingginya tingkat gula dalam makanan cepat saji membuat metabolisme kita menjadi tidak terkendali, ketika kita makan gula halus, pankreas mengeluarkan insulin dalam jumlah yang tinggi untuk mencegah lonjakan berbahaya dalam kadar gula darah. Karena makanan cepat saji dan junk food tidak mengandung jumlah protein dan karbohidrat yang cukup dan baik, kadar gula darah kita akan turun secara tiba-tiba setelah makan, hal ini membuat kita merasa mudah marah-marah dan lelah. Egile. Bisa bikin badmood juga dia ternyata!
Junk food/ fast food berkontribusi terhadap kinerja buruk dan obesitas. Junk food mengandung sejumlah besar lemak dan sebagai lemak terakumulasi dalam tubuh kita, kita akan bertambah berat dan bisa menjadi obesitas. Berat lebih yang kita dapatkan akan semakin mendekatkan kita pada risiko penyakit kronis serius seperti diabetes, penyakit jantung dan arthritis. Kita bahkan bisa mengalami serangan jantung. Tingginya tingkat lemak dan natrium dalam makanan sampah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Diet sodium berlebihan juga dapat memiliki efek negatif pada fungsi ginjal, bahkan menyebabkan penyakit ginjal. Dalam jangka pendek, kita akan merasa lelah dan sulit berkonsentrasi karena tubuh kita mungkin tidak mendapatkan cukup oksigen. Selain bikin badmood, dia juga bisa bikin kita goblok secara perlahan tapi pasti.
Junk food/ fast food bisa merusak hati. Tingginya tingkat lemak dan natrium dalam junk food dan fast food dapat berkontribusi pada penyakit jantung dengan menaikkan kadar kolesterol darah dan berkontribusi terhadap meningkatnya plak arteri. Tingginya tingkat asam lemak trans yang ditemukan dalam makanan sampah dan makanan cepat saji dapat menyebabkan deposito fatty liver yang,dari waktu ke waktu, dapat menyebabkan disfungsi & penyakit hati.
Pengen berpartisipasi aktif untuk menjaga bumi dan lingkungannya? Hayuk atuh mulai dari sekarang kurangi konsumsi junk food dan fast food kita. Enakan juga makan makanan mama di rumah atau makanan hasil olahan sendiri (sekalian belajar masak tu buat yang gadis-gadis). Selain sehat, hemat, secara tidak langsung kita juga telah membantu bumi untuk bernafas sedikit lega. Iya kan?


Cintai bumi maka ia akan mencintai kita dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik lagi. Begitu rumus sederhanyanya. Salam bumi!


Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.  


 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea