Senin, September 30

Kekristenan mereka menguatkan keislamanku

Diposting oleh Orestilla di 09.34.00 0 komentar

Diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan di salah satu perguruan tinggi kedinasan yang merangkum seluruh putera-puteri bangsa dari seluruh penjuru nusantara adalah sebuah hadiah terindah dari Allah yang sebelumnya tak pernah mampir dalam hidupku walau hanya dalam mimpi. Ada banyak kenangan yang berhasil kami ukir disana, sebuah cerita yang mungkin saja tak akan bisa kubagi disini bila tak pernah menjajaki tempat tersebut.
Disana pula lah aku bertemu dengan ratusan bahkan ribuan orang dengan pola pikir, budaya, agama dan kebiasan hidup yang berbeda. Aku yang lahir dan tumbuh di daerah dengan kultur budaya “barat” yang hanya dengan berkata dengan intonasi cukup keras saja sudah dianggap kasar, mau tidak mau harus berbagi satu ruangan dengan teman-teman baru dari “timur” Indonesia yang mungkin saja beranggapan bahwa bicara dengan intonasi sekeras apapun bukan sebuah permasalahn besar asal tidak diniatkan untuk menyakiti perasaan orang lain.
Perbedaan itulah yang akan kuceritakan disini. Bukan untuk menghakimi suku atau agama manapun. Namun untuk menyadarkan banyak pihak di luar sana, bahwa perbedaan yang kita punya adalah sebuah harta berharga yang apabila mampu kita kelola dengan baik akan mendatangkan kebaikan bagi negeri Indonesia yang kita cintai ini.
Berbagi ruangan berukuran sekitar 5 x 10 meter dengan 12 orang yang memiliki agama dan budaya yang berbeda, pada awalnya memang sangat sulit. Bagaimana tidak? Mulai dari kesulitan mengartikan bahasa daerah masing-masing, bingung dengan ritual ibadah agama teman yang lain serta banyak hal-hal kecil yang menjelma menjadi sebuah tanda tanya besar.
Aku seorang muslimah yang berasal dari Kota Solok Propinsi Sumatera Barat. Ada empat orang teman yang saat itu memeluk agama yang berbeda denganku. Mereka adalah Eriftora Kolimon dari Nusa Tenggara Timur, Eva Julita Pandjaitan yang berasal dari Kalimantan Timur walaupun ia memiliki darah batak, Mareska Karamoy dari Sulawesi Utara dan Marianti Valenti Jaya dari Papua.
Jujur, terbersit beberapa prasangka buruk ketika pertama kali kenal dengan mereka. Kekuranganku sebagai seorang manusia biasa. Sebagai seorang gadis yang tak pernah bersosialisasi di luar zona nyamanku. Sebagai seorang anak yang sedang mencari jati diri dan dihadapkan pada sebuah realita yang belum pernah kutemui di tempat kelahiranku.
Eriftora Kolimon. Pembawaannya yang pendiam dan jarang bicara, membuatku berpikir bahwa ia menarik diri dari pergaulan. Apakah ia tidak berminat untuk berteman denganku? Marianti yang selalu keras dalam menyampaikan apa yang ia pikirkan juga melahirkan sebuah pemikiran padaku waktu itu bahwa memang seperti itulah orang Papua, kasar dan tidak bersahabat. Lain halnya dengan Mareska. Mareska yang centil dan sangat tergila-gila pada warna merah jambu, membuatku sering berceletuk di dalam hati, apakah begini cara orang-orang disana mendidik anak gadisnya? Tenggelam dalam jiwa konsumerisme yang tinggi. Sedangkan untuk seorang Eva yang berdarah Batak namun sangat lembut, juga membuatku mempertanyakan kembali jiwa “ke-batak-annya”.
Namun waktu menjawab kesalahpahaman yang kuciptakan sendiri. Seiring berjalannya waktu aku menyadari bahwa dibalik tipikal diam dan seriusnya Erif, dia memiliki jiwa sosialisasi yang sangat tinggi. Erif tak pernah berkeberatan untuk membantuku dalam menghadapi kesulitan belajar. Marianti dengan sikapnya yang keras dan tegas juga tak pernah berpura-pura baik hanya untuk mendapatkan simpati dariku, ia sangat terbuka. Mareska yang dulu bagiku sangat kekanak-kanakkan ternyata mampu menjelma menjadi seorang dewasa yang akan memberikan nasehat berharga bila aku dirundung masalah. Sedangkan Eva adalah seorang gadis Batak lembut pertama yang pernah kutemui, ia sangat baik dan tak pernah berpikir dua kali untuk membantu orang lain.
Satu hal yang menjadi pembelajaran berharga bagiku adalah ketaatan mereka dalam beribadah. Aku yang terkadang lupa berdoa sebelum memulai hari seperti ditampar ketika melihat mereka dengan khusyuknya berdoa di tempat tidur masing-masing walaupun setiap harinya kami berpacu dengan waktu. Mereka juga sering mengingatkan kami ketika waktu shalat datang. Mereka juga tak segan-segan menjadi alarm setiap kali sahur di bulan suci Ramadhan. Bahkan tak jarang mereka juga ikut makan bersama kami. Mereka melakukannya dengan ketulusan dan tanpa mengharap imbalan. Kekristenan mereka menguatkan keislamanku. Aku berusaha untuk menjadi hamba Allah yang lebih taat setelah itu. Aku bangga memiliki sahabat-sahabat terbaik seperti mereka. Dan tulisan ini adalah dedikasi tertinggi yang mampu aku persembahkan untuk sahabat-sahabat yang sudah 4 tahun ini tak lagi bisa kutemui. Aku sangat merindukan mereka. Dan berharap semoga persahabatan lintas iman, lintas suku dan lintas budaya yang kami punya memiliki andil dalam menyatukan bangsa kita. Aamiin.


*Tulisan ini diikutsertakan dalam #ProyekNulis buku #Dialog100 dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional pada tanggal 16 November 2013 mendatang.

Jumat, September 13

Wanita Penghantar Pernikahan #Part2

Diposting oleh Orestilla di 08.51.00 0 komentar


Resti gundah gulana karena baru saja ditinggal pergi kekasihnya tanpa alasan pasti. Lelaki itu meninggalkannya begitu saja ketika cinta masih melekat hebat tepat dihatinya. Resti bak kehilangan tempat untuk bersandar. Hari-harinya berlalu dalam kelu. Resti tak menampik bahwa hatinya masih mendamba sang lelaki. Walau untuk memilikinya kembali hanya bagaikan mimpi abadi. Resti tak akan pernah bangun dari mimpinya, dan segalanya tak akan pernah menjadi nyata.

Dalam kegalauan hati itulah ia bertemu dengan Ari. Lelaki baru yang tertaut umur dua tahun diatasnya. Ari dengan sikapnya yang luwes, kata-katanya yang mengundang tawa, dan kecintaannya pada segala hal yang juga dicintai Resti, menempatkannya di sebuah pojok istimewa di hati Resti. Hari-hari berikutnya mereka lalui dengan penuh suka. Dengah kesibukannya masing-masing, Resti dan Ari selalu meluangkan waktu -yang walaupun singkat- hanya untuk sekedar berbagi hal apa pun yang mereka temui hari itu. Ada kalanya Ari mengajak Resti untuk melancong ke sebuah tempat rental dvd, memilihkan tontonan-tontonan seru atau terkadang merekomendasikan beberapa buku yang pada akhirnya membuat Resti tergila-gila pada jenis bacaan berat yang dulu tak pernah ia sentuh. Ketika pulang dalam sebuah perjalanan “rahasia” yang ia lakukan, Ari menghadiahkan beberapa batang coklat, makanan favorit Resti. Kudapan manis ini bagi Resti bagaikan sebuah obat pelipur lara dari segala macam masalah yang mendera. Rumusnya: Masalah + Coklat = Bahagia. Rumus aneh yang ia sendiri tak pahami, namun berlaku benar dalam kenyataannya. Hari menjadi minggu untuk kemudian berganti bulan, mereka menjelmakan hubungan yang mereka awali dengan sebuah ketidaksengajaan menjadi satu persahabatan yang mendatangkan bahagia bagi keduanya.

Namun sedari awal Resti sudah memblokir hatinya sendiri untuk tidak jatuh cinta pada sahabat barunya itu. Karena dari awal pun Ari secara tak langsung sudah memproklamirkan keterikatannya pada seorang hawa, wanita istimewa yang sudah menempati hatinya. Resti menyadari itu dengan sangat, bahwa ia tak akan pernah menjamah tempat “terlarang” itu. 

Pertemuan ada karena perpisahan juga tak bisa disangkal keberadaannya. Memadu persahabatan dengan lelaki yang sudah mengikrarkan janji pada wanita lain, mengharuskan Resti untuk bersiap-siap kehilangan. Kehilangan tawa Ari yang meledak-ledak ketika larut malam mereka habiskan via telepon genggam, kehilangan serapah Ari yang selalu menafsirkan tingkah laku Resti yang selalu lain dari manusia normal lainnya, kehilangan nasehat berharga yang seringkali Ari lontarkan ketika Resti menghujaninya dengan curahan-curahan hati, kehilangan suara Ari yang menentramkan ketika pada malam-malam tertentu Ari mendongeng kisah-kisah seru untuknya, kehilangan momen-momen tergila yang mereka lalui berdua. Seminggu sebelum pernikahannya, Ari masih berusaha untuk berlaku sama seperti yang lalu. Namun resti tau dalam diamnya bahwa Ari hanya tak ingin membuatnya bersedih, membuatnya benar-benar kehilangan. Walau setelah ia benar-benar menikah, Ari tak pernah lagi menjamah hidupnya dengan bahagia. Ari telah pergi dan ia tak akan lagi pernah kembali. Dalam kesendiriannya, ada satu hal yang tak pernah disadari Resti, ia sebenarnya telah jatuh cinta, jatuh pada waktu dan orang yang salah. Jatuh karena kebodohannya sendiri. Dan ia sadar, sama seperti lelaki yang dulu pernah meninggalkannya, Resti hanya berperan sebagai wanita penghantar pernikahan.


Rabu, September 11

Surat cinta untuk 18

Diposting oleh Orestilla di 08.20.00 0 komentar


Dear 18 tercinta,

Apa kabar saudara? Semoga Tuhan dan semesta-Nya selalu menghadiahkan kebahagiaan untuk kita. Aamiin.

Jika dengan menonton tayangan Pengukuhan Pamong Praja Muda Angkatan 20 kemaren saja mampu membuncahkan rindu mendalam kita akan kesatriaan, bagaimana mungkin tanggal sakral ini akan hilang dari ingatan? 4 tahun sudah. 10,11,12 September 2009 adalah puncak seluruh perjuangan dan pengorbanan kita semua. Evolet, wisuda dan pengukuhan pamong praja muda menjadi rangkaian peristiwa mengharu biru yang tak akan pernah punah dilahap sang waktu. Ya. Lagi-lagi bicara rindu.

Masih ada yang telat apel pagi ini? Tentunya di pelosok nusantara ini, tak lagi kita temui Pak Sukoi yang hanya dengan memandangnya dari kejauhan saja sudah menciutkan ratusan nyali untuk bertindak gegabah melanggar aturan.

Masih ada yang telat makan pagi? Kemudian memilih mie rebus instan yang dimasak sederhana dengan bantuan heater hasil iuran satu petak itu? Haha. Mungkin sudah tidak lagi. Karena hampir separuh jumlah angkatan kita sudah punya “tukang masak” pribadi dirumahnya sendiri.

Masih ada yang suka curi-curi pandang di kala apel pagi gabungan? Jangan. Ingat istri dan suami dirumah dong. Haha. Ada yang masih suka telponan di tengah malam? Bahkan kuntilanak saja bisa tidur nyaman, sementara sebagian besar dari kita malah memilih untuk berbisik-bisik di bawah selimut masing-masing.  Hihi. Udah nggak lagi lah ya. Udah pada punya “alarm” pribadi juga yang tiap malam bisa ngomong langsung tanpa perantara, “Met bobok sayang. Mimpi indah.” *kecup* sudah..sudah..sudah..paragraf ini harusnya disensor pemirsa :D

Ah. Bicara rindu hanya menambah kelu. Ayo yang kemaren semangat bikin reunian. Jangan sampai 2018 besok terlewatkan begitu saja. Biar tangan bisa saling menggenggam lagi dan derai tawa meningkahi kekonyolan kita nanti.

18-ku tercinta, salam rindu dan peluk cium untuk kalian semua.
Orestilla.


Senin, September 9

Aleph - Paulo Coelho

Diposting oleh Orestilla di 08.06.00 4 komentar


Oke. Buku pertama yang akan kita bahas adalah Aleph, tarikan pena sang legenda Paulo Coelho. Ada beberapa alasan mengapa saya menjadikan buku ini buku perdana yang akan saya angkat di laman istimewa ini, padahal sudah ada beberapa buku Paulo Coelho yang saya lahap sebelumnya. Ya. Sekali lagi saya jatuh cinta pada kata pertama yang ia gunakan. Masih ingat bagaimana jatuhnya cinta saya pada tarian tangan Hamka? Kali ini Paulo melakukan hal yang sama. Haha. Dan kedepannya, tak ada yang tahu, siapa saja yang akan membius saya dengan cinta seperti ini lagi. Kita tunggu saja.

Aleph. Membaca kata ini sedari awal sudah meninggalkan tanda tanya besar. Apa itu aleph? Bukan hal biasa yang sering melintas di pendengaran kita bukan? Baiklah. Mengutip halaman 93 dari buku ini, aleph sendiri berarti titik dimana segala sesuatu berada di tempat serta waktu yang sama. Sedangkan di halaman 125, dalam istilah tekhnis Aleph berarti “bilangan yang mengandung semua bilangan”. Masih bingung? Sama. Saya juga merasakan hal serupa bahkan sampai tangan saya membolak balik halaman dengan 3 digit angka, saya masih belum menemukan kecocokan jiwa dengan hamparan narasi yang ada tepat di depan mata. Bahkan kalau boleh jujur, saya sempat meninggalkannya untuk kemudian berpaling pada novel lain yang tak berstruktur serumit hantaran Paulo. Namun pada akhirnya, cinta pada pandangan pertama memang terlalu sulit untuk dilupakan. Dan jadilah saya mengakhirinya dengan senyum penuh kemenangan setelah berkutat hampir 8 jam hanya untuk 312 halaman. Haha. 

Paulo memang tak membutuhkan tokoh lain dalam buku ini. Ia tak perlu mengkhayalkan jutaan nama untuk diangkat dan dijadikan tokoh sentral dalam ciptaannya. Paulo sendiri lah yang menjadi tokoh utama dalam Aleph. Sesuatu yang mungkin tak dilakukannya pada bukunya yang lain (ataukah ada? mungkin saya yang belum menemukannya). Aleph sendiri lebih pada cerita perjalanan panjang Paulo dalam pencarian jawaban akan masa lalu yang menghantuinya hingga ke masa kini bahkan mungkin saja mengancam masa depannya. Seperti perjalanan batin yang mengangkat topik reinkarnasi, persinggahan ke masa lalu dan penuntasannya yang penuh polemik. Perjalanan yang ia lakukan selama hampir 2 minggu lamanya dengan menggunakan jalur kereta api Trans-Siberia sejauh 9.288 kilometer, yang menghubungkan ratusan kota besar dan kecil, melintasi 76 persen Rusia dan melewati tujuh zona waktu berbeda. Its so amazing, right?

Keberadaan Tuhan pun tak dilewatkan Paulo dalam setiap cerita yang ia kisahkan. Walaupun saya seorang muslimah, saya merasa tak terganggu sama sekali dengan titik nilai ibadah kekristenan yang ia jabarkan. Sungguh saya belajar banyak darinya. Membuat saya secara pribadi semakin mencintai Allah SWT, Sang Pemilik Semesta.

Oiya, yang tak kalah pentingnya..kebiasaan saya yang suka sekali menandai kalimat-kalimat ampuh di setiap buku yang saya baca, membuat saya memiliki banyak kalimat yang kemudian saya rangkum dan ingin saya bagikan. Karena saya pikir tak akan ada hebatnya bila seluruh cerita Aleph saya tuntaskan disini. Jika masih penasaran, ayo cari bukunya. Hehe. Ini dia petikan-petikan kata yang cukup membuat saya tergugah dan yaaa setidaknya menjadi alasan mengapa saya bisa jatuh cinta berkali-kali pada karyanya Paulo Coelho.

 
Bukan apa yang kaulakukan di masa lalu yang akan mempengaruhi masa sekarang. Apa yang kaulakukan sekaranglah yang akan menebus masa lalu dan mengubah masa depan [page 21 of 312]

Tidak ada kehidupan yang lengkap tanpa sentuhan kegilaan [page 44 of 312]

Satu-satunya hal yang kita capai dengan membalas dendam adalah membuat diri kita sama dengan musuh-musuh kita, sementara dengan memaafkan, kita menunjukkan kebijaksanaan dan kecerdasan [page 83 of 312]

Ini yang Paulo sampaikan tentang bagaimana ia menggambarkan cintanya pada sang istri: “kami bagai dua awan dan sekarang kami satu. Kami tadinya dua kubus es batu yang kemudian meleleh karena matahari dan menjadi aliran air yang sama” [page 104 of 312] so sweettt..

Mereka bisa saja hanya bertemu sekali dan mengucapkan selamat tinggal selamanya hanya karena mereka tidak melewati titik nyata yang memicu terjadinya ledakan sesuatu yang membuat mereka bertemu di dunia ini. Jadi mereka berpisah tanpa pernah memahami kenapa mereka bertemu [page 119 of 312]

Cinta adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita, terlepas dari kesalahan apa pun yang akan kita buat. Cinta selalu lebih kuat [page 129 of 312]

Siapa pun yang mengenal Tuhan tidak dapat menggambarkan-Nya. Siapa pun yang dapat menggambarkan Tuhan tidak mengenal-Nya [page 134 of 312]

Kita menderita pada masa lalu, mencintai pada masa lalu, menangis dan tertawa pada masa lalu, namun itu tidak berguna pada masa kini [page 138 of 312]

Butuh usaha keras untuk membebaskan dirimu dari kenangan, namun begitu kau berhasil, kau mulai menyadari bahwa kau mampu mencapai lebih dari yang bisa kau bayangkan [page 140 of 312]

Hanya seseorang yang mampu berkata ‘aku cinta padamu’ yang sanggup berkata ‘aku memaafkanmu’ [page 238 of 312]

Cinta tanpa nama dan tanpa penjelasan, seperti sungai yang tidak bisa menjelaskan kenapa ia mengikuti alur tertentu dan hanya terus mengalir. Cinta yang tidak meminta dan memberikan apa-apa; sungai yang hanya hadir, apa adanya [page 248 of 312]. (red- dan entah karena apa, ketika membaca kalimat ini, yang hadir pertama dalam ingatan saya adalah lantunan ini: “aku mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu pada api yang menjadikannya abu. Aku mencintaimu dengan sederhana seperti awan pada angin yang menjadikannya tiada”)

Mungkinkah menjauhi jalan yang telah digariskan Tuhan? Mungkin saja, tapi itu selalu salah. Mungkinkah menghindari rasa sakit? Mungkin saja, tapi kau tidak akan pernah belajar apa-apa. Mungkinkah mengenal sesuatu tanpa pernah mengalaminya? Mungkin saja, namun hal itu tidak akan pernah menjadi bagian darimu [page 276 of 312]

Kadang kau harus berkelana sampai jauh untuk menemukan apa yang sesungguhnya berada didekatmu [page 292 of 312]

Puncaknya adaah sebuah lantunan doa yang dibacakan oleh Hilal (perempuan dua puluh satu tahun yang menjadi cintanya Paulo dikehidupan sebelumnya, perempuan yang dipertemukan Tuhan kembali dengannya karena takdir, menjemput bagian akhir dari cerita masa lalu yang mereka rengkuh melalui Aleph. Doa ini terlihat seperti sebuah puisi yang menyihir saya ketika membacanya. Pilihan kata sederhana dengan makna tersirat yang mengangkasa. Doa (red-bagi saya tetap terlihat seperti puisi) ini ada di halaman 184. Begini bunyinya:

“Aku memaafkan air mata yang harus kutumpahkan,
aku memaafkan rasa sakit dan semua kekecewaan,
aku memaafkan semua pengkhianatan serta kebohongan,
aku memaafkan semua fitnah dan tipu-muslihat,
aku memaafkan kebencian serta penganiayaan,
aku memaafkan pukulan-pukulan yang melukaiku,
aku memaafkan impian-impian yang rusak,
aku memaafkan harapan-harapan yang mati sebelum waktunya,
aku memaafkan permusuhan serta kecemburuan,
aku memaafkan ketidakpedulian dan niat jahat,
aku memaafkan ketidakadilan yang dijalankan atas nama keadilan,
aku memaafkan kemarahan serta kekejaman,
aku memaafkan kelalaian dan sikap menghina,
aku memaafkan dunia dan semua kejahatannya.
Aku memiliki kemampuan mencintai, terlepas dari apakah aku balas dicintai,
kemampuan memberi, bahkan saat aku tidak punya apa-apa,
kemampuan bekerja dengan bahagia, bahkan ditengah kesulitan-kesulitan,
kemampuan mengulurkan tangan, bahkan saat aku benar-benar sendirian dan diabaikan,
kemampuan untuk mengusap air mata, bahkan saat aku menangis,
kemampuan percaya, bahkan saat tidak seorang pun percaya padaku.

So, dari sekian banyak petikan kalimat yang saya sajikan, mana yang kamu suka? Keren kan teman? You must read this book. Recommended..!!!

Senin, September 30

Kekristenan mereka menguatkan keislamanku

Diposting oleh Orestilla di 09.34.00 0 komentar

Diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan di salah satu perguruan tinggi kedinasan yang merangkum seluruh putera-puteri bangsa dari seluruh penjuru nusantara adalah sebuah hadiah terindah dari Allah yang sebelumnya tak pernah mampir dalam hidupku walau hanya dalam mimpi. Ada banyak kenangan yang berhasil kami ukir disana, sebuah cerita yang mungkin saja tak akan bisa kubagi disini bila tak pernah menjajaki tempat tersebut.
Disana pula lah aku bertemu dengan ratusan bahkan ribuan orang dengan pola pikir, budaya, agama dan kebiasan hidup yang berbeda. Aku yang lahir dan tumbuh di daerah dengan kultur budaya “barat” yang hanya dengan berkata dengan intonasi cukup keras saja sudah dianggap kasar, mau tidak mau harus berbagi satu ruangan dengan teman-teman baru dari “timur” Indonesia yang mungkin saja beranggapan bahwa bicara dengan intonasi sekeras apapun bukan sebuah permasalahn besar asal tidak diniatkan untuk menyakiti perasaan orang lain.
Perbedaan itulah yang akan kuceritakan disini. Bukan untuk menghakimi suku atau agama manapun. Namun untuk menyadarkan banyak pihak di luar sana, bahwa perbedaan yang kita punya adalah sebuah harta berharga yang apabila mampu kita kelola dengan baik akan mendatangkan kebaikan bagi negeri Indonesia yang kita cintai ini.
Berbagi ruangan berukuran sekitar 5 x 10 meter dengan 12 orang yang memiliki agama dan budaya yang berbeda, pada awalnya memang sangat sulit. Bagaimana tidak? Mulai dari kesulitan mengartikan bahasa daerah masing-masing, bingung dengan ritual ibadah agama teman yang lain serta banyak hal-hal kecil yang menjelma menjadi sebuah tanda tanya besar.
Aku seorang muslimah yang berasal dari Kota Solok Propinsi Sumatera Barat. Ada empat orang teman yang saat itu memeluk agama yang berbeda denganku. Mereka adalah Eriftora Kolimon dari Nusa Tenggara Timur, Eva Julita Pandjaitan yang berasal dari Kalimantan Timur walaupun ia memiliki darah batak, Mareska Karamoy dari Sulawesi Utara dan Marianti Valenti Jaya dari Papua.
Jujur, terbersit beberapa prasangka buruk ketika pertama kali kenal dengan mereka. Kekuranganku sebagai seorang manusia biasa. Sebagai seorang gadis yang tak pernah bersosialisasi di luar zona nyamanku. Sebagai seorang anak yang sedang mencari jati diri dan dihadapkan pada sebuah realita yang belum pernah kutemui di tempat kelahiranku.
Eriftora Kolimon. Pembawaannya yang pendiam dan jarang bicara, membuatku berpikir bahwa ia menarik diri dari pergaulan. Apakah ia tidak berminat untuk berteman denganku? Marianti yang selalu keras dalam menyampaikan apa yang ia pikirkan juga melahirkan sebuah pemikiran padaku waktu itu bahwa memang seperti itulah orang Papua, kasar dan tidak bersahabat. Lain halnya dengan Mareska. Mareska yang centil dan sangat tergila-gila pada warna merah jambu, membuatku sering berceletuk di dalam hati, apakah begini cara orang-orang disana mendidik anak gadisnya? Tenggelam dalam jiwa konsumerisme yang tinggi. Sedangkan untuk seorang Eva yang berdarah Batak namun sangat lembut, juga membuatku mempertanyakan kembali jiwa “ke-batak-annya”.
Namun waktu menjawab kesalahpahaman yang kuciptakan sendiri. Seiring berjalannya waktu aku menyadari bahwa dibalik tipikal diam dan seriusnya Erif, dia memiliki jiwa sosialisasi yang sangat tinggi. Erif tak pernah berkeberatan untuk membantuku dalam menghadapi kesulitan belajar. Marianti dengan sikapnya yang keras dan tegas juga tak pernah berpura-pura baik hanya untuk mendapatkan simpati dariku, ia sangat terbuka. Mareska yang dulu bagiku sangat kekanak-kanakkan ternyata mampu menjelma menjadi seorang dewasa yang akan memberikan nasehat berharga bila aku dirundung masalah. Sedangkan Eva adalah seorang gadis Batak lembut pertama yang pernah kutemui, ia sangat baik dan tak pernah berpikir dua kali untuk membantu orang lain.
Satu hal yang menjadi pembelajaran berharga bagiku adalah ketaatan mereka dalam beribadah. Aku yang terkadang lupa berdoa sebelum memulai hari seperti ditampar ketika melihat mereka dengan khusyuknya berdoa di tempat tidur masing-masing walaupun setiap harinya kami berpacu dengan waktu. Mereka juga sering mengingatkan kami ketika waktu shalat datang. Mereka juga tak segan-segan menjadi alarm setiap kali sahur di bulan suci Ramadhan. Bahkan tak jarang mereka juga ikut makan bersama kami. Mereka melakukannya dengan ketulusan dan tanpa mengharap imbalan. Kekristenan mereka menguatkan keislamanku. Aku berusaha untuk menjadi hamba Allah yang lebih taat setelah itu. Aku bangga memiliki sahabat-sahabat terbaik seperti mereka. Dan tulisan ini adalah dedikasi tertinggi yang mampu aku persembahkan untuk sahabat-sahabat yang sudah 4 tahun ini tak lagi bisa kutemui. Aku sangat merindukan mereka. Dan berharap semoga persahabatan lintas iman, lintas suku dan lintas budaya yang kami punya memiliki andil dalam menyatukan bangsa kita. Aamiin.


*Tulisan ini diikutsertakan dalam #ProyekNulis buku #Dialog100 dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional pada tanggal 16 November 2013 mendatang.

Jumat, September 13

Wanita Penghantar Pernikahan #Part2

Diposting oleh Orestilla di 08.51.00 0 komentar


Resti gundah gulana karena baru saja ditinggal pergi kekasihnya tanpa alasan pasti. Lelaki itu meninggalkannya begitu saja ketika cinta masih melekat hebat tepat dihatinya. Resti bak kehilangan tempat untuk bersandar. Hari-harinya berlalu dalam kelu. Resti tak menampik bahwa hatinya masih mendamba sang lelaki. Walau untuk memilikinya kembali hanya bagaikan mimpi abadi. Resti tak akan pernah bangun dari mimpinya, dan segalanya tak akan pernah menjadi nyata.

Dalam kegalauan hati itulah ia bertemu dengan Ari. Lelaki baru yang tertaut umur dua tahun diatasnya. Ari dengan sikapnya yang luwes, kata-katanya yang mengundang tawa, dan kecintaannya pada segala hal yang juga dicintai Resti, menempatkannya di sebuah pojok istimewa di hati Resti. Hari-hari berikutnya mereka lalui dengan penuh suka. Dengah kesibukannya masing-masing, Resti dan Ari selalu meluangkan waktu -yang walaupun singkat- hanya untuk sekedar berbagi hal apa pun yang mereka temui hari itu. Ada kalanya Ari mengajak Resti untuk melancong ke sebuah tempat rental dvd, memilihkan tontonan-tontonan seru atau terkadang merekomendasikan beberapa buku yang pada akhirnya membuat Resti tergila-gila pada jenis bacaan berat yang dulu tak pernah ia sentuh. Ketika pulang dalam sebuah perjalanan “rahasia” yang ia lakukan, Ari menghadiahkan beberapa batang coklat, makanan favorit Resti. Kudapan manis ini bagi Resti bagaikan sebuah obat pelipur lara dari segala macam masalah yang mendera. Rumusnya: Masalah + Coklat = Bahagia. Rumus aneh yang ia sendiri tak pahami, namun berlaku benar dalam kenyataannya. Hari menjadi minggu untuk kemudian berganti bulan, mereka menjelmakan hubungan yang mereka awali dengan sebuah ketidaksengajaan menjadi satu persahabatan yang mendatangkan bahagia bagi keduanya.

Namun sedari awal Resti sudah memblokir hatinya sendiri untuk tidak jatuh cinta pada sahabat barunya itu. Karena dari awal pun Ari secara tak langsung sudah memproklamirkan keterikatannya pada seorang hawa, wanita istimewa yang sudah menempati hatinya. Resti menyadari itu dengan sangat, bahwa ia tak akan pernah menjamah tempat “terlarang” itu. 

Pertemuan ada karena perpisahan juga tak bisa disangkal keberadaannya. Memadu persahabatan dengan lelaki yang sudah mengikrarkan janji pada wanita lain, mengharuskan Resti untuk bersiap-siap kehilangan. Kehilangan tawa Ari yang meledak-ledak ketika larut malam mereka habiskan via telepon genggam, kehilangan serapah Ari yang selalu menafsirkan tingkah laku Resti yang selalu lain dari manusia normal lainnya, kehilangan nasehat berharga yang seringkali Ari lontarkan ketika Resti menghujaninya dengan curahan-curahan hati, kehilangan suara Ari yang menentramkan ketika pada malam-malam tertentu Ari mendongeng kisah-kisah seru untuknya, kehilangan momen-momen tergila yang mereka lalui berdua. Seminggu sebelum pernikahannya, Ari masih berusaha untuk berlaku sama seperti yang lalu. Namun resti tau dalam diamnya bahwa Ari hanya tak ingin membuatnya bersedih, membuatnya benar-benar kehilangan. Walau setelah ia benar-benar menikah, Ari tak pernah lagi menjamah hidupnya dengan bahagia. Ari telah pergi dan ia tak akan lagi pernah kembali. Dalam kesendiriannya, ada satu hal yang tak pernah disadari Resti, ia sebenarnya telah jatuh cinta, jatuh pada waktu dan orang yang salah. Jatuh karena kebodohannya sendiri. Dan ia sadar, sama seperti lelaki yang dulu pernah meninggalkannya, Resti hanya berperan sebagai wanita penghantar pernikahan.


Rabu, September 11

Surat cinta untuk 18

Diposting oleh Orestilla di 08.20.00 0 komentar


Dear 18 tercinta,

Apa kabar saudara? Semoga Tuhan dan semesta-Nya selalu menghadiahkan kebahagiaan untuk kita. Aamiin.

Jika dengan menonton tayangan Pengukuhan Pamong Praja Muda Angkatan 20 kemaren saja mampu membuncahkan rindu mendalam kita akan kesatriaan, bagaimana mungkin tanggal sakral ini akan hilang dari ingatan? 4 tahun sudah. 10,11,12 September 2009 adalah puncak seluruh perjuangan dan pengorbanan kita semua. Evolet, wisuda dan pengukuhan pamong praja muda menjadi rangkaian peristiwa mengharu biru yang tak akan pernah punah dilahap sang waktu. Ya. Lagi-lagi bicara rindu.

Masih ada yang telat apel pagi ini? Tentunya di pelosok nusantara ini, tak lagi kita temui Pak Sukoi yang hanya dengan memandangnya dari kejauhan saja sudah menciutkan ratusan nyali untuk bertindak gegabah melanggar aturan.

Masih ada yang telat makan pagi? Kemudian memilih mie rebus instan yang dimasak sederhana dengan bantuan heater hasil iuran satu petak itu? Haha. Mungkin sudah tidak lagi. Karena hampir separuh jumlah angkatan kita sudah punya “tukang masak” pribadi dirumahnya sendiri.

Masih ada yang suka curi-curi pandang di kala apel pagi gabungan? Jangan. Ingat istri dan suami dirumah dong. Haha. Ada yang masih suka telponan di tengah malam? Bahkan kuntilanak saja bisa tidur nyaman, sementara sebagian besar dari kita malah memilih untuk berbisik-bisik di bawah selimut masing-masing.  Hihi. Udah nggak lagi lah ya. Udah pada punya “alarm” pribadi juga yang tiap malam bisa ngomong langsung tanpa perantara, “Met bobok sayang. Mimpi indah.” *kecup* sudah..sudah..sudah..paragraf ini harusnya disensor pemirsa :D

Ah. Bicara rindu hanya menambah kelu. Ayo yang kemaren semangat bikin reunian. Jangan sampai 2018 besok terlewatkan begitu saja. Biar tangan bisa saling menggenggam lagi dan derai tawa meningkahi kekonyolan kita nanti.

18-ku tercinta, salam rindu dan peluk cium untuk kalian semua.
Orestilla.


Senin, September 9

Aleph - Paulo Coelho

Diposting oleh Orestilla di 08.06.00 4 komentar


Oke. Buku pertama yang akan kita bahas adalah Aleph, tarikan pena sang legenda Paulo Coelho. Ada beberapa alasan mengapa saya menjadikan buku ini buku perdana yang akan saya angkat di laman istimewa ini, padahal sudah ada beberapa buku Paulo Coelho yang saya lahap sebelumnya. Ya. Sekali lagi saya jatuh cinta pada kata pertama yang ia gunakan. Masih ingat bagaimana jatuhnya cinta saya pada tarian tangan Hamka? Kali ini Paulo melakukan hal yang sama. Haha. Dan kedepannya, tak ada yang tahu, siapa saja yang akan membius saya dengan cinta seperti ini lagi. Kita tunggu saja.

Aleph. Membaca kata ini sedari awal sudah meninggalkan tanda tanya besar. Apa itu aleph? Bukan hal biasa yang sering melintas di pendengaran kita bukan? Baiklah. Mengutip halaman 93 dari buku ini, aleph sendiri berarti titik dimana segala sesuatu berada di tempat serta waktu yang sama. Sedangkan di halaman 125, dalam istilah tekhnis Aleph berarti “bilangan yang mengandung semua bilangan”. Masih bingung? Sama. Saya juga merasakan hal serupa bahkan sampai tangan saya membolak balik halaman dengan 3 digit angka, saya masih belum menemukan kecocokan jiwa dengan hamparan narasi yang ada tepat di depan mata. Bahkan kalau boleh jujur, saya sempat meninggalkannya untuk kemudian berpaling pada novel lain yang tak berstruktur serumit hantaran Paulo. Namun pada akhirnya, cinta pada pandangan pertama memang terlalu sulit untuk dilupakan. Dan jadilah saya mengakhirinya dengan senyum penuh kemenangan setelah berkutat hampir 8 jam hanya untuk 312 halaman. Haha. 

Paulo memang tak membutuhkan tokoh lain dalam buku ini. Ia tak perlu mengkhayalkan jutaan nama untuk diangkat dan dijadikan tokoh sentral dalam ciptaannya. Paulo sendiri lah yang menjadi tokoh utama dalam Aleph. Sesuatu yang mungkin tak dilakukannya pada bukunya yang lain (ataukah ada? mungkin saya yang belum menemukannya). Aleph sendiri lebih pada cerita perjalanan panjang Paulo dalam pencarian jawaban akan masa lalu yang menghantuinya hingga ke masa kini bahkan mungkin saja mengancam masa depannya. Seperti perjalanan batin yang mengangkat topik reinkarnasi, persinggahan ke masa lalu dan penuntasannya yang penuh polemik. Perjalanan yang ia lakukan selama hampir 2 minggu lamanya dengan menggunakan jalur kereta api Trans-Siberia sejauh 9.288 kilometer, yang menghubungkan ratusan kota besar dan kecil, melintasi 76 persen Rusia dan melewati tujuh zona waktu berbeda. Its so amazing, right?

Keberadaan Tuhan pun tak dilewatkan Paulo dalam setiap cerita yang ia kisahkan. Walaupun saya seorang muslimah, saya merasa tak terganggu sama sekali dengan titik nilai ibadah kekristenan yang ia jabarkan. Sungguh saya belajar banyak darinya. Membuat saya secara pribadi semakin mencintai Allah SWT, Sang Pemilik Semesta.

Oiya, yang tak kalah pentingnya..kebiasaan saya yang suka sekali menandai kalimat-kalimat ampuh di setiap buku yang saya baca, membuat saya memiliki banyak kalimat yang kemudian saya rangkum dan ingin saya bagikan. Karena saya pikir tak akan ada hebatnya bila seluruh cerita Aleph saya tuntaskan disini. Jika masih penasaran, ayo cari bukunya. Hehe. Ini dia petikan-petikan kata yang cukup membuat saya tergugah dan yaaa setidaknya menjadi alasan mengapa saya bisa jatuh cinta berkali-kali pada karyanya Paulo Coelho.

 
Bukan apa yang kaulakukan di masa lalu yang akan mempengaruhi masa sekarang. Apa yang kaulakukan sekaranglah yang akan menebus masa lalu dan mengubah masa depan [page 21 of 312]

Tidak ada kehidupan yang lengkap tanpa sentuhan kegilaan [page 44 of 312]

Satu-satunya hal yang kita capai dengan membalas dendam adalah membuat diri kita sama dengan musuh-musuh kita, sementara dengan memaafkan, kita menunjukkan kebijaksanaan dan kecerdasan [page 83 of 312]

Ini yang Paulo sampaikan tentang bagaimana ia menggambarkan cintanya pada sang istri: “kami bagai dua awan dan sekarang kami satu. Kami tadinya dua kubus es batu yang kemudian meleleh karena matahari dan menjadi aliran air yang sama” [page 104 of 312] so sweettt..

Mereka bisa saja hanya bertemu sekali dan mengucapkan selamat tinggal selamanya hanya karena mereka tidak melewati titik nyata yang memicu terjadinya ledakan sesuatu yang membuat mereka bertemu di dunia ini. Jadi mereka berpisah tanpa pernah memahami kenapa mereka bertemu [page 119 of 312]

Cinta adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita, terlepas dari kesalahan apa pun yang akan kita buat. Cinta selalu lebih kuat [page 129 of 312]

Siapa pun yang mengenal Tuhan tidak dapat menggambarkan-Nya. Siapa pun yang dapat menggambarkan Tuhan tidak mengenal-Nya [page 134 of 312]

Kita menderita pada masa lalu, mencintai pada masa lalu, menangis dan tertawa pada masa lalu, namun itu tidak berguna pada masa kini [page 138 of 312]

Butuh usaha keras untuk membebaskan dirimu dari kenangan, namun begitu kau berhasil, kau mulai menyadari bahwa kau mampu mencapai lebih dari yang bisa kau bayangkan [page 140 of 312]

Hanya seseorang yang mampu berkata ‘aku cinta padamu’ yang sanggup berkata ‘aku memaafkanmu’ [page 238 of 312]

Cinta tanpa nama dan tanpa penjelasan, seperti sungai yang tidak bisa menjelaskan kenapa ia mengikuti alur tertentu dan hanya terus mengalir. Cinta yang tidak meminta dan memberikan apa-apa; sungai yang hanya hadir, apa adanya [page 248 of 312]. (red- dan entah karena apa, ketika membaca kalimat ini, yang hadir pertama dalam ingatan saya adalah lantunan ini: “aku mencintaimu dengan sederhana, seperti kayu pada api yang menjadikannya abu. Aku mencintaimu dengan sederhana seperti awan pada angin yang menjadikannya tiada”)

Mungkinkah menjauhi jalan yang telah digariskan Tuhan? Mungkin saja, tapi itu selalu salah. Mungkinkah menghindari rasa sakit? Mungkin saja, tapi kau tidak akan pernah belajar apa-apa. Mungkinkah mengenal sesuatu tanpa pernah mengalaminya? Mungkin saja, namun hal itu tidak akan pernah menjadi bagian darimu [page 276 of 312]

Kadang kau harus berkelana sampai jauh untuk menemukan apa yang sesungguhnya berada didekatmu [page 292 of 312]

Puncaknya adaah sebuah lantunan doa yang dibacakan oleh Hilal (perempuan dua puluh satu tahun yang menjadi cintanya Paulo dikehidupan sebelumnya, perempuan yang dipertemukan Tuhan kembali dengannya karena takdir, menjemput bagian akhir dari cerita masa lalu yang mereka rengkuh melalui Aleph. Doa ini terlihat seperti sebuah puisi yang menyihir saya ketika membacanya. Pilihan kata sederhana dengan makna tersirat yang mengangkasa. Doa (red-bagi saya tetap terlihat seperti puisi) ini ada di halaman 184. Begini bunyinya:

“Aku memaafkan air mata yang harus kutumpahkan,
aku memaafkan rasa sakit dan semua kekecewaan,
aku memaafkan semua pengkhianatan serta kebohongan,
aku memaafkan semua fitnah dan tipu-muslihat,
aku memaafkan kebencian serta penganiayaan,
aku memaafkan pukulan-pukulan yang melukaiku,
aku memaafkan impian-impian yang rusak,
aku memaafkan harapan-harapan yang mati sebelum waktunya,
aku memaafkan permusuhan serta kecemburuan,
aku memaafkan ketidakpedulian dan niat jahat,
aku memaafkan ketidakadilan yang dijalankan atas nama keadilan,
aku memaafkan kemarahan serta kekejaman,
aku memaafkan kelalaian dan sikap menghina,
aku memaafkan dunia dan semua kejahatannya.
Aku memiliki kemampuan mencintai, terlepas dari apakah aku balas dicintai,
kemampuan memberi, bahkan saat aku tidak punya apa-apa,
kemampuan bekerja dengan bahagia, bahkan ditengah kesulitan-kesulitan,
kemampuan mengulurkan tangan, bahkan saat aku benar-benar sendirian dan diabaikan,
kemampuan untuk mengusap air mata, bahkan saat aku menangis,
kemampuan percaya, bahkan saat tidak seorang pun percaya padaku.

So, dari sekian banyak petikan kalimat yang saya sajikan, mana yang kamu suka? Keren kan teman? You must read this book. Recommended..!!!
 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea