Selasa, November 3

ABQARI BAGASKORO HAZANI

Diposting oleh Orestilla di 10.44.00 0 komentar
Setahun sudah rasaku tak menyentuh laman ini. Ada banyak bahagia yang ingin kubagi pada kalian, siapa saja yang dengan senang hati berkunjung.
Tepat satu tahun setelah menikah dengan seorang lelaki, sahabat sejatiku hingga mati nanti (inshaAllah), Allah mempercayakan seorang lelaki kecil padaku. Lelaki kecil yang kami beri nama Abqari Bagaskoro Hazani. Bayi kecil yang kuharapkan bisa menjadi lelaki yang pintar dan kuat dalam menjalani kehidupannya nanti. Karena dunia ini keras. Karena dunia ini tak selalu berjalan seperti apa yang ia inginkan.
Padanya selalu kutitipkan pesan agar kelak ia bisa mengantarkanku menuju sorgaNya. Saat mata kami saling menatap, kusampaikan bahwa aku bersyukur memilikinya, bahwa sampai mati aku akan mencintainya, bahwa ia membuat hidupku memiliki tujuan yang lebih jelas, bahwa tanpanya aku bukan siapa-siapa. Setiap tetes air susu yang mengalir dari tubuhku ke dalam aliran darahnya berisi doa yang tak akan pernah putus. Doa yang kulantunkan di sepertiga malam, di teriknya siang, di dalam dinginnya kelam.
Setiap kali ia menangis, airmata ku pun jatuh tanpa bisa kutahan. Setiap tawa mampir di bibir mungilnya, bahagiaku pun ikut membuncah. Melihatnya lelap dalam tidur yang damai, sekali lagi kuucapkan syukur pada Sang Khalik karena telah menghadirkannya di kehidupanku yang tak sempurna. Ia menyempurnakan segalanya.
Bagas, jadilah lelaki sholeh kebanggaan ibuk. Saat menua, ibuk berharap tangan kokoh Bagaslah yang akan menggandeng tangan ringkih yang ibuk punya.

Sehat selalu ya nak. Ibuk sayang Mas Bagas :*









Senin, Oktober 20

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 7

Diposting oleh Orestilla di 08.51.00 2 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Selasa/ 26 Agustus 2014, Bireun – Aceh

Helo. Kaka lala baru saja sarapan mie ramen di mobil bareng mas suami. Hahaha. Kita juga masak nutrijell rasa melon, teman di perjalanan nanti. Target kota berikutnya adalah Kuala Simpang. Kebetulan pamannya mama ada yang menetap disana. Bireun menuju Kuala Simpang diperkirakan memakan waktu perjalanan kurang lebih 6 jam. Berarti diperkirakan nanti kami sampai sekitar pukul 3 atau 4 sore.

Lintas timur tak seindah lintas barat, namun jalanan yang kami lewati masih terbilang baik. Mungkin karena kontraktor untuk daerah lintas barat berasal dari Amerika Serikat, sementara untuk lintas timur menggunakan kontraktor lokal. Hahahaha. Bukannya menyepelekan ya. Fakta ini yang berbicara. Daerah sepanjang lintas barat selatan memang daerah yang paling hancur ketika terjadi tsunami. Bantuan-bantuan luar negeri sepertinya difokuskan di area tersebut.

Sepanjang jalan menuju Lhokseumawe tampak berjejer kios-kios yang menjual berbagai macam kerupuk. Sempat kami mengira masyarakat disini menjual keripik balado karena memang displaynya ditata seperti kios-kios yang ada di Sumatera Barat sana. Namun setelah diperhatikan lagi, jenis keripiknya berbeda. Hahaha. Tentu saja.

Jepret! Ini daerah Lhokseumawe

02:05 siang. 2 jam lagi kami sampai di Kuala Simpang. Musti rehat dulu disana karena akan mengunjungi antan (red-kakek) yang sudah menghubungi saya berkali-kali sejak keberangkatan kami dari Banda Aceh kemaren sore. Saya saat ini tengah beristirahat di sebuah SPBU, menemani suami yang tampak tertidur lelah di bawah rindangnya pohon-pohon peneduh di area SPBU ini. Mas suami mungkin sedang capek jadi saya ambil kesempatan ini untuk mengurai kisah perjalanan kami lagi.

Yang selalu membuat saya kagum selama berada di Aceh adalah kebersihan tempat umumnya. Dimana pun kami berhenti untuk rehat, selalu tersedia SPBU yang bersih dan nyaman. Selain itu, kebanyakan arsitektur masjid disini dibuat tanpa dinding. Hanya ada atap dan tiang. Mungkin saja karena beberapa daerah yang kami lalui adalah pesisir pantai yang panas. Tidak hanya itu, mulai dari Sabang hingga sekarang hampir meninggalkan daerah Aceh, kami selalu dibuat takjub dengan keamanan sekitar. Mobil ditinggalkan tanpa dikunci pun aman. Sangat jauh dari perkiraan kami sebelumnya yang menaksir bahwa Aceh adalah negeri yang membutuhkan kewaspadaan tinggi jika berada didalamnya. Masyarakat Aceh juga ramah. Bahkan ketika barang berharga saya ketinggalan di Iboih – Sabang, mereka mau mengantarkan barang tersebut ke pelabuhan yang membutuhkan waktu perjalanan lebih dari 1 jam. Saya sungguh sangat kagum.

Kami sampai di Kuala Simpang pukul 04:30 sore. Antan sudah menunggu kami di pinggir jalan untuk diboyong ke rumah beliau. Disana, saya dan mas suami bertemu dengan nenek, abang, kakak dan anak-anaknya yang lucu. Ingin sekali menginap di rumah Antan tapi waktu membatasi. Antan pun sedih karena harus melepas kami berangkat malam hari ditengah situasi hujan yang sangat deras. Sebelum pulang, kami dijamu makan malam yang sederhana namun menggugah selera. Ada gulai aceh ikan yang segar sekali. Nikmat. Alhamdulillah.

Cucunya antan yang lucu bingiiitt..

Perjalanan kami lanjutkan pada pukul 9 malam. Ada kemungkinan kami sampai dini hari di Kota Medan. Jalan lintas Kuala Simpang – Medan lagi-lagi bobrok. Jika melewati daerah ini pada malam hari, harus berhati-hati dan fokus dengan jalanan yang berlubang disana-sini. Ditambah lagi dengan hujan yang derasnya tanpa henti, kami tak bisa melaju dengan kencang merambah jalan. Pukul 1 dini hari kami memasuki Kota Medan. Setelah bertanya pada teman seangkatan asal Kota Binjai Sumatera Utara, kami mendapatkan hotel yang berada di pusat kota dengan harga miring. Putra Mulia Hotel. Fasilitas yang disediakan sudah lebih dari cukup untuk kami berdua. Dan yang terpenting lagi, ada Wi-Fi yang bisa kami gunakan untuk berseluncur di dunia maya, mengabarkan perjalanan kami.

Episode selanjutnya segera datang. Kaka lala mau istirahat dulu. Selamat malam Medan. Horaaas.

Rabu/ 27 Agustus 2014, Medan – Sumatera Utara

Selamat pagi bumi Sumatera Utara, selamat pagi Medaaann..

Pagi ini saya tengah sibuk menyiapkan postingan laporan perjalanan bulan madu penuh cinta saya dan mas suami. Sementara suami saya baru saja kembali menjelma menjadi anak autis karena bertemu lagi dengan blackberry messanger yang sudah hampir setengah tahun ditinggalkannya. Salam pagi penuh cinta saya sampaikan dari kamar 211 Putra Mulia Hotel yang terletak di Jalan Gatot Subroto Kota Medan. Bagi pendatang baru seperti kami, hotel ini mudah untuk ditemukan. Cari saja Brastagi Swalayan, maka hotel ini akan segera ditemukan. Pelayanan yang diberikan sudah baik, harga sewa miring dan yang terpenting bisa mengakses internet.

Sebentar lagi kami akan dijemput Bang Ari untuk dibawa mengelilingi Kota Medan. Hahaha. Pelancong dalam negeri ini ceritanya. Bang Ari terpaksa meninggalkan pekerjaannya untuk sementara waktu demi menemani dan memfasilitasi kunjungan kami ke daerahnya. Ah. Terima kasih banyak ya bang. Karena masih pagi, kami diajak sarapan ke daerah Jalan Sultan Hasanuddin, tepatnya nomor 19. Kedai bubur Mbak Ning. Disini tersedia berbagai macam bubur. Kebetulan. Ketika sarapan di hotel tadi, saya sempat bilang pada mas suami kalau saya pengen sekali makan bubur ayam. Gayung bersambut. Bang Ari mengajak kami ke tempat yang timingnya pas sekali dengan keinginan saya. Horeeee. Disini saya tentu saja langsung memesan bubur ayam tanpa pikir panjang. Rasanya enaaakk. Bumbunya pas. Rawitnya pedaaass.

Puas makan, kami diantar kembali menuju hotel. Mas suami sudah mematangkan rencana untuk bertemu dengan keluarga besar VOF (Volkswagen Owner Family) Medan. Kami dijemput oleh Pak Haryanto tepat ketika waktu check out. Saya pikir kami akan dibawa ke bengkel VW lagi seperti ketika sampai di Banda Aceh kemaren. Tapi Pak Yanto langsung membawa kami ke rumahnya, beliau bilang bahwa mekanik VW sudah stand by dirumahnya. Alhamdulillah..

Keluarga Pak Yanto ramah sekali. Oiya, rumah beliau terletak di kawasan Tanjung Mulia Medan. Istri Pak Yanto bahkan menyiapkan makan siang untuk kami. Tidak hanya ada saya dan mas suami, tetapi juga beberapa orang anggota VOF. Kami juga kedatangan Pak Bambang Guritno. Beliau adalah ketua regional Volkswagen Club di tanah Sumatera. Pak Bambang ini asli Jogyakarta, namun kelihaian beliau mengendarai VW, menyebabkan beliau sering di cap sebagai sopir Medan. Hahaha. Bapak-bapak yang bersahaja ini dengan senang hati membagi pengalaman-pengalaman mereka sebagai pecinta Volkswagen. Bahkan Pak Bambang setiap tahunnya selalu menyempatkan diri untuk melaksanakan touring tunggal dari Sumatera menuju Jawa. Saya kagum.

Di kediaman Pak Yanto. Keluarga besar Volkswagen Medan ramahnya tak tertandingi deh :)

Ini unitnya Pak Bambang. Cikodok putih nan menawan hati kaka lala. Pengeeeen jugaaaakkk. Hahahaha

Jam 5 sore, kami bertolak menuju Gatot Subroto kembali. Saya sudah berjanji pada sahabat saya semasa sekolah dulu, Nina, untuk bertemu di kota ini. Nina saat ini bekerja di Jasa Raharja Medan. Karena saya dan mas suami masih bingung-bingung membelah Kota Medan yang padat merayap seperti ini, Bang Budi dengan senang hati mengawal perjalanan kami. Sebelumnya Nina dan Bang Budi juga sudah berbicara lewat telepon, mengatur tempat pertemuan yang pas untuk kami. Setelah bertemu dengan Nina di lintas Gatot Subroto, tepatnya di depan Bank Mandiri Syariah, Bang Budi pamit pulang.
Nina kemudian memboyong kami menuju Tip Top. Tempat makan unik ini berada di daerah Kesawan. Mengapa saya katakan unik? Karena bangunan ini masih tetap bertahan dengan semakin maraknya modernisasi. Toko roti ini berdiri pada tahun 1929. Dulunya hanya took roti, tapi sekarang Tip Top sudah menyediakan makanan-makanan berat seperti nasi goreng, ice cream, western food, Chinese food, dan banyak yang lainnya. Pengunjung tempat ini mayoritas tionghoa. Ini terlihat sekali dari paras Asia Timur mereka. Saya dan Nina ngobrol puas malam ini. Mulai dari mengingat masa lalu yang penuh haru biru, sampai membicarakan rencana masa depan yang penuh akan harapan kebahagiaan.

Nina JR. JR itu lahir karena nina adalah putri kesayangan papa yang dulu pas masa SMA kita, adalah kepala cabang Jasa Raharja di Solok. Hihihihi.

Mesin kasir jaman dahulu kala ini bisa kamu temukan di Tip Top.

Karena tak ingin mengganggu waktu istirahatnya, kami mengantarkan Nina kembali ke kos. Tujuan kami berikutnya adalah daerah Tembung Medan. Malam ini kami berencana untuk menginap di rumah Etek (tante) Dewi nya Mas Agung. Susahnya menjadi new comer di kota besar ini adalah perihal mencari alamat tentunya. Saya dan mas suami sempat nyasar sana sini. Bahkan dengan bantuan GPS pun kami masih juga belum berhasil menemukan rumah etek. Akhirnya setelah bertanya di banyak tempat, selalu menghubungi Tek Dewi, kami sampai juga di rumah beliau yang terletak di daerah Jalan Pengabdian Pasar 13 Tembung. Legaaaa..

Malam ini mas suami harus banyak istrirahat karena besok kami akan melanjutkan perjalanan menuju Propinsi Riau. See you. Good Night. Emmuah.

Kamis, Oktober 2

All the Pretty Girls - J.T. Ellison

Diposting oleh Orestilla di 10.12.00 0 komentar


Letnan Divisi Pembunuhan Kota Nashville, Tayor Jackson dan kekasihnya, profiler FBI, Dr. John Baldwin, dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai yang sangat menggemparkan. Tersangka membunuh gadis-gadis cantik bermata coklat kemudian memutilasi mereka dengan memotong kedua tangannya. Tak cukup sampai disana saja, potongan tangan tersebut akan ditemukan di lokasi pembunuhan berikutnya. Begitu berulang-ulang kali sehingga membuat panik jajaran kepolisian dan FBI. Tersangka dijuluki Pencekik dari Selatan.

Julukan yang juga dijadikan sebagai sub judul buku ini, yang membuat saya langsung membawanya pulang ke rumah setelah berkunjung ke sebuah toko buku beberapa bulan yang lalu.


Perilaku tersangka yang berpindah tempat setiap kali membunuh, membuat petugas kelimpungan. Bagaimana tidak? Dia seperti sudah mengatur dari awal dari mana dan kemana akan bergerak untuk melakukan pembunuhan berikutnya. Sedikit demi sedikit, Taylor, Baldwin dan rekan-rekannya mulai mengumpulkan informasi untuk menangkap si tersangka. Sayang, di tengah penyelidikan, agen lapangan Jerry Grimes malah menghabisi dirinya sendiri dengan menarik pelatuh tepat di pelipisnya. Grimes merasa depresi dengan kasus yang tak juga terpecahkan, sementara daftar korban semakin bertambah setiap harinya. Kasus ini akan dimulai dengan berita orang hilang di sebuah tempat, kemudian penemuan mayat beberapa hari berikutnya.

Selang beberapa waktu, Baldwin menemukan bukti baru bahwasanya setiap kali melakukan pembunuhan, tersangka akan meninggalkan secarik kertas yang berisi penggalan puisi-puisi klasik. Puisi yang juga dikirimkan secara berkala melalui email kepada seorang reporter bernama Whitney Connolly. Begitu Whitney menerima pesan berisi puisi di emailnya, maka dalam hitungan hari setelah itu akan ditemukan mayat perempuan muda yang telah selesai dimutilasi tangannya. Ketika Whitney merasa kenal dengan si tersangka dan merasa keselamatan saudara kembarnya, Quinn Connolly terancam, Whitney malah tewas dalam kecelakaan mengerikan. Kecelakaan yang ia alami ketika melakukan perjalanan menuju kediaman Quinn. Kecelakaan yang membawa jawaban pasti tentang si pelaku pembunuhan berantai tersebut.

Whitney dan Quinn semasa kecilnya pernah berada dalam satu lingkungan dengan Taylor Jackson. Taylor mengingat bahwa dulu mereka begitu terkenal di sekolah karena kasus penculikan yang menimpa keduanya. Kasus tersebut hilang begitu saja seperti tersapu angin. Si pencekik dari selatan, membawa keduanya bertemu kembali. Taylor, Baldwin dan rekan-rekannya mendapati bahwa setiap pembunuhan terjadi di seluruh tempat yang disinggahi oleh suami Quinn, Jake Buckley yang bekerja sebagai wakil presiden Health Partners. Dan kebetulan lagi, tujuh dari delapan korban memiliki hubungan dengan dunia media. Ditambah lagi, kebiasaan Jake yang sering mengirimkan puisi kepada Quinn ketika mereka berpacaran dulu, membuat Jake berubah menjadi tersangka utama.

Namun, ada beberapa hal yang mereka lewatkan begitu saja. Keterangan Jake yang menyanggah pembunuhan tersebut serta DNA nya yang tidak cocok dengan contoh yang pernah ditemukan di salah satu lokasi, membuat Baldwin harus bergerak sekali lagi. Lincoln Ross, berhasil mengetahui alamat si tersangka ketika mengirimkan email kepada Whitney, bahkan ketika Whitney telah tewas dalam kecelakaan. Ketika mereka mendatangi tempat tersebut yang merupakan sebuah kedai kopi, berbicara dengan seorang seniman yang dengan tak sengaja telah melukis orang yang malam sebelumnya berada di tempat tersebut dan menggunakan komputer yang memang disediakan untuk tamu, Baldwin dihadapkan pada kenyataan baru bahwasanya sang pembunuh yang mereka cari selama ini adalah Reese Connolly, adik kandung Whitney dan Quinn.

Pembunuhan ini pula yang akhirnya menguar rahasia besar keluarga Connolly. Begitu mengetahui bahwa Reese yang membunuh gadis-gadis tersebut, terkuak lagi fakta terkait hilangnya Whitney dan Quinn sewaktu mereka masih kecil. Dalam peristiwa itu, Quinn diperkosa oleh pelaku dan hamil. Dia lah yang kemudian melahirkan Reese. Namun kedua orangtuanya menutupi fakta tersebut dari dunia, termasuk Reese sendiri. Mereka kemudian mengakui Reese sebagai adik kandungnya hingga ketika berumur 14 tahun, Reese mengetahui kisah kelam kelahirannya. Setelah menemui ayah kandungnya yang meringkuk di penjara karena dijatuhi hukuman 30 tahun, Reese memulai pembunuhan. Ia juga mengirimi Whitney (yang semula dianggap ibu kandungnya) penggalan bait puisi seperti yang ditinggalkannya di lokasi pembunuhan. Ia berharap Whitney akan terkenal dengan pemberitaan yang ia buat terkait pembunuhan tersebut. Bentuk kasih sayang yang disampaikan seorang anak pada ibunya. Tapi Reese keliru dan ia telah membuat sebuah kesalahan fatal.

Reese sengaja mengambinghitamkan Jake karena ia tahu bahwasanya rumah tangga Jake dan Quinn sudah tidak utuh lagi. Dengan memonitor jadwal perjalanan dinas Jake, Reese bisa melakukan pembunuhan tersebut dengan lancar. Bahkan ia juga sempat menyimpan mayat perempuan yang sudah tercabik-cabik di dalam bagasi Jake, sebelum Jake diciduk oleh polisi.

Alamat email Reese yang berupa kode (yang digunakannya untuk mengirim pesan kepada Whitney), akhirnya berhasil dipecahkan oleh Baldwin dan Taylor.

IM1855195C@yahoo.com
I/M/1/8/5/5/1/9/5/C
IM/18/5/5/19/C
I’m 18 5 5 19 C
I’m R E E S E C
I’m Reese Connolly
I’m Reese Chase (Chase nama belakang ayah kandungnya, yang memerkosa Whitney 20 tahun yang lalu).

Beberapa puisi yang ditulis oleh Reese untuk korban-korban sekaligus petunjuk penting bagi Whitney merupakan salinan dari puisi milik William Wordsworth berjudul She Was a Phantom of Delight, William Butler Yeats dan John Done berjudul The Flea.

She Was A Phantom of Delight by William Wordsworth

She was a Phantom of delight
When first she gleamed upon my sight;
A lovely Apparition, sent
To be a moment's ornament;
Her eyes as stars of Twilight fair;
Like Twilight's, too, her dusky hair;
But all things else about her drawn
From May-time and the cheerful Dawn;
A dancing Shape, an Image gay,
To haunt, to startle, and way-lay.
I saw her upon nearer view,
A Spirit, yet a Woman too!
Her household motions light and free,
And steps of virgin-liberty;
A countenance in which did meet
Sweet records, promises as sweet;
A Creature not too bright or good
For human nature's daily food;
For transient sorrows, simple wiles,
Praise, blame, love, kisses, tears, and smiles.
And now I see with eye serene
The very pulse of the machine;
A Being breathing thoughtful breath,
A Traveller between life and death;
The reason firm, the temperate will,
Endurance, foresight, strength, and skill;
A perfect Woman, nobly planned,
To warn, to comfort, and command;
And yet a Spirit still, and bright
With something of angelic light.

( Ia adalah hantu kenikmatan
Kala mataku pertama menangkapnya;
Penampakan yang menawan, dikirim
Tuk menjadi hiasan sesaat nan cantik;
Matanya bersinar;
bagai bintang senja, pun, bagai senja rambut gelapnya;
Namun segala hal lain tentangnya
Berasal dari Mei dan fajar yang ceria;
Sebuah sosok menari, sebauh bentuk yang riang,
Tuk menghantui, mengejutkan, dan menghadang.
Ku melihatnya lebih dekat,
Sesosok rok, namun juga seorang wanita!
Geraknya lembut dan lepas,
Dengan langkah dara nan bebas;
Raut wajahnya saat bersua
Kenangan manis, janji manis jua;
Makhluk yang tak terlalu cerdas atau baik
Tuk santapan sifat manusia sehari-hari;
Tuk duka yang sementara, tipu muslihat yang sederhana,
Pujian, tudingan, cinta, kecupan, airmata, dan senyuman.
Dan kini kulihat dengan pandang tenang
Detak mesin yang terdengar;
Sebuah sosok hembuskan nafas bijak,
Pengelana antara arwah dan nyawa;
Sasaran yang tegas, kehendak yang terkendali,
Kesabaran, ramalan, kekuatan, dan keahlian;
Seorang wanita sempurna, diciptakan dengan keanggunan,
Tuk memperingatkan, untuk menghibur, dan menguasai;
dan masih jiwa yang murni, dan berbinar
Dengan cahaya bak malaikat bersinar. )

Melalui novel ini, Ellison membawa kita pada peristiwa pembunuhan nan kelam dan penuh teka-teki. Rentetan bukti yang ditemukan serta proses olah TKP yang tak semudah membalikkan telapak tangan, membuat kita merasa seolah-olah sedang berada di sana. Menyaksikan kekejaman si pembunuh secara langsung. Kehadiran penggalan-penggalan puisi klasik dari beberapa maestro terkemuka, memberi warna lain dalam kisah ini. Bacalah dan dapatkan sensasi yang luar biasa ketika membacanya.
4 bintang untuk All the Pretty Girls.

Salam!

Judul
:
All the Pretty Girls
Penulis
:
J.T. Ellison
Halaman
:
342
Penerbit
:
Violet Books, 2011

Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00 0 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah

Selasa, November 3

ABQARI BAGASKORO HAZANI

Diposting oleh Orestilla di 10.44.00 0 komentar
Setahun sudah rasaku tak menyentuh laman ini. Ada banyak bahagia yang ingin kubagi pada kalian, siapa saja yang dengan senang hati berkunjung.
Tepat satu tahun setelah menikah dengan seorang lelaki, sahabat sejatiku hingga mati nanti (inshaAllah), Allah mempercayakan seorang lelaki kecil padaku. Lelaki kecil yang kami beri nama Abqari Bagaskoro Hazani. Bayi kecil yang kuharapkan bisa menjadi lelaki yang pintar dan kuat dalam menjalani kehidupannya nanti. Karena dunia ini keras. Karena dunia ini tak selalu berjalan seperti apa yang ia inginkan.
Padanya selalu kutitipkan pesan agar kelak ia bisa mengantarkanku menuju sorgaNya. Saat mata kami saling menatap, kusampaikan bahwa aku bersyukur memilikinya, bahwa sampai mati aku akan mencintainya, bahwa ia membuat hidupku memiliki tujuan yang lebih jelas, bahwa tanpanya aku bukan siapa-siapa. Setiap tetes air susu yang mengalir dari tubuhku ke dalam aliran darahnya berisi doa yang tak akan pernah putus. Doa yang kulantunkan di sepertiga malam, di teriknya siang, di dalam dinginnya kelam.
Setiap kali ia menangis, airmata ku pun jatuh tanpa bisa kutahan. Setiap tawa mampir di bibir mungilnya, bahagiaku pun ikut membuncah. Melihatnya lelap dalam tidur yang damai, sekali lagi kuucapkan syukur pada Sang Khalik karena telah menghadirkannya di kehidupanku yang tak sempurna. Ia menyempurnakan segalanya.
Bagas, jadilah lelaki sholeh kebanggaan ibuk. Saat menua, ibuk berharap tangan kokoh Bagaslah yang akan menggandeng tangan ringkih yang ibuk punya.

Sehat selalu ya nak. Ibuk sayang Mas Bagas :*









Senin, Oktober 20

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 7

Diposting oleh Orestilla di 08.51.00 2 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Selasa/ 26 Agustus 2014, Bireun – Aceh

Helo. Kaka lala baru saja sarapan mie ramen di mobil bareng mas suami. Hahaha. Kita juga masak nutrijell rasa melon, teman di perjalanan nanti. Target kota berikutnya adalah Kuala Simpang. Kebetulan pamannya mama ada yang menetap disana. Bireun menuju Kuala Simpang diperkirakan memakan waktu perjalanan kurang lebih 6 jam. Berarti diperkirakan nanti kami sampai sekitar pukul 3 atau 4 sore.

Lintas timur tak seindah lintas barat, namun jalanan yang kami lewati masih terbilang baik. Mungkin karena kontraktor untuk daerah lintas barat berasal dari Amerika Serikat, sementara untuk lintas timur menggunakan kontraktor lokal. Hahahaha. Bukannya menyepelekan ya. Fakta ini yang berbicara. Daerah sepanjang lintas barat selatan memang daerah yang paling hancur ketika terjadi tsunami. Bantuan-bantuan luar negeri sepertinya difokuskan di area tersebut.

Sepanjang jalan menuju Lhokseumawe tampak berjejer kios-kios yang menjual berbagai macam kerupuk. Sempat kami mengira masyarakat disini menjual keripik balado karena memang displaynya ditata seperti kios-kios yang ada di Sumatera Barat sana. Namun setelah diperhatikan lagi, jenis keripiknya berbeda. Hahaha. Tentu saja.

Jepret! Ini daerah Lhokseumawe

02:05 siang. 2 jam lagi kami sampai di Kuala Simpang. Musti rehat dulu disana karena akan mengunjungi antan (red-kakek) yang sudah menghubungi saya berkali-kali sejak keberangkatan kami dari Banda Aceh kemaren sore. Saya saat ini tengah beristirahat di sebuah SPBU, menemani suami yang tampak tertidur lelah di bawah rindangnya pohon-pohon peneduh di area SPBU ini. Mas suami mungkin sedang capek jadi saya ambil kesempatan ini untuk mengurai kisah perjalanan kami lagi.

Yang selalu membuat saya kagum selama berada di Aceh adalah kebersihan tempat umumnya. Dimana pun kami berhenti untuk rehat, selalu tersedia SPBU yang bersih dan nyaman. Selain itu, kebanyakan arsitektur masjid disini dibuat tanpa dinding. Hanya ada atap dan tiang. Mungkin saja karena beberapa daerah yang kami lalui adalah pesisir pantai yang panas. Tidak hanya itu, mulai dari Sabang hingga sekarang hampir meninggalkan daerah Aceh, kami selalu dibuat takjub dengan keamanan sekitar. Mobil ditinggalkan tanpa dikunci pun aman. Sangat jauh dari perkiraan kami sebelumnya yang menaksir bahwa Aceh adalah negeri yang membutuhkan kewaspadaan tinggi jika berada didalamnya. Masyarakat Aceh juga ramah. Bahkan ketika barang berharga saya ketinggalan di Iboih – Sabang, mereka mau mengantarkan barang tersebut ke pelabuhan yang membutuhkan waktu perjalanan lebih dari 1 jam. Saya sungguh sangat kagum.

Kami sampai di Kuala Simpang pukul 04:30 sore. Antan sudah menunggu kami di pinggir jalan untuk diboyong ke rumah beliau. Disana, saya dan mas suami bertemu dengan nenek, abang, kakak dan anak-anaknya yang lucu. Ingin sekali menginap di rumah Antan tapi waktu membatasi. Antan pun sedih karena harus melepas kami berangkat malam hari ditengah situasi hujan yang sangat deras. Sebelum pulang, kami dijamu makan malam yang sederhana namun menggugah selera. Ada gulai aceh ikan yang segar sekali. Nikmat. Alhamdulillah.

Cucunya antan yang lucu bingiiitt..

Perjalanan kami lanjutkan pada pukul 9 malam. Ada kemungkinan kami sampai dini hari di Kota Medan. Jalan lintas Kuala Simpang – Medan lagi-lagi bobrok. Jika melewati daerah ini pada malam hari, harus berhati-hati dan fokus dengan jalanan yang berlubang disana-sini. Ditambah lagi dengan hujan yang derasnya tanpa henti, kami tak bisa melaju dengan kencang merambah jalan. Pukul 1 dini hari kami memasuki Kota Medan. Setelah bertanya pada teman seangkatan asal Kota Binjai Sumatera Utara, kami mendapatkan hotel yang berada di pusat kota dengan harga miring. Putra Mulia Hotel. Fasilitas yang disediakan sudah lebih dari cukup untuk kami berdua. Dan yang terpenting lagi, ada Wi-Fi yang bisa kami gunakan untuk berseluncur di dunia maya, mengabarkan perjalanan kami.

Episode selanjutnya segera datang. Kaka lala mau istirahat dulu. Selamat malam Medan. Horaaas.

Rabu/ 27 Agustus 2014, Medan – Sumatera Utara

Selamat pagi bumi Sumatera Utara, selamat pagi Medaaann..

Pagi ini saya tengah sibuk menyiapkan postingan laporan perjalanan bulan madu penuh cinta saya dan mas suami. Sementara suami saya baru saja kembali menjelma menjadi anak autis karena bertemu lagi dengan blackberry messanger yang sudah hampir setengah tahun ditinggalkannya. Salam pagi penuh cinta saya sampaikan dari kamar 211 Putra Mulia Hotel yang terletak di Jalan Gatot Subroto Kota Medan. Bagi pendatang baru seperti kami, hotel ini mudah untuk ditemukan. Cari saja Brastagi Swalayan, maka hotel ini akan segera ditemukan. Pelayanan yang diberikan sudah baik, harga sewa miring dan yang terpenting bisa mengakses internet.

Sebentar lagi kami akan dijemput Bang Ari untuk dibawa mengelilingi Kota Medan. Hahaha. Pelancong dalam negeri ini ceritanya. Bang Ari terpaksa meninggalkan pekerjaannya untuk sementara waktu demi menemani dan memfasilitasi kunjungan kami ke daerahnya. Ah. Terima kasih banyak ya bang. Karena masih pagi, kami diajak sarapan ke daerah Jalan Sultan Hasanuddin, tepatnya nomor 19. Kedai bubur Mbak Ning. Disini tersedia berbagai macam bubur. Kebetulan. Ketika sarapan di hotel tadi, saya sempat bilang pada mas suami kalau saya pengen sekali makan bubur ayam. Gayung bersambut. Bang Ari mengajak kami ke tempat yang timingnya pas sekali dengan keinginan saya. Horeeee. Disini saya tentu saja langsung memesan bubur ayam tanpa pikir panjang. Rasanya enaaakk. Bumbunya pas. Rawitnya pedaaass.

Puas makan, kami diantar kembali menuju hotel. Mas suami sudah mematangkan rencana untuk bertemu dengan keluarga besar VOF (Volkswagen Owner Family) Medan. Kami dijemput oleh Pak Haryanto tepat ketika waktu check out. Saya pikir kami akan dibawa ke bengkel VW lagi seperti ketika sampai di Banda Aceh kemaren. Tapi Pak Yanto langsung membawa kami ke rumahnya, beliau bilang bahwa mekanik VW sudah stand by dirumahnya. Alhamdulillah..

Keluarga Pak Yanto ramah sekali. Oiya, rumah beliau terletak di kawasan Tanjung Mulia Medan. Istri Pak Yanto bahkan menyiapkan makan siang untuk kami. Tidak hanya ada saya dan mas suami, tetapi juga beberapa orang anggota VOF. Kami juga kedatangan Pak Bambang Guritno. Beliau adalah ketua regional Volkswagen Club di tanah Sumatera. Pak Bambang ini asli Jogyakarta, namun kelihaian beliau mengendarai VW, menyebabkan beliau sering di cap sebagai sopir Medan. Hahaha. Bapak-bapak yang bersahaja ini dengan senang hati membagi pengalaman-pengalaman mereka sebagai pecinta Volkswagen. Bahkan Pak Bambang setiap tahunnya selalu menyempatkan diri untuk melaksanakan touring tunggal dari Sumatera menuju Jawa. Saya kagum.

Di kediaman Pak Yanto. Keluarga besar Volkswagen Medan ramahnya tak tertandingi deh :)

Ini unitnya Pak Bambang. Cikodok putih nan menawan hati kaka lala. Pengeeeen jugaaaakkk. Hahahaha

Jam 5 sore, kami bertolak menuju Gatot Subroto kembali. Saya sudah berjanji pada sahabat saya semasa sekolah dulu, Nina, untuk bertemu di kota ini. Nina saat ini bekerja di Jasa Raharja Medan. Karena saya dan mas suami masih bingung-bingung membelah Kota Medan yang padat merayap seperti ini, Bang Budi dengan senang hati mengawal perjalanan kami. Sebelumnya Nina dan Bang Budi juga sudah berbicara lewat telepon, mengatur tempat pertemuan yang pas untuk kami. Setelah bertemu dengan Nina di lintas Gatot Subroto, tepatnya di depan Bank Mandiri Syariah, Bang Budi pamit pulang.
Nina kemudian memboyong kami menuju Tip Top. Tempat makan unik ini berada di daerah Kesawan. Mengapa saya katakan unik? Karena bangunan ini masih tetap bertahan dengan semakin maraknya modernisasi. Toko roti ini berdiri pada tahun 1929. Dulunya hanya took roti, tapi sekarang Tip Top sudah menyediakan makanan-makanan berat seperti nasi goreng, ice cream, western food, Chinese food, dan banyak yang lainnya. Pengunjung tempat ini mayoritas tionghoa. Ini terlihat sekali dari paras Asia Timur mereka. Saya dan Nina ngobrol puas malam ini. Mulai dari mengingat masa lalu yang penuh haru biru, sampai membicarakan rencana masa depan yang penuh akan harapan kebahagiaan.

Nina JR. JR itu lahir karena nina adalah putri kesayangan papa yang dulu pas masa SMA kita, adalah kepala cabang Jasa Raharja di Solok. Hihihihi.

Mesin kasir jaman dahulu kala ini bisa kamu temukan di Tip Top.

Karena tak ingin mengganggu waktu istirahatnya, kami mengantarkan Nina kembali ke kos. Tujuan kami berikutnya adalah daerah Tembung Medan. Malam ini kami berencana untuk menginap di rumah Etek (tante) Dewi nya Mas Agung. Susahnya menjadi new comer di kota besar ini adalah perihal mencari alamat tentunya. Saya dan mas suami sempat nyasar sana sini. Bahkan dengan bantuan GPS pun kami masih juga belum berhasil menemukan rumah etek. Akhirnya setelah bertanya di banyak tempat, selalu menghubungi Tek Dewi, kami sampai juga di rumah beliau yang terletak di daerah Jalan Pengabdian Pasar 13 Tembung. Legaaaa..

Malam ini mas suami harus banyak istrirahat karena besok kami akan melanjutkan perjalanan menuju Propinsi Riau. See you. Good Night. Emmuah.

Kamis, Oktober 2

All the Pretty Girls - J.T. Ellison

Diposting oleh Orestilla di 10.12.00 0 komentar


Letnan Divisi Pembunuhan Kota Nashville, Tayor Jackson dan kekasihnya, profiler FBI, Dr. John Baldwin, dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai yang sangat menggemparkan. Tersangka membunuh gadis-gadis cantik bermata coklat kemudian memutilasi mereka dengan memotong kedua tangannya. Tak cukup sampai disana saja, potongan tangan tersebut akan ditemukan di lokasi pembunuhan berikutnya. Begitu berulang-ulang kali sehingga membuat panik jajaran kepolisian dan FBI. Tersangka dijuluki Pencekik dari Selatan.

Julukan yang juga dijadikan sebagai sub judul buku ini, yang membuat saya langsung membawanya pulang ke rumah setelah berkunjung ke sebuah toko buku beberapa bulan yang lalu.


Perilaku tersangka yang berpindah tempat setiap kali membunuh, membuat petugas kelimpungan. Bagaimana tidak? Dia seperti sudah mengatur dari awal dari mana dan kemana akan bergerak untuk melakukan pembunuhan berikutnya. Sedikit demi sedikit, Taylor, Baldwin dan rekan-rekannya mulai mengumpulkan informasi untuk menangkap si tersangka. Sayang, di tengah penyelidikan, agen lapangan Jerry Grimes malah menghabisi dirinya sendiri dengan menarik pelatuh tepat di pelipisnya. Grimes merasa depresi dengan kasus yang tak juga terpecahkan, sementara daftar korban semakin bertambah setiap harinya. Kasus ini akan dimulai dengan berita orang hilang di sebuah tempat, kemudian penemuan mayat beberapa hari berikutnya.

Selang beberapa waktu, Baldwin menemukan bukti baru bahwasanya setiap kali melakukan pembunuhan, tersangka akan meninggalkan secarik kertas yang berisi penggalan puisi-puisi klasik. Puisi yang juga dikirimkan secara berkala melalui email kepada seorang reporter bernama Whitney Connolly. Begitu Whitney menerima pesan berisi puisi di emailnya, maka dalam hitungan hari setelah itu akan ditemukan mayat perempuan muda yang telah selesai dimutilasi tangannya. Ketika Whitney merasa kenal dengan si tersangka dan merasa keselamatan saudara kembarnya, Quinn Connolly terancam, Whitney malah tewas dalam kecelakaan mengerikan. Kecelakaan yang ia alami ketika melakukan perjalanan menuju kediaman Quinn. Kecelakaan yang membawa jawaban pasti tentang si pelaku pembunuhan berantai tersebut.

Whitney dan Quinn semasa kecilnya pernah berada dalam satu lingkungan dengan Taylor Jackson. Taylor mengingat bahwa dulu mereka begitu terkenal di sekolah karena kasus penculikan yang menimpa keduanya. Kasus tersebut hilang begitu saja seperti tersapu angin. Si pencekik dari selatan, membawa keduanya bertemu kembali. Taylor, Baldwin dan rekan-rekannya mendapati bahwa setiap pembunuhan terjadi di seluruh tempat yang disinggahi oleh suami Quinn, Jake Buckley yang bekerja sebagai wakil presiden Health Partners. Dan kebetulan lagi, tujuh dari delapan korban memiliki hubungan dengan dunia media. Ditambah lagi, kebiasaan Jake yang sering mengirimkan puisi kepada Quinn ketika mereka berpacaran dulu, membuat Jake berubah menjadi tersangka utama.

Namun, ada beberapa hal yang mereka lewatkan begitu saja. Keterangan Jake yang menyanggah pembunuhan tersebut serta DNA nya yang tidak cocok dengan contoh yang pernah ditemukan di salah satu lokasi, membuat Baldwin harus bergerak sekali lagi. Lincoln Ross, berhasil mengetahui alamat si tersangka ketika mengirimkan email kepada Whitney, bahkan ketika Whitney telah tewas dalam kecelakaan. Ketika mereka mendatangi tempat tersebut yang merupakan sebuah kedai kopi, berbicara dengan seorang seniman yang dengan tak sengaja telah melukis orang yang malam sebelumnya berada di tempat tersebut dan menggunakan komputer yang memang disediakan untuk tamu, Baldwin dihadapkan pada kenyataan baru bahwasanya sang pembunuh yang mereka cari selama ini adalah Reese Connolly, adik kandung Whitney dan Quinn.

Pembunuhan ini pula yang akhirnya menguar rahasia besar keluarga Connolly. Begitu mengetahui bahwa Reese yang membunuh gadis-gadis tersebut, terkuak lagi fakta terkait hilangnya Whitney dan Quinn sewaktu mereka masih kecil. Dalam peristiwa itu, Quinn diperkosa oleh pelaku dan hamil. Dia lah yang kemudian melahirkan Reese. Namun kedua orangtuanya menutupi fakta tersebut dari dunia, termasuk Reese sendiri. Mereka kemudian mengakui Reese sebagai adik kandungnya hingga ketika berumur 14 tahun, Reese mengetahui kisah kelam kelahirannya. Setelah menemui ayah kandungnya yang meringkuk di penjara karena dijatuhi hukuman 30 tahun, Reese memulai pembunuhan. Ia juga mengirimi Whitney (yang semula dianggap ibu kandungnya) penggalan bait puisi seperti yang ditinggalkannya di lokasi pembunuhan. Ia berharap Whitney akan terkenal dengan pemberitaan yang ia buat terkait pembunuhan tersebut. Bentuk kasih sayang yang disampaikan seorang anak pada ibunya. Tapi Reese keliru dan ia telah membuat sebuah kesalahan fatal.

Reese sengaja mengambinghitamkan Jake karena ia tahu bahwasanya rumah tangga Jake dan Quinn sudah tidak utuh lagi. Dengan memonitor jadwal perjalanan dinas Jake, Reese bisa melakukan pembunuhan tersebut dengan lancar. Bahkan ia juga sempat menyimpan mayat perempuan yang sudah tercabik-cabik di dalam bagasi Jake, sebelum Jake diciduk oleh polisi.

Alamat email Reese yang berupa kode (yang digunakannya untuk mengirim pesan kepada Whitney), akhirnya berhasil dipecahkan oleh Baldwin dan Taylor.

IM1855195C@yahoo.com
I/M/1/8/5/5/1/9/5/C
IM/18/5/5/19/C
I’m 18 5 5 19 C
I’m R E E S E C
I’m Reese Connolly
I’m Reese Chase (Chase nama belakang ayah kandungnya, yang memerkosa Whitney 20 tahun yang lalu).

Beberapa puisi yang ditulis oleh Reese untuk korban-korban sekaligus petunjuk penting bagi Whitney merupakan salinan dari puisi milik William Wordsworth berjudul She Was a Phantom of Delight, William Butler Yeats dan John Done berjudul The Flea.

She Was A Phantom of Delight by William Wordsworth

She was a Phantom of delight
When first she gleamed upon my sight;
A lovely Apparition, sent
To be a moment's ornament;
Her eyes as stars of Twilight fair;
Like Twilight's, too, her dusky hair;
But all things else about her drawn
From May-time and the cheerful Dawn;
A dancing Shape, an Image gay,
To haunt, to startle, and way-lay.
I saw her upon nearer view,
A Spirit, yet a Woman too!
Her household motions light and free,
And steps of virgin-liberty;
A countenance in which did meet
Sweet records, promises as sweet;
A Creature not too bright or good
For human nature's daily food;
For transient sorrows, simple wiles,
Praise, blame, love, kisses, tears, and smiles.
And now I see with eye serene
The very pulse of the machine;
A Being breathing thoughtful breath,
A Traveller between life and death;
The reason firm, the temperate will,
Endurance, foresight, strength, and skill;
A perfect Woman, nobly planned,
To warn, to comfort, and command;
And yet a Spirit still, and bright
With something of angelic light.

( Ia adalah hantu kenikmatan
Kala mataku pertama menangkapnya;
Penampakan yang menawan, dikirim
Tuk menjadi hiasan sesaat nan cantik;
Matanya bersinar;
bagai bintang senja, pun, bagai senja rambut gelapnya;
Namun segala hal lain tentangnya
Berasal dari Mei dan fajar yang ceria;
Sebuah sosok menari, sebauh bentuk yang riang,
Tuk menghantui, mengejutkan, dan menghadang.
Ku melihatnya lebih dekat,
Sesosok rok, namun juga seorang wanita!
Geraknya lembut dan lepas,
Dengan langkah dara nan bebas;
Raut wajahnya saat bersua
Kenangan manis, janji manis jua;
Makhluk yang tak terlalu cerdas atau baik
Tuk santapan sifat manusia sehari-hari;
Tuk duka yang sementara, tipu muslihat yang sederhana,
Pujian, tudingan, cinta, kecupan, airmata, dan senyuman.
Dan kini kulihat dengan pandang tenang
Detak mesin yang terdengar;
Sebuah sosok hembuskan nafas bijak,
Pengelana antara arwah dan nyawa;
Sasaran yang tegas, kehendak yang terkendali,
Kesabaran, ramalan, kekuatan, dan keahlian;
Seorang wanita sempurna, diciptakan dengan keanggunan,
Tuk memperingatkan, untuk menghibur, dan menguasai;
dan masih jiwa yang murni, dan berbinar
Dengan cahaya bak malaikat bersinar. )

Melalui novel ini, Ellison membawa kita pada peristiwa pembunuhan nan kelam dan penuh teka-teki. Rentetan bukti yang ditemukan serta proses olah TKP yang tak semudah membalikkan telapak tangan, membuat kita merasa seolah-olah sedang berada di sana. Menyaksikan kekejaman si pembunuh secara langsung. Kehadiran penggalan-penggalan puisi klasik dari beberapa maestro terkemuka, memberi warna lain dalam kisah ini. Bacalah dan dapatkan sensasi yang luar biasa ketika membacanya.
4 bintang untuk All the Pretty Girls.

Salam!

Judul
:
All the Pretty Girls
Penulis
:
J.T. Ellison
Halaman
:
342
Penerbit
:
Violet Books, 2011

Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00 0 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah
 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea