Aku Tilla. Lengkapnya Livka Orestilla. Tahun ini usiaku
genap 25 tahun. Dua digit angka inilah yang memaksaku untuk tidak lagi
bermain-main dengan hidup. Setidaknya aku sudah harus memiliki tujuan masa
depan yang jelas, untuk nantinya akan mati-matian kuperjuangkan. Saat ini
namaku tercatat sebagai salah seorang pelayan masyarakat di daerah Kota Solok
Provinsi Sumatera Barat.
Berlatar pendidikan di bidang pemerintahan, tak menjadikan
mimpi terbaikku lenyap dimakan jaman. Sedari kecil aku memang selalu bermimpi
menjadi seorang penulis. Setiap kali membaca buku, novel, majalah atau apapun
jenisnya, aku selalu berharap bisa menjadi salah seorang diantara mereka. Ya.
Penulis-penulis hebat itu. Kebiasaan bermain dengan kata dan menghadirkan
mereka dalam keseharian, memupuk mimpi yang semakin hari bukannya mati, malah
menjadi-jadi. Bagiku buku tak hanya jendela ilmu. Buku lah yang menjadi teman
ketika sedih dan bosan melanda. Buku juga yang membuat waktuku tak habis hanya
untuk sesuatu yang tak ada gunanya. Buku juga menjadi tempatku melampiaskan
kekesalan. Entah ramuan apa yang ia miliki, hanya dengan larut dalam barisan
kata, rasa dongkol itu akan menguap begitu saja.
Tidak sedikit berita miring yang sampai padaku. Kebanyakan
dari mereka akan berkata bahwa aku seperti orang yang tak bisa bersyukur.
Disaat aku seharusnya lebih memfokuskan diri dan pikiran pada pekerjaan kantor,
aku malah memilih larut dalam rangkaian narasi yang bagi mereka mungkin bagai
tak berkesudahan. Bahkan ada beberapa diantara mereka yang berpendapat bahwa
orang biasa sepertiku tidak akan pernah mampu menulis sebaik yang dilakukan
penulis terkenal yang bukunya terjual jutaan eksamplar. Aku sendiri heran
mengapa masih ada orang yang begitu susah dan terbebani dengan hobiku yang sama
sekali tidak mengganggu area pribadi mereka. Padahal seandainya mereka tahu,
aku melakukan ini semua tanpa sedikitpun berniat untuk meninggalkan kewajibanku
sebagai seorang pegawai negeri sipil. Pegawai pemerintah yang setiap bulannya
menerima gaji, yang memiliki janji pada negeri untuk menjadi puteri terbaik
bangsa ini. Aku selalu ingat dan tak pernah sekalipun melupakan janji tersebut.
Maka hanya dengan mengusap dada dan tetap bersabar aku menghadapi hujatan dan
pendapat keliru itu.
Hujatan dan hinaan yang datang sama sekali tidak
mempengaruhi mimpi besarku. Setiap hari aku selalu menulis walaupun hanya 5
halaman. Setiap hari aku selalu membaca walau tak menamatkan satu buku. Aku
melakukan itu semua untuk alasan-alasan yang tak harus dimengerti dan dipahami
oleh orang lain. Aku memang belum pernah mengasah kemampuan menulisku secara
khusus dalam bentuk pendidikan atau pelatihan. Apa yang kutulis sedari dulu,
kupelajari sendiri dengan memperbanyak bacaan dan membuka internet.
Untuk mengasah keterampilan menulis ini, aku sering
mengikuti berbagai ajang lomba dan proyek menulis. Lomba-lomba ini sering
diadakan oleh pihak-pihak pecinta buku sepertiku. Dan setiap kali berhubungan
dengan mereka walau hanya lewat dunia maya, aku seperti menemukan sahabat
sejati yang mengerti akan diriku seutuhnya.
Jika yang sedang membaca tulisan ini masih ada yang ingin
mempertanyakan alasanku untuk selalu menghabiskan waktu bersama buku,
berjam-jam menulis untuk sebuah mimpi besar, maka ini jawabanku: Karena menulis
itu merupakan sebuah tiket bagiku untuk menciptakan sebuah kenangan. Benar.
Jika suatu hari nanti namaku tercatat sebagai seorang penulis di negeri ini,
maka sampai kapanpun aku akan diingat dan keinginanku untuk menyebarkan
nilai-nilai positif pada banyak orang akan dilakukan oleh buku-buku yang
kulahirkan.
Untuk semua orang yang pernah menyepelekan mimpi ini, maka
kuucapkan terimakasih sekali lagi. Kenapa? Karena hujatan dan hinaan itu tak
akan pernah memadamkan semangatku. Dengan rumus khusus, kata-kata itu akan
kuubah menjadi sebuah cambuk dan motivasi untuk bergerak menjadi lebih baik
lagi. Walaupun sekarang pada kenyataannya, semua naskah yang kukirimkan ke
berbagai penerbit masih mengalami penolakan, aku yakin suatu hari nanti akan
ada satu, dua, tiga dan banyak naskahku yang akan diterbitkan menjadi sebuah
buku. Jadi tak ada gunanya bersedih hati bukan? Karena larut dalam kesedihan
hanya akan menumpulkan kreativitas dan mematikan mimpi besarku.
Salam hangat. Tilla.*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis #MyDream oleh @divapress01 @de_teens @edi_akhiles :)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)