Jumat, Desember 27

Pukat - Amelia

Diposting oleh Orestilla di 12.37.00


Buku yang saya inginkan untuk dibaca oleh anak-anak saya kelak, salah satunya adalah serial anak-anak mamak yang lahir sebagai sebuah karya mengagumkan dari seorang Tere Liye. Setelah sebelumnya membahas dua seri bukunya disini, hari ini saya akan kembali mencoba membeberkan rahasia kehidupan yang tersurat dan tersirat dalam dua seri lainnya, Pukat dan Amelia.


ini cover buku Pukat dan Amelia
Anak muda Indonesia harusnya menyisihkan waktu untuk membaca buku-buku ini. Mengapa? Karena saya saja yang sudah berumur seperempat abad, bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka. Darinya sungguh, saya belajar banyak hal akan makna hidup.
Jika buku-buku lain membicarakan kehebatan teknologi masa kini, kemewahan dalam sangkar emas kehidupan perkotaan, heboh dan meledaknya romantisme percintaan muda-mudi, maka serial ini bercerita sebaliknya.
Sama seperti dua buku terdahulu, Pukat dan Amelia masih berkicau tentang kehidupan anak-anak di daerah pedalaman rimba Sumatera. Perjuangan dan kebahagiaan masa kecil yang mereka lalui dalam segala keterbatasan dan kekurangan. Konflik yang diketengahkan juga menggelitik hati dan pikiran. Bagaimana mungkin tokoh cilik berusia belasan tahun mampu menarik kita dalam sebuah kisah berisi penuh panutan? Bahkan tak sedikit dari kisah tersebut yang membuat mata kita akan berkaca-kaca nantinya.
Saya mulai dari cerita tentang anak kedua dalam keluarga Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas, Pukat. Ia dikenal sebagai anak yang jenius. Mampu menjawab apapun jenis pertanyaan yang dilontarkan, entah itu masuk akal ataupun tidak. Pukat tumbuh menjadi anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi, yang pada akhirnya mengantarkannya pada pencapaian mimpi masa depan. Ketegasan mamak dan kebijaksanaan bapak, membuat Pukat berhasil menghalau seluruh hambatan yang dengan cukup detail diceritakan dalam buku ini. Beberapa poin penting yang berhasil saya rangkum dalam buku ini, sengaja (sekali lagi) saya tandai agar bisa saya bagikan dengan teman-teman semua.

Kalian tidak akan pernah menjadi penulis yang hebat dengan hanya tahu caranya menulis, tahu teori-teorinya, tapi kalian tidak pernah melakukannya [page 48 of 345]
Tidak ada yang paling menyedihkan di dunia ini selain kehilangan kejujuran, harga diri dan martabat [page 158 of 345]
Orang-orang yang bersungguh-sungguh jujur, menjaga kehormatannya, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski hidupnya tetap sederhana, tetap terlihat biasa-biasa saja, maka dia sejatinya telah menggenggam seluruh kebahagiaan dunia [page 164 of 345]
Kenapa kebanyakan orang menganggap kecantikan seorang perempuan lebih penting dibandingkan perangai yang baik? Karena di dunia ini, lelaki bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan lelaki buta [page 178 of 345]
Menunggu itu berarti sabar. Berharap itu berarti doa [page 314 of 345]

Sedangkan Amelia, berbicara tentang sisi kehidupan dari kacamata seorang gadis kecil, bungsu dari empat bersaudara. Sebuah urutan terakhir yang pada awal cerita membuatnya merasa menjadi anak yang sama sekali tidak beruntung karena bisa ditekan oleh kakak-kakaknya. Status yang membuatnya ngeri ketika harus memikirkan tradisi kampung yang mencapnya sebagai generasi “penunggu rumah”. Amelia yang dipercaya oleh bapaknya sebagai anak yang kuat, paling kuat. Bukan dari fisik, namun caranya memahami hidup dengan sebaik-baiknya. Amelia yang berhasil menyadarkan banyak orang bahwasanya perubahan tidak harus menunggu lahir dari seorang tetua yang disegani, dari seorang yang berpendidikan tinggi, dari seorang yang berjabatan disana-sini. Perubahan sejatinya muncul dari pemahaman yang baik akan arti hidup yang sesunggunya. Dan untukmu, ini dia the precious sentences dari buku Amelia.

Belenggu kemiskinan tetap menjerat erat akibat dari ketidaktauan, akibat dangkalnya pendidikan [page 83 of 391]
Jangan ragu-ragu, langit adalah batasnya. Siapa pun bisa menggapai mimpinya jika bersungguh-sungguh [page 106 of 391]
Dalam sebuah proses perubahan, selalu bagian terpentingnya adalah memulai perubahan tersebut [[page 383 of 391]

Membaca Pukat dan Amelia laksana bercermin pada hidup yang tengah kita jalani. Alur ceritanya mengalir, permasalahan yang ditampilkan sangat dekat dengan masalah-masalah kita keseharian. Dengan pemaparan sederhana yang sangat mudah dicerna, karya-karya ini cocok sekali dibaca untuk menemani akhir pekan kita. Jangan bayangkan narasi penuh istilah-istilah yang membuat kening kita berkerut, tidak sama sekali. Pukat dan Amelia (serta dua seri lainnya) diciptakan untuk membuat kita dapat menikmati sebuah bacaan dengan bersantai, mungkin menyesap secangkir teh hangat, tanpa kehilangan makna dan pesan yang tersembunyi didalamnya.
Bacalah.
Salam!


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Jumat, Desember 27

Pukat - Amelia

Diposting oleh Orestilla di 12.37.00


Buku yang saya inginkan untuk dibaca oleh anak-anak saya kelak, salah satunya adalah serial anak-anak mamak yang lahir sebagai sebuah karya mengagumkan dari seorang Tere Liye. Setelah sebelumnya membahas dua seri bukunya disini, hari ini saya akan kembali mencoba membeberkan rahasia kehidupan yang tersurat dan tersirat dalam dua seri lainnya, Pukat dan Amelia.


ini cover buku Pukat dan Amelia
Anak muda Indonesia harusnya menyisihkan waktu untuk membaca buku-buku ini. Mengapa? Karena saya saja yang sudah berumur seperempat abad, bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka. Darinya sungguh, saya belajar banyak hal akan makna hidup.
Jika buku-buku lain membicarakan kehebatan teknologi masa kini, kemewahan dalam sangkar emas kehidupan perkotaan, heboh dan meledaknya romantisme percintaan muda-mudi, maka serial ini bercerita sebaliknya.
Sama seperti dua buku terdahulu, Pukat dan Amelia masih berkicau tentang kehidupan anak-anak di daerah pedalaman rimba Sumatera. Perjuangan dan kebahagiaan masa kecil yang mereka lalui dalam segala keterbatasan dan kekurangan. Konflik yang diketengahkan juga menggelitik hati dan pikiran. Bagaimana mungkin tokoh cilik berusia belasan tahun mampu menarik kita dalam sebuah kisah berisi penuh panutan? Bahkan tak sedikit dari kisah tersebut yang membuat mata kita akan berkaca-kaca nantinya.
Saya mulai dari cerita tentang anak kedua dalam keluarga Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas, Pukat. Ia dikenal sebagai anak yang jenius. Mampu menjawab apapun jenis pertanyaan yang dilontarkan, entah itu masuk akal ataupun tidak. Pukat tumbuh menjadi anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi, yang pada akhirnya mengantarkannya pada pencapaian mimpi masa depan. Ketegasan mamak dan kebijaksanaan bapak, membuat Pukat berhasil menghalau seluruh hambatan yang dengan cukup detail diceritakan dalam buku ini. Beberapa poin penting yang berhasil saya rangkum dalam buku ini, sengaja (sekali lagi) saya tandai agar bisa saya bagikan dengan teman-teman semua.

Kalian tidak akan pernah menjadi penulis yang hebat dengan hanya tahu caranya menulis, tahu teori-teorinya, tapi kalian tidak pernah melakukannya [page 48 of 345]
Tidak ada yang paling menyedihkan di dunia ini selain kehilangan kejujuran, harga diri dan martabat [page 158 of 345]
Orang-orang yang bersungguh-sungguh jujur, menjaga kehormatannya, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski hidupnya tetap sederhana, tetap terlihat biasa-biasa saja, maka dia sejatinya telah menggenggam seluruh kebahagiaan dunia [page 164 of 345]
Kenapa kebanyakan orang menganggap kecantikan seorang perempuan lebih penting dibandingkan perangai yang baik? Karena di dunia ini, lelaki bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan lelaki buta [page 178 of 345]
Menunggu itu berarti sabar. Berharap itu berarti doa [page 314 of 345]

Sedangkan Amelia, berbicara tentang sisi kehidupan dari kacamata seorang gadis kecil, bungsu dari empat bersaudara. Sebuah urutan terakhir yang pada awal cerita membuatnya merasa menjadi anak yang sama sekali tidak beruntung karena bisa ditekan oleh kakak-kakaknya. Status yang membuatnya ngeri ketika harus memikirkan tradisi kampung yang mencapnya sebagai generasi “penunggu rumah”. Amelia yang dipercaya oleh bapaknya sebagai anak yang kuat, paling kuat. Bukan dari fisik, namun caranya memahami hidup dengan sebaik-baiknya. Amelia yang berhasil menyadarkan banyak orang bahwasanya perubahan tidak harus menunggu lahir dari seorang tetua yang disegani, dari seorang yang berpendidikan tinggi, dari seorang yang berjabatan disana-sini. Perubahan sejatinya muncul dari pemahaman yang baik akan arti hidup yang sesunggunya. Dan untukmu, ini dia the precious sentences dari buku Amelia.

Belenggu kemiskinan tetap menjerat erat akibat dari ketidaktauan, akibat dangkalnya pendidikan [page 83 of 391]
Jangan ragu-ragu, langit adalah batasnya. Siapa pun bisa menggapai mimpinya jika bersungguh-sungguh [page 106 of 391]
Dalam sebuah proses perubahan, selalu bagian terpentingnya adalah memulai perubahan tersebut [[page 383 of 391]

Membaca Pukat dan Amelia laksana bercermin pada hidup yang tengah kita jalani. Alur ceritanya mengalir, permasalahan yang ditampilkan sangat dekat dengan masalah-masalah kita keseharian. Dengan pemaparan sederhana yang sangat mudah dicerna, karya-karya ini cocok sekali dibaca untuk menemani akhir pekan kita. Jangan bayangkan narasi penuh istilah-istilah yang membuat kening kita berkerut, tidak sama sekali. Pukat dan Amelia (serta dua seri lainnya) diciptakan untuk membuat kita dapat menikmati sebuah bacaan dengan bersantai, mungkin menyesap secangkir teh hangat, tanpa kehilangan makna dan pesan yang tersembunyi didalamnya.
Bacalah.
Salam!


0 komentar on "Pukat - Amelia"

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea