Hai. Hai. Lama tak produktif
di blog bukan berarti saya tak lagi cinta pada dunia menulis. Kebiasaan buruk
menumpuk buku membuat saya berkomitmen dengan diri sendiri untuk menyelesaikan
semua buku yang belum saya baca dalam waktu satu bulan. Tapi sepertinya niatan
itu belum bisa terealisasi dengan baik. Masih ada 13 buku lagi dan bulan ini
sudah berlalu setengahnya. Saya masih membutuhkan waktu untuk mengeksekusi
mereka semua. Dan menulis bagi saya bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa
disandingkan dengan membaca buku, apalagi dalam jumlah banyak. Saya hanya tak
mau tulisan yang nantinya saya hasilkan malah berbau layaknya narasi yang saya
lahap di waktu bersamaan. Makanya saya urung dulu untuk menulis beberapa minggu
ini. Demikian penjelasannya. Hehe. Agak terdengar lucu karena tidak ada satu
pun dari teman-teman yang bertanya sedari awal. Sudahlah. Hahahaha. Bukankah
laman ini untuk berbagi? Yang tadi itu berbagi rasa namanya. Curhat.
Oke. Hari ini saya akan
membahas bukunya Tere Liye. Hayoooo..siapa sih yang nggak kenal dengan penulis
hebat ini? Beberapa bukunya bahkan sudah merambah dunia perfilman Indonesia.
Masih ingat kan Hafalan Shalat Delisa? Iya. Film yang sukses menguras habis
airmata penontonnya.
Tidak hanya satu, saya akan
kupas 4 buku sekaligus. Karena dalam satu minggu ini saya berkutat dengan 4
buku Tere Liye. Mereka adalah Sepotong Hati yang Baru, Berjuta Rasanya,
Burlian dan Eliana. Masing-masing buku ini punya keunikan tersendiri di
hati dan mata saya. Ada beberapa bagian dari mereka yang saya tandai seperti
biasa. Kebiasaan yang selalu saya lakukan ketika membaca sebuah buku. Mencari
“the precious sentences” kemudian membagikannya untuk teman-teman yang mungkin
saja belum punya waktu untuk membaca. Atau bisa jadi bagian ini akan menarik
minat seseorang untuk membaca. Iya kan?
Sepotong Hati yang Baru dan
Berjuta Rasanya adalah dua buku yang berisi kumpulan cerpen. Jumlahnya ada 23
cerita pendek, 8 cerpen di Sepotong Hati yang Baru dan 15 lainnya di Berjuta
Rasanya. Beberapa dari cerita tersebut ada yang saling berhubungan satu sama
lain. Seperti saling melengkapi. Cerita yang satu diceritakan kembali pada buku
yang lain dengan memakai sudut pandang yang berbeda. Membacanya tentu saja
mengasyikkan. Narasi yang dimiliki oleh Tere Liye bagi saya cukup ringan untuk
dinikmati tanpa perlu menghadirkan kerutan indah di kening. Cocok deh untuk
mengisi liburan akhir minggu.
Kisah yang membuat saya
tergugah di buku Sepotong Hati yang Baru ada pada cerpen berjudul Sie
Sie. Cerita ini berkisah tentang seorang perempuan negeri Singkawang
yang mengorbankan hatinya sendiri dengan memutuskan untuk menjadi istri dari
seorang asing hanya untuk beberapa lembar rupiah yang ia gunakan demi
mendapatkan kesembuhan ibunya. Bukan perkara gampang tentunya berikrar sehidup
semati dengan orang yang sama sekali belum pernah bertemu dengan kita
sebelumnya. Namun Sie Sie telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi
istri yang baik bagi suaminya, suami yang menikahinya dengan alasan klasik yang
menyakitkan, apalagi kalau bukan perkara harta. Kesusahan hidup dan
kebangkrutan yang menimpa suami Taiwan-nya tak membuat cinta Sie Sie karam
begitu saja. Ia tetap bertahan sampai puluhan tahun berselang. Saya belajar
arti cinta sejati dari kisah ini. Dan saya semakin yakin dengan keputusan saya
sendiri bahwasanya “kita tak harus menikah dengan orang yang mati-matian kita cintai.
Namun ketika tiba saatnya menikah nanti, kita harus mencintai orang yang
menjadi pasangan hidup kita dengan sepenuh hati.”
Sedangkan di buku Berjuta
Rasanya, cerpen berjudul Love Ver 7.0 & Married Ver 9.0
sukses membuat saya tertawa terbahak-bahak selama membacanya. Bahkan ketika
memasuki cerita berikutnya, saya tak bisa membayangkan jika dunia ini nantinya
akan benar-benar dibuat gila oleh keajaiban teknologi. Kisah ini menceritakan
tentang kehidupan dunia puluhan tahun mendatang, dimana seluruh penghuni bumi
telah menjadi budak perkembangan zaman. Ketika perasaan bahkan dengan
gampangnya dikendalikan oleh software-software
hasil ciptaan manusia. Tak ada lagi yang namanya deg-deg-an ketika mencoba
menyampaikan perasaan pada orang yang ditaksir. Tak ada lagi yang namanya makan
malam romantis, berdua di penghujung minggu. Semuanya dipalsukan dengan sangat
baik oleh alat-alat super hebat. Tidak hanya pacaran saja yang digantikan oleh
karakter-karakter dalam games yang mereka ciptakan, bahkan menyusul masalah
pernikahan. Bisa dibayangkan apa jadinya dunia bila kita menikah dengan
seseorang yang hanya kita temui di dunia maya, bercumbu dan bermanja-manja
dengannya hanya melalui layar komputer. Dunia dibuat gila segila-gilanya.
2 buku berikutnya berkisah
tentang 2 anak, Burlian dan Eliana. Setiap buku mengisahkan
tentang masing-masing anak. Ada 4 buku seharusnya. Dan saya berjanji akan
segera menyelesaikan seri yang lain, Amelia dan Pukat. Keempat buku merupakan
bagian dari serial anak-anak mamak. Eliana si sulung, Pukat anak kedua, Burlian
anak ketiga, dan Amelia si bungsu. Tere Liye dengan lihainya membahas kebiasaan
hidup sehari-hari mereka di perkampungan kecil Bengkulu. Keinginan mereka,
kegelisahan mereka menantang masa depan dan perjuangan mereka yang bagai tanpa
akhir.
Ada banyak pelajaran yang
saya dapatkan dari 2 buku ini, terutama tentang bagaimana caranya mencintai
bumi, tak terkecuali memposisikan kedua orang tua di tempat paling terhormat di
muka bumi. Yuk dibaca..
Dalam bab Nakamura-San diceritakan bagaimana sejarah
didirikannya Terusan Panama di Amerika. Terusan ini yang menjadi jawaban bagi
dunia pelayaran dunia kala itu karena berhasil menghilangkan jarak 12.000 pal
yang akan dilayari jika harus memutari Amerika Utara. Tanah genting yang
memisahkan Amerika Utara dan Amerika Selatan berjarak sekitar 80 pal itu diubah
menjadi sebuah parit raksasa yang menghubungkan Laut Karibia dan Samudera
Pasifik, dikerjakan pada tahun 1881-1889 dengan melibatkan puluhan ribu
pekerja.
Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah dilakukan mamak (ibu)
demi kau, maka itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa
cinta serta kasih sayangnya [Burlian, page 214 of 340]
Jangan pernah bersedih ketika orang-orang menilai hidup kita
rendah. Jangan pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan tidak pernah
tertukar. Boleh jadi orang-orang yang menghina itulah yang lebih hina.
Sebaliknya, orang-orang yang dihinalah yang lebih mulia [Eliana, page 32 of
519]
Hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin
tulus kau melepaskannya [Eliana, page 81 of 519]
Di buku Eliana ini juga lah
saya dipertemukan dengan sebuah puisi karya Chairul Anwar berjudul Penerimaan
yang ditulis pada Maret 1943. Begini bunyinya:
Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih sendiri
Ku tahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk!
Tantang aku dengan berani
Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Untukku sendiri, tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka
setidaknya janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri
di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang-orang
yang mengajak kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik [Eliana, page
257 of 519]
Satu kata untuk mengakhiri
review ini: Penasaran!
Saya masih harus membaca
seri yang lain. Saya harus menuntaskan secepatnya buku-buku yang tersisa
kemudian segera menemukan Amelia dan Pukat. Iya. Harus.
Salam!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)