Rabu, November 20

Empat untuk Tere Liye

Diposting oleh Orestilla di 08.16.00


Hai. Hai. Lama tak produktif di blog bukan berarti saya tak lagi cinta pada dunia menulis. Kebiasaan buruk menumpuk buku membuat saya berkomitmen dengan diri sendiri untuk menyelesaikan semua buku yang belum saya baca dalam waktu satu bulan. Tapi sepertinya niatan itu belum bisa terealisasi dengan baik. Masih ada 13 buku lagi dan bulan ini sudah berlalu setengahnya. Saya masih membutuhkan waktu untuk mengeksekusi mereka semua. Dan menulis bagi saya bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa disandingkan dengan membaca buku, apalagi dalam jumlah banyak. Saya hanya tak mau tulisan yang nantinya saya hasilkan malah berbau layaknya narasi yang saya lahap di waktu bersamaan. Makanya saya urung dulu untuk menulis beberapa minggu ini. Demikian penjelasannya. Hehe. Agak terdengar lucu karena tidak ada satu pun dari teman-teman yang bertanya sedari awal. Sudahlah. Hahahaha. Bukankah laman ini untuk berbagi? Yang tadi itu berbagi rasa namanya. Curhat.
Oke. Hari ini saya akan membahas bukunya Tere Liye. Hayoooo..siapa sih yang nggak kenal dengan penulis hebat ini? Beberapa bukunya bahkan sudah merambah dunia perfilman Indonesia. Masih ingat kan Hafalan Shalat Delisa? Iya. Film yang sukses menguras habis airmata penontonnya.
Tidak hanya satu, saya akan kupas 4 buku sekaligus. Karena dalam satu minggu ini saya berkutat dengan 4 buku Tere Liye. Mereka adalah Sepotong Hati yang Baru, Berjuta Rasanya, Burlian dan Eliana. Masing-masing buku ini punya keunikan tersendiri di hati dan mata saya. Ada beberapa bagian dari mereka yang saya tandai seperti biasa. Kebiasaan yang selalu saya lakukan ketika membaca sebuah buku. Mencari “the precious sentences” kemudian membagikannya untuk teman-teman yang mungkin saja belum punya waktu untuk membaca. Atau bisa jadi bagian ini akan menarik minat seseorang untuk membaca. Iya kan?





Sepotong Hati yang Baru dan Berjuta Rasanya adalah dua buku yang berisi kumpulan cerpen. Jumlahnya ada 23 cerita pendek, 8 cerpen di Sepotong Hati yang Baru dan 15 lainnya di Berjuta Rasanya. Beberapa dari cerita tersebut ada yang saling berhubungan satu sama lain. Seperti saling melengkapi. Cerita yang satu diceritakan kembali pada buku yang lain dengan memakai sudut pandang yang berbeda. Membacanya tentu saja mengasyikkan. Narasi yang dimiliki oleh Tere Liye bagi saya cukup ringan untuk dinikmati tanpa perlu menghadirkan kerutan indah di kening. Cocok deh untuk mengisi liburan akhir minggu.
Kisah yang membuat saya tergugah di buku Sepotong Hati yang Baru ada pada cerpen berjudul Sie Sie. Cerita ini berkisah tentang seorang perempuan negeri Singkawang yang mengorbankan hatinya sendiri dengan memutuskan untuk menjadi istri dari seorang asing hanya untuk beberapa lembar rupiah yang ia gunakan demi mendapatkan kesembuhan ibunya. Bukan perkara gampang tentunya berikrar sehidup semati dengan orang yang sama sekali belum pernah bertemu dengan kita sebelumnya. Namun Sie Sie telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi istri yang baik bagi suaminya, suami yang menikahinya dengan alasan klasik yang menyakitkan, apalagi kalau bukan perkara harta. Kesusahan hidup dan kebangkrutan yang menimpa suami Taiwan-nya tak membuat cinta Sie Sie karam begitu saja. Ia tetap bertahan sampai puluhan tahun berselang. Saya belajar arti cinta sejati dari kisah ini. Dan saya semakin yakin dengan keputusan saya sendiri bahwasanya “kita tak harus menikah dengan orang yang mati-matian kita cintai. Namun ketika tiba saatnya menikah nanti, kita harus mencintai orang yang menjadi pasangan hidup kita dengan sepenuh hati.”
Sedangkan di buku Berjuta Rasanya, cerpen berjudul Love Ver 7.0 & Married Ver 9.0 sukses membuat saya tertawa terbahak-bahak selama membacanya. Bahkan ketika memasuki cerita berikutnya, saya tak bisa membayangkan jika dunia ini nantinya akan benar-benar dibuat gila oleh keajaiban teknologi. Kisah ini menceritakan tentang kehidupan dunia puluhan tahun mendatang, dimana seluruh penghuni bumi telah menjadi budak perkembangan zaman. Ketika perasaan bahkan dengan gampangnya dikendalikan oleh software-software hasil ciptaan manusia. Tak ada lagi yang namanya deg-deg-an ketika mencoba menyampaikan perasaan pada orang yang ditaksir. Tak ada lagi yang namanya makan malam romantis, berdua di penghujung minggu. Semuanya dipalsukan dengan sangat baik oleh alat-alat super hebat. Tidak hanya pacaran saja yang digantikan oleh karakter-karakter dalam games yang mereka ciptakan, bahkan menyusul masalah pernikahan. Bisa dibayangkan apa jadinya dunia bila kita menikah dengan seseorang yang hanya kita temui di dunia maya, bercumbu dan bermanja-manja dengannya hanya melalui layar komputer. Dunia dibuat gila segila-gilanya.
2 buku berikutnya berkisah tentang 2 anak, Burlian dan Eliana. Setiap buku mengisahkan tentang masing-masing anak. Ada 4 buku seharusnya. Dan saya berjanji akan segera menyelesaikan seri yang lain, Amelia dan Pukat. Keempat buku merupakan bagian dari serial anak-anak mamak. Eliana si sulung, Pukat anak kedua, Burlian anak ketiga, dan Amelia si bungsu. Tere Liye dengan lihainya membahas kebiasaan hidup sehari-hari mereka di perkampungan kecil Bengkulu. Keinginan mereka, kegelisahan mereka menantang masa depan dan perjuangan mereka yang bagai tanpa akhir.
Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan dari 2 buku ini, terutama tentang bagaimana caranya mencintai bumi, tak terkecuali memposisikan kedua orang tua di tempat paling terhormat di muka bumi. Yuk dibaca..
Dalam bab Nakamura-San diceritakan bagaimana sejarah didirikannya Terusan Panama di Amerika. Terusan ini yang menjadi jawaban bagi dunia pelayaran dunia kala itu karena berhasil menghilangkan jarak 12.000 pal yang akan dilayari jika harus memutari Amerika Utara. Tanah genting yang memisahkan Amerika Utara dan Amerika Selatan berjarak sekitar 80 pal itu diubah menjadi sebuah parit raksasa yang menghubungkan Laut Karibia dan Samudera Pasifik, dikerjakan pada tahun 1881-1889 dengan melibatkan puluhan ribu pekerja.
Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah dilakukan mamak (ibu) demi kau, maka itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta serta kasih sayangnya [Burlian, page 214 of 340]
Jangan pernah bersedih ketika orang-orang menilai hidup kita rendah. Jangan pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan tidak pernah tertukar. Boleh jadi orang-orang yang menghina itulah yang lebih hina. Sebaliknya, orang-orang yang dihinalah yang lebih mulia [Eliana, page 32 of 519]
Hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya [Eliana, page 81 of 519]
Di buku Eliana ini juga lah saya dipertemukan dengan sebuah puisi karya Chairul Anwar berjudul Penerimaan yang ditulis pada Maret 1943. Begini bunyinya:

Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih sendiri
Ku tahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk!
Tantang aku dengan berani
Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Untukku sendiri, tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang-orang yang mengajak kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik [Eliana, page 257 of 519]

Satu kata untuk mengakhiri review ini: Penasaran!
Saya masih harus membaca seri yang lain. Saya harus menuntaskan secepatnya buku-buku yang tersisa kemudian segera menemukan Amelia dan Pukat. Iya. Harus.
Salam!

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Rabu, November 20

Empat untuk Tere Liye

Diposting oleh Orestilla di 08.16.00


Hai. Hai. Lama tak produktif di blog bukan berarti saya tak lagi cinta pada dunia menulis. Kebiasaan buruk menumpuk buku membuat saya berkomitmen dengan diri sendiri untuk menyelesaikan semua buku yang belum saya baca dalam waktu satu bulan. Tapi sepertinya niatan itu belum bisa terealisasi dengan baik. Masih ada 13 buku lagi dan bulan ini sudah berlalu setengahnya. Saya masih membutuhkan waktu untuk mengeksekusi mereka semua. Dan menulis bagi saya bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa disandingkan dengan membaca buku, apalagi dalam jumlah banyak. Saya hanya tak mau tulisan yang nantinya saya hasilkan malah berbau layaknya narasi yang saya lahap di waktu bersamaan. Makanya saya urung dulu untuk menulis beberapa minggu ini. Demikian penjelasannya. Hehe. Agak terdengar lucu karena tidak ada satu pun dari teman-teman yang bertanya sedari awal. Sudahlah. Hahahaha. Bukankah laman ini untuk berbagi? Yang tadi itu berbagi rasa namanya. Curhat.
Oke. Hari ini saya akan membahas bukunya Tere Liye. Hayoooo..siapa sih yang nggak kenal dengan penulis hebat ini? Beberapa bukunya bahkan sudah merambah dunia perfilman Indonesia. Masih ingat kan Hafalan Shalat Delisa? Iya. Film yang sukses menguras habis airmata penontonnya.
Tidak hanya satu, saya akan kupas 4 buku sekaligus. Karena dalam satu minggu ini saya berkutat dengan 4 buku Tere Liye. Mereka adalah Sepotong Hati yang Baru, Berjuta Rasanya, Burlian dan Eliana. Masing-masing buku ini punya keunikan tersendiri di hati dan mata saya. Ada beberapa bagian dari mereka yang saya tandai seperti biasa. Kebiasaan yang selalu saya lakukan ketika membaca sebuah buku. Mencari “the precious sentences” kemudian membagikannya untuk teman-teman yang mungkin saja belum punya waktu untuk membaca. Atau bisa jadi bagian ini akan menarik minat seseorang untuk membaca. Iya kan?





Sepotong Hati yang Baru dan Berjuta Rasanya adalah dua buku yang berisi kumpulan cerpen. Jumlahnya ada 23 cerita pendek, 8 cerpen di Sepotong Hati yang Baru dan 15 lainnya di Berjuta Rasanya. Beberapa dari cerita tersebut ada yang saling berhubungan satu sama lain. Seperti saling melengkapi. Cerita yang satu diceritakan kembali pada buku yang lain dengan memakai sudut pandang yang berbeda. Membacanya tentu saja mengasyikkan. Narasi yang dimiliki oleh Tere Liye bagi saya cukup ringan untuk dinikmati tanpa perlu menghadirkan kerutan indah di kening. Cocok deh untuk mengisi liburan akhir minggu.
Kisah yang membuat saya tergugah di buku Sepotong Hati yang Baru ada pada cerpen berjudul Sie Sie. Cerita ini berkisah tentang seorang perempuan negeri Singkawang yang mengorbankan hatinya sendiri dengan memutuskan untuk menjadi istri dari seorang asing hanya untuk beberapa lembar rupiah yang ia gunakan demi mendapatkan kesembuhan ibunya. Bukan perkara gampang tentunya berikrar sehidup semati dengan orang yang sama sekali belum pernah bertemu dengan kita sebelumnya. Namun Sie Sie telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi istri yang baik bagi suaminya, suami yang menikahinya dengan alasan klasik yang menyakitkan, apalagi kalau bukan perkara harta. Kesusahan hidup dan kebangkrutan yang menimpa suami Taiwan-nya tak membuat cinta Sie Sie karam begitu saja. Ia tetap bertahan sampai puluhan tahun berselang. Saya belajar arti cinta sejati dari kisah ini. Dan saya semakin yakin dengan keputusan saya sendiri bahwasanya “kita tak harus menikah dengan orang yang mati-matian kita cintai. Namun ketika tiba saatnya menikah nanti, kita harus mencintai orang yang menjadi pasangan hidup kita dengan sepenuh hati.”
Sedangkan di buku Berjuta Rasanya, cerpen berjudul Love Ver 7.0 & Married Ver 9.0 sukses membuat saya tertawa terbahak-bahak selama membacanya. Bahkan ketika memasuki cerita berikutnya, saya tak bisa membayangkan jika dunia ini nantinya akan benar-benar dibuat gila oleh keajaiban teknologi. Kisah ini menceritakan tentang kehidupan dunia puluhan tahun mendatang, dimana seluruh penghuni bumi telah menjadi budak perkembangan zaman. Ketika perasaan bahkan dengan gampangnya dikendalikan oleh software-software hasil ciptaan manusia. Tak ada lagi yang namanya deg-deg-an ketika mencoba menyampaikan perasaan pada orang yang ditaksir. Tak ada lagi yang namanya makan malam romantis, berdua di penghujung minggu. Semuanya dipalsukan dengan sangat baik oleh alat-alat super hebat. Tidak hanya pacaran saja yang digantikan oleh karakter-karakter dalam games yang mereka ciptakan, bahkan menyusul masalah pernikahan. Bisa dibayangkan apa jadinya dunia bila kita menikah dengan seseorang yang hanya kita temui di dunia maya, bercumbu dan bermanja-manja dengannya hanya melalui layar komputer. Dunia dibuat gila segila-gilanya.
2 buku berikutnya berkisah tentang 2 anak, Burlian dan Eliana. Setiap buku mengisahkan tentang masing-masing anak. Ada 4 buku seharusnya. Dan saya berjanji akan segera menyelesaikan seri yang lain, Amelia dan Pukat. Keempat buku merupakan bagian dari serial anak-anak mamak. Eliana si sulung, Pukat anak kedua, Burlian anak ketiga, dan Amelia si bungsu. Tere Liye dengan lihainya membahas kebiasaan hidup sehari-hari mereka di perkampungan kecil Bengkulu. Keinginan mereka, kegelisahan mereka menantang masa depan dan perjuangan mereka yang bagai tanpa akhir.
Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan dari 2 buku ini, terutama tentang bagaimana caranya mencintai bumi, tak terkecuali memposisikan kedua orang tua di tempat paling terhormat di muka bumi. Yuk dibaca..
Dalam bab Nakamura-San diceritakan bagaimana sejarah didirikannya Terusan Panama di Amerika. Terusan ini yang menjadi jawaban bagi dunia pelayaran dunia kala itu karena berhasil menghilangkan jarak 12.000 pal yang akan dilayari jika harus memutari Amerika Utara. Tanah genting yang memisahkan Amerika Utara dan Amerika Selatan berjarak sekitar 80 pal itu diubah menjadi sebuah parit raksasa yang menghubungkan Laut Karibia dan Samudera Pasifik, dikerjakan pada tahun 1881-1889 dengan melibatkan puluhan ribu pekerja.
Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah dilakukan mamak (ibu) demi kau, maka itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta serta kasih sayangnya [Burlian, page 214 of 340]
Jangan pernah bersedih ketika orang-orang menilai hidup kita rendah. Jangan pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan tidak pernah tertukar. Boleh jadi orang-orang yang menghina itulah yang lebih hina. Sebaliknya, orang-orang yang dihinalah yang lebih mulia [Eliana, page 32 of 519]
Hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya [Eliana, page 81 of 519]
Di buku Eliana ini juga lah saya dipertemukan dengan sebuah puisi karya Chairul Anwar berjudul Penerimaan yang ditulis pada Maret 1943. Begini bunyinya:

Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih sendiri
Ku tahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk!
Tantang aku dengan berani
Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Untukku sendiri, tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang-orang yang mengajak kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik [Eliana, page 257 of 519]

Satu kata untuk mengakhiri review ini: Penasaran!
Saya masih harus membaca seri yang lain. Saya harus menuntaskan secepatnya buku-buku yang tersisa kemudian segera menemukan Amelia dan Pukat. Iya. Harus.
Salam!

0 komentar on "Empat untuk Tere Liye"

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea