Senin, November 4

Kami si Pelayan

Diposting oleh Orestilla di 15.07.00


Cerita ini ada karena siang yang garang akan panasnya tiba-tiba berubah sendu karena hati saya terpapar kelu. Kelu pada pengabdian yang sudah 4 tahun ini saya jalankan. Sebagai seorang abdi negara, saya dan jutaan rekan yang lain di pelosok negeri ini berusaha memberikan yang terbaik untuk bangsa. Walau tak sedikit juga diantara kami yang mengecewakan ibu pertiwi. Entah itu masalah tilap-menilap uang negara, entah itu masalah lainnya. Saya tidak peduli lagi. Walau bagaimanapun penilaian pada hal ini tak bisa kita lakukan secara objektif, subjektif lah teman. Jika ingin menunjuk buruk, cukup pada si pelaku yang bersalah. Jangan lakukan pada kami semua. Karena masih banyak pegawai negeri di luar sana yang jujur, yang mengemban tugas sepenuh hati karena dengan gaji bulanan itu kami hidup dan menghidupi keluarga kami.


Tak jarang, airmata saya jatuh. Bersedih. Menangisi hujatan-hujatan yang seakan memang pantas dialamatkan pada kami semua. Bukankah di tempat lain juga ditemukan penjahat layaknya yang tersorot dari lembaga kami? Bahkan ada yang jauh lebih menyakitkan. Bukankah kami, anda dan kita semua ini manusia? Hamba-Nya yang pasti pernah salah dan khilaf.
Namun jauh dari kekecewaan dan kesedihan itu, saya meyakinkan hati nurani saya sendiri untuk tetap berbuat baik. Tak pelru bagi saya  segala pujian dari mulut anda. Yang saya butuhkan hanya sebentuk kepuasan dan keikhlasan dalam melayani Indonesia tercinta. Jika bagi anda, kami si pelayan ini terlalu hina, masih ada bangsa dan negara yang menganggap kami ada.

Cerita ini terlahir dari sebuah percakapan dengan salah seorang warga di tempat saya bekerja.
Warga: Saya mau ambil KTP elektronik. Bisa buk?
Saya: Bisa Pak. Boleh saya lihat KTP bapak yang lama?
Warga: Aduh. Saya nggak tau naruh dimana buk. Hilang.
Saya: Kalau begitu silahkan Bapak buatkan surat keterangan kepolisian terlebih dahulu. Nanti setelah selesai, bapak bawa kembali ke sini dan akan kami berikan KTP bapak yang baru.
Warga: Ga bisa pake SIM ya? atau surat dari RT?
Saya: Mohon maaf pak. Tidak bisa. Karena KTP yang lama akan ditarik kembali sebagai ganti  KTP baru yang diedarkan. Dan jika memang hilang, maka akan kami lampirkan nantinya surat keterangan hilang dari kepolisian.
Warga: Saya heran kenapa sistem di pemerintahan ini terlalu berbelit-belit.
Saya: Maaf pak. Kami bekerja sesuai dengan aturan dan edaran yang ada. Jika bapak berkenan, silahkan dibaca surat edaran langsung dari pusat terkait penyebaran KTP elektronik ini.
Warga: Ah sudahlah. Saya juga belum terlalu butuh dengan KTP ini. Saya kecewa karena dipersulit.

Dan selesai. Saya hanya bisa mengurut dada. Bukankah jika si bapak tidak teledor dan sembarangan menyimpan KTPnya yang lama, kejadian seperti ini tidak akan terjadi? Kami tidak pernah mempersulit jika pekerjaan kami juga tidak dipersulit. Bukankah jika si bapak dengan senang hati mau mengurus surat keterangan hilang, KTP barunya akan segera berpindahtangan? Bukankah jika dengan sedikit berlapang dada saja, saya tak perlu merasa terhina dan bersedih? Tapi itulah faktanya. Tak ada yang saya tambah dan kurangi. Saya hanya ingin kita semua bisa menilai sendiri kejadian kecil seperti ini. Saya labeli kejadian kecil, karena ada bahkan perlakuan lebih buruk ditumpangkan ke hati kami, si pelayan ini. 

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Senin, November 4

Kami si Pelayan

Diposting oleh Orestilla di 15.07.00


Cerita ini ada karena siang yang garang akan panasnya tiba-tiba berubah sendu karena hati saya terpapar kelu. Kelu pada pengabdian yang sudah 4 tahun ini saya jalankan. Sebagai seorang abdi negara, saya dan jutaan rekan yang lain di pelosok negeri ini berusaha memberikan yang terbaik untuk bangsa. Walau tak sedikit juga diantara kami yang mengecewakan ibu pertiwi. Entah itu masalah tilap-menilap uang negara, entah itu masalah lainnya. Saya tidak peduli lagi. Walau bagaimanapun penilaian pada hal ini tak bisa kita lakukan secara objektif, subjektif lah teman. Jika ingin menunjuk buruk, cukup pada si pelaku yang bersalah. Jangan lakukan pada kami semua. Karena masih banyak pegawai negeri di luar sana yang jujur, yang mengemban tugas sepenuh hati karena dengan gaji bulanan itu kami hidup dan menghidupi keluarga kami.


Tak jarang, airmata saya jatuh. Bersedih. Menangisi hujatan-hujatan yang seakan memang pantas dialamatkan pada kami semua. Bukankah di tempat lain juga ditemukan penjahat layaknya yang tersorot dari lembaga kami? Bahkan ada yang jauh lebih menyakitkan. Bukankah kami, anda dan kita semua ini manusia? Hamba-Nya yang pasti pernah salah dan khilaf.
Namun jauh dari kekecewaan dan kesedihan itu, saya meyakinkan hati nurani saya sendiri untuk tetap berbuat baik. Tak pelru bagi saya  segala pujian dari mulut anda. Yang saya butuhkan hanya sebentuk kepuasan dan keikhlasan dalam melayani Indonesia tercinta. Jika bagi anda, kami si pelayan ini terlalu hina, masih ada bangsa dan negara yang menganggap kami ada.

Cerita ini terlahir dari sebuah percakapan dengan salah seorang warga di tempat saya bekerja.
Warga: Saya mau ambil KTP elektronik. Bisa buk?
Saya: Bisa Pak. Boleh saya lihat KTP bapak yang lama?
Warga: Aduh. Saya nggak tau naruh dimana buk. Hilang.
Saya: Kalau begitu silahkan Bapak buatkan surat keterangan kepolisian terlebih dahulu. Nanti setelah selesai, bapak bawa kembali ke sini dan akan kami berikan KTP bapak yang baru.
Warga: Ga bisa pake SIM ya? atau surat dari RT?
Saya: Mohon maaf pak. Tidak bisa. Karena KTP yang lama akan ditarik kembali sebagai ganti  KTP baru yang diedarkan. Dan jika memang hilang, maka akan kami lampirkan nantinya surat keterangan hilang dari kepolisian.
Warga: Saya heran kenapa sistem di pemerintahan ini terlalu berbelit-belit.
Saya: Maaf pak. Kami bekerja sesuai dengan aturan dan edaran yang ada. Jika bapak berkenan, silahkan dibaca surat edaran langsung dari pusat terkait penyebaran KTP elektronik ini.
Warga: Ah sudahlah. Saya juga belum terlalu butuh dengan KTP ini. Saya kecewa karena dipersulit.

Dan selesai. Saya hanya bisa mengurut dada. Bukankah jika si bapak tidak teledor dan sembarangan menyimpan KTPnya yang lama, kejadian seperti ini tidak akan terjadi? Kami tidak pernah mempersulit jika pekerjaan kami juga tidak dipersulit. Bukankah jika si bapak dengan senang hati mau mengurus surat keterangan hilang, KTP barunya akan segera berpindahtangan? Bukankah jika dengan sedikit berlapang dada saja, saya tak perlu merasa terhina dan bersedih? Tapi itulah faktanya. Tak ada yang saya tambah dan kurangi. Saya hanya ingin kita semua bisa menilai sendiri kejadian kecil seperti ini. Saya labeli kejadian kecil, karena ada bahkan perlakuan lebih buruk ditumpangkan ke hati kami, si pelayan ini. 

0 komentar on "Kami si Pelayan"

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea