Tulisan ini kupersembahkan khusus untuk mama. Untuk
seorang perempuan yang telah menjadi guru terbaik bagiku, yang mengajarkan
begitu banyak hal, perempuan yang menjelma menjadi penopang ketika aku berada
dalam kerapuhan, perempuan yang rela mengorbankan kesenangan-kesenangan dalam hidupnya
demi menemani dan memapahku menuju kebaikan dan perempuan yang kujadikan tempat
bersandar dalam ribuan hari yang telah kulalui. Untuknya, tak akan pernah habis
rasa terimakasihku. Seandainya aku bisa, ingin sekali berteriak pada dunia
bahwa aku bersyukur dilahirkan dari rahimnya. Kalau ada yang bertanya, siapa
orang yang paling berjasa untukku dalam 24 tahun terakhir ini, siapa
motivatorku untuk selalu kuat dalam menapak liku hidup, dan siapa yang akan
selalu menjadi guru terbaik dan kebanggaan bagiku, jawabanku hanya satu, MAMA. Mamaku
hanya seorang perempuan biasa yang menghabiskan hari-harinya dalam kesederhanaan.
Kecil dalam hidupnya tapi sungguh besar artinya dalam hidupku. Dimataku, mama
adalah sosok yang sangat luar biasa dan darinyalah aku belajar banyak hal.
Belajar menjadi manusia yang baik, tidak hanya dihadapan Sang Pencipta, tetapi
juga bagi orang-orang yang ada disekelilingku. Dari mama pulalah aku belajar
agar bisa menjadi perempuan yang tangguh, berkarakter kuat dan selalu menjaga
martabatku dalam menjalani hidup.
Pengajaran hidup dari mama telah kudapatkan jauh
sebelum aku beranjak dewasa dan mengerti akan hakikat hidup yang sebenarnya. Teringat
tahun-tahun pertama sekolahku. Terdaftar sebagai salah satu siswa sekolah
dasar, sekitar 18 tahun yang lalu. Aku yang lebih suka bergaul dengan
teman-teman lelaki bersikap sama seperti mereka, lebih memilih menghabiskan
waktuku bermain seharian dibandingkan berdiam diri dirumah, belajar segala hal
yang seharusnya dilakukan seorang siswa sekolah dasar yang baik. Betapa
malasnya aku mempelajari deretan angka dan huruf yang saat itu benar-benar
membuatku bosan. Betapa nakalnya aku ketika acapkali mengumbar ratusan alasan
hanya agar tak berhadapan dengan yang namanya buku pelajaran. Mungkin guru-guru
di sekolah pun sudah angkat tangan dan tak sanggup lagi menghadapi kelakukan
burukku. Aku teramat memuakkan bagi mereka. Namun ada satu malaikat berhati
mulia yang belum menyerah akan kelakuanku, dialah mama. Dengan banyak kesabaran
dan ketelatenan, mama mulai mengajariku, membaca dan berhitung. Mama
menggunakan cara dan taktiknya sendiri untuk menjinakkan kenakalanku. Mama
melakukannya dengan sangat baik walaupun dia bukanlah seorang guru disekolahan
manapun. Walaupun pada awalnya sangat menyiksa karena mama tak hanya mencoba
berbaik-baik denganku. Menghadapi gadis rewel dan nakal sepertiku, mama harus menggunakan
banyak strategi agar aku tertarik untuk belajar dan mulai mengikuti arahannya.
Terkadang mengenang hal-hal sepele seperti itu saja aku akan membuatku tertawa
terbahak-bahak. Membayangkan diriku dengan mata melotot karena mencoba menahan
kantuk, duduk berhadapan dengan mama yang siap sedia dengan cubitannya ketika
melihatku kembali berkelit untuk menghindar dari pelajaran-pelajaran itu. Membayangkan
rengekan dan tangisanku saat memelas pada mama agar menghentikan segala bentuk
aksi belajar-mengajar itu. Membayangkan bagaimana mama dengan sabarnya meladeni
teriakan-teriakanku dengan tidak membalas itu semua dengan kemarahan tetapi
dengan kelembutan yang tak akan pernah dilakukan orang lain untukku, ketulusan
yang selalu diberikannya dengan penuh kesungguhan. Seringkali diakhir
pergolakan itu aku akan tertidur dalam pangkuannya, dengan masih memegang
pensil dan buku ditanganku. Betapa aku merindukan masa-masa penuh cerita dan
perjuangan itu.
Mama berhasil mengubahku dan membuatku sedikit demi
sedikit mulai mencintai setiap pelajaran yang kuterima di sekolah. Sekembalinya
dari sekolah, aku akan segera menemui guru terbaikku, menceritakan segala hal
yang kulalui seharian tanpanya didekatku, mengulang kembali pelajaran-pelajaran
yang telah kuperoleh dibangku sekolah, membahas banyak hal, mendengar nasehat
dan kritikannya tentang perkembangan pendidikanku. Mama melakukannya dengan
sangat sempurna. Pada akhirnya, semua yang mama lakukan untuk membuatku menjadi
lebih baik dalam belajar tak pernah sia-sia. Usaha keras mama pada anak kecil
yang keras kepala dan nakal sepertiku saat itu, melahirkan hasil yang patut
diancungi jempol. Bagaimana tidak, selama 6 tahun yang kulalui di Sekolah
Dasar, aku selalu menduduki peringkat tiga teratas di kelas. Dan itu semua kuraih
karena aku mempunyai guru terbaik, mama.
Waktu berganti, meninggalkan masa kanak-kanakku
jauh dibelakang sana dan mengantarkan langkahku menapaki masa remaja, masa
pencarian jati diri. Masa ketika aku menemukan begitu banyak perubahan dalam
kehidupanku. Tak hanya perubahan fisik, tetapi juga perubahan sifat, pola pikir
dan perasaan yang seringkali ikut mengobrak-abrik hari-hariku saat itu. Masa
ketika aku mendapati diriku sendiri akan tersenyum sendiri, melamunkan seorang teman
lelaki yang menarik perhatianku di sekolah. Masa ketika beberapa waktu kemudian
aku justru menangis semalaman dan keesokan harinya berangkat ke sekolah dengan
mata membengkak hanya karena pada akhirnya aku mengetahui bahwasanya teman lelakiku
itu telah memiliki seorang kekasih. Masa ketika aku mulai terikat persahabatan
dengan gadis-gadis sebayaku. Persahabatan yang tak hanya diisi dengan gelak
tawa tetapi juga dengan banyak kesalahpahaman, pertengkaran dan tangisan. Masa
dimana aku benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa mengerti bagaimana
diriku, bagaimana mengendalikan ego remajaku, bagaimana menundukkan diriku
tanpa menomorsatukan keegoisan. Masa-masa yang tak akan berjalan sempurna tanpa
ada mama disampingku. Mamalah yang saat itu selalu hadir menemaniku, hadir
sebagai guru terbaik. Guru yang memberi banyak petunjuk agar aku tak tersesat
dalam sikap yang buruk, mengarahkan perilakuku ke arah yang lebih baik lagi.
Masa remaja yang tak hanya dikenal dengan masa
pencarian jati diri tetapi juga menjadi masa yang meninggalkan begitu banyak kenangan
dalam hidup, menjadi masa yang benar-benar berharga untukku. Bagaimana
tidak..?? Dimasa penting seperti ini, aku memiliki mama yang selalu siap
menorehkan pelajaran-pelajaran hidup yang tak semuanya dapat kutemukan di
bangku sekolahan. Mama berusaha membentukku menjadi seorang perempuan berkepribadian
baik yang selalu berjalan di koridor aturan yang telah ditetapkannya. Merasa
terkekangkah aku waktu itu? Merasa kehilangan masa remajakah aku hanya karena aku
harus selalu bersedia mematuhi aturan-aturan yang mama berikan? Bencikah aku
pada mama karena sikapnya yang terkadang berubah menjadi seperti seorang
diktator atau mungkin otoriter? Tidak. Tidak sama sekali. Bagaimanapun orang
lain memandang dan menilainya, aku tetap melangkah ke depan mencapai asa dan
mimpi-mimpiku, berbaur dengan banyak teman tanpa mempersoalkan perbedaan apapun,
menikmati hari-hariku dengan penuh sukacita dan segalanya kulakukan dalam
wilayah teraman, wilayah yang telah diamankan oleh segala aturan yang diberlakukan
mama untukku. Memang sangat sulit pada awalnya tapi ketika kuyakinkan hati
bahwa mama sedang mencoba melakukan yang terbaik untukku, aku pun tak
merasakannya sebagai beban yang harus kukeluhkan.
Satu masa terlewati dan aku kembali harus melangkah
keduniaku yang baru. Begitu lulus dari
sekolah menengah atas, aku melanjutkan pendidikanku di bangku perguruan tinggi.
Ada kebahagiaan ketika berhasil meraih nilai yang tinggi dalam ujian
kelulusanku saat itu. Tapi satu hal terlupakan olehku, masa-masa kuliah ini
akan kuhabiskan jauh dari mama. Padahal aku sangat berharap waktu-waktu
berikutnya akan tetap kulewati dengan mama disampingku karena aku sendiri
berpikir bahwa masa transisi menuju kedewasaan seperti ini akan sangat
membutuhkan seorang mentor andalan seperti mama. Namun faktanya, aku harus
berpisah jauh dari mama. Kami harus berada di dua pulau berlainan dan itu
berarti akan menjadi waktu-waktu yang sangat berat untukku. Jauh darinya terasa
amat berat. Merindukan mama dalam tangisan menjadi agenda harian baru bagiku,
setiap malam, sebelum aku terlelap dan bermain dalam mimpi, mimpi berada dalam
hangatnya pelukan mama.
Namun aku harus tetap bertahan dan berjuang
semampuku. Yang ada dipikiranku saat itu hanya bagaimana berusaha kuat melewati
itu semua agar mama bangga memiliki putri sepertiku. Tanpa dibekali alat
komunikasi seperti saat ini, aku harus bersabar mengantri di Warung
Telekomunikasi setiap hari sepanjang waktu istirahatku untuk sekedar mendengar
suara mama, mereguk tetes demi tetes kekuatan yang terlontar dari kata-katanya.
Ada waktunya aku ingin menyerah, pulang dan kembali kepelukannya. Tapi aku
sadar, hal bodoh seperti itu hanya akan menghadiahkan kesedihan untuk mama,
membuatnya terluka karena tak mampu mengantarkanku mencapai keberhasilan dan kesuksesan
dalam hidupku. Aku tak boleh membuatnya bersedih hanya karena mendahulukan
keinginanku dan satu-satunya jalan bagiku saat itu hanya bertahan. Bertahan dan
terus berjuang, mengumpulkan bongkahan-bongkahan semangat untuk terus maju
menapak masa depan yang lebih baik. Masa depan gemilang yang nantinya akan
kupersembahkan untuk mama.
Dalam situasi dan kondisi sulit ditambah dengan
suasana hati yang sering tak menentu seperti saat itu, mama mulai mengajariku
arti sebuah kesabaran, arti sebuah pengorbanan dan hikmah dibalik sebuah
perjuangan. Mama mengajarkan itu semua agar aku selalu bahagia dan bersemangat
menghabiskan hari-hariku dalam merajut mimpi, mimpi yang kurajut jauh darinya. Pelajaran
penting yang kuperoleh dari jarak ratusan kilometer hanya melalui sambungan
telepon. Pelajaran yang kudengar dengan telinga, kuyakinkan dengan hati dan
kusemat kuat dalam pikiran dan tekadku. Pelajaran berharga yang hanya
disampaikan oleh mama. Teringat ketika suatu hari aku jatuh sakit selama beberapa
bulan. Waktu berjalan begitu lambat karena aku tak bisa mendekap obat
mujarabku, mama. Aku merasa begitu lelah dan ingin menyerah saja dengan
keadaan. Namun sekali lagi mama hadir dengan kekuatan dan kasih sayangnya yang
tulus. Mama kembali mengajarkanku untuk tegar dan tidak mudah menyerah dengan
kesusahan yang sedang kuhadapi. Mama berkata bahwa kesembuhan akan datang bila
aku berniat dengan sungguh-sungguh untuk terlepas dari rasa sakitku. Setiap
hari mama menyemangatiku, mengirimkan kalimat-kalimat penyembuh kelelahanku,
menguatkan dan membuatku lebih tegar lagi. Ajaibnya, aku benar-benar sembuh.
Bahkan tanpa harus menjalani opname. Kesembuhan yang luar biasa untukku.
Ketulusan mama terbukti menjadi obat paling handal. Semakin kusadari bahwa tanpa
dorongan darinya aku tak akan mampu bertahan dalam setiap beban dan cobaan yang
mendatangiku. Masa sulitku saat itu menjadi indah bila kukenang pada saat ini.
Aku bangga memilikinya, memiliki penyemangat yang selalu ada kapanpun aku
membutuhkannya. Dan kusadari, akupun kuat karenanya, aku kuat untuknya, untuk mama,
guru terbaikku.
Setelah menamatkan perguruan tinggi, aku kembali
pulang, kembali ke rumah, kembali berkumpul dengan keluarga besarku, berkumpul
dengan mama. Betapa bahagianya hatiku. Aku bangga bisa mempersembahkan sebuah
prestasi lagi untuk mama. Aku bangga bisa membuatnya tersenyum dihari wisudaku.
Aku bangga bisa merealisasikan semua ajaran mama untuk menjadi sabar dan kuat
walaupun harus jauh darinya dalam waktu yang lama. Segala kesedihan dan
kerapuhanku seakan menguap begitu saja. Ada mama disampingku dan tak ada yang
bisa menggantikan buncah-buncah kebahagiaan yang kurasakan saat itu.
Berdekatan dengan mama semakin membuatku belajar
banyak tentang hidup. Kusadari betapa kerasnya hidup yang mama lalui. Namun
mama melewatinya dengan penuh suka cita tanpa menjadikan semua itu bahan untuk
berkeluh kesah. Kekuatan, ketegaran dan kesabaran yang selalu mama pertontonkan
dalam kesehariannya, membuatku belajar lagi, lagi dan lagi. Setelah dua tahun
kembali ke kampung halaman dan bekerja di kota tempatku tumbuh dan berkembang,
masalah menghampiriku lagi. Masalah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya
oelhku, sedikitpun tidak. Kudapati diriku terjatuh dan terpuruk ketika akhirnya
lelaki yang sangat kupercaya meninggalkanku begitu saja tanpa sebuah alasan
yang dapat kuterima dengan akal sehat. Perjalanan hidup seakan menuntunku
menuju kehancuran. Betapa kelam dan hampanya hari-hariku setelah itu. Kesakitan
mendalam yang bahkan tak mampu menumpahkan airmataku. Aku merasa sendiri dan
kehilangan arah. Saat itu mama datang menghampiri, menegakkan bahuku dan
berkata bahwa aku akan baik-baik saja. Meneriakkan kata-kata pada hati kecilku
bahwa aku adalah seorang perempuan kuat yang pernah ia miliki. Untuk seorang
anak yang telah banyak menyakitinya, mama tidak pernah sedikitpun menjauh
dariku saat itu. Hanya mama yang tetap merengkuhku dalam kenyamanan luar biasa.
Kenyamanan yang benar-benar kubutuhkan agar aku tetap kuat dan siap menantang
dunia, dunia yang tidak selalu berpihak padaku, pada mimpi-mimpiku. Mamalah
yang selalu menggenggam tanganku saat itu, saat aku jatuh terpuruk dalam
kekecewaan. Mama mengajarkanku untuk tetap menjadi perempuan tangguh, perempuan
yang tidak akan hancur hanya karena gagal dalam merengkuh asa yang telah lama
tertanam dalam sebuah tekad. Mama menemaniku menyeret langkah demi langkah
hingga aku kembali berdiri tegak setelah sempat jatuh tersungkur dalam lubang
kesakitan yang sangat dalam.
Ajaran mama untuk selalu kuat dengan mengaburkan
kesakitan-kesakitanku dalam sebuah senyuman ketulusan, membuatku sadar
bahwasanya aku tak boleh menghancurkan hidupku sendiri dengan berdiam dalam
duka. Aku tak boleh berhenti hanya karena masalah-masalah itu datang dan menghampiri
perjalananku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya. Ajaran mama untuk memaafkan
orang-orang yang telah menyakitiku dan menyerahkan segalanya kepada Sang Khalik
membuatku sadar bahwasanya masih ada Tuhan yang akan menyelamatkanku dari
lubang kehancuran. Tuhan akan memilihkan yang terbaik untukku, untuk keluargaku
dan akan mempertemukanku terlebih dahulu dengan orang yang tidak tepat sebelum
mengirimkan seseorang yang bisa menjadi sandaranku seumur hidup. Ajaran mama
untuk mengikhlaskan segala yang telah pergi, meyakinkan hati kecilku bahwa apa
yang kuanggap baik untukku, belum tentu baik dimata Tuhan. Kata-kata mama
membuatku semakin kuat dari hari ke hari, semakin menenangkan dan menyenangkan
hatiku. Tak terbayangkan seandainya tak ada mama didekatku saat itu. Sekali
lagi, hidupku terselamatkan oleh seorang guru terbaik yang kumiliki, mama.
Entah apa lagi yang akan kuhadapi setelah ini, tak
akan ada yang pernah tau. Akupun tidak. Aku hanya berharap semoga semua itu
akan tetap bisa kulewati bersama mama. Dengan segala ajarannya, dengan segala
kekuatannya, dengan segala yang mama miliki. Karena aku membutuhkan mama lebih
dari yang ku tau. Aku akan selalu belajar, belajar dari mama. Berjanji pada
diriku sendiri bahwa apapun yang akan terjadi dihari esok, akan kuhadapi dengan
penuh kekuatan dengan topangan dan dorongan ajaran mama.
Bicara tentang hubunganku dengan mama, tak
kupungkiri telah banyak luka dan kesedihan yang kuselipkan untuknya, sengaja
ataupun tidak. Ego terkadang membuatku lupa bahwasanya sikap, tingkah dan
kata-kataku bisa membuat mama meneteskan airmata. Namun, guru terbaikku ini tak
pernah membenciku, tak pernah lelah untuk mengajariku kembali. Selalu menemaniku
dalam keadaan apapun. Betapa bodohnya aku bila tak mensyukuri keberadaannya. Setiap
hari ku memohon kepada Tuhan agar selalu diberikan waktu dan kesempatan untuk
membahagiakan mama. Aku merasa belum memberikan yang terbaik untuk mama. Aku
merasa belum bisa membalas segala hal yang telah dikorbankan mama untuk
hidupku. Sampai detik ini tak sedikitpun berkurang rasa hormatku untuknya. Aku
bangga memiliki mama. Aku bersyukur tatkala Tuhan menitipkanku pada seorang ibu
seperti mama. Aku berjanji akan selalu berjuang demi membahagiakan mama. Dan
tak akan ada lagi kata menyerah dalam hidupku. Jika mama bisa bertahan dalam
kekurangan dan ketidaksempurnaan, mengapa aku tidak? Mengapa aku tidak bisa
belajar lebih banyak lagi dari mama? Dan aku yakin mama akan bahagia bila aku
mampu mempelajari hal-hal terbaik yang ia miliki. Hal-hal terbaik yang suatu
saat nanti akan kuajarkan kembali kepada anak-anakku. Semoga.
Guru terbaikku, mamaku yang sederhana, yang
dibesarkan dalam keluarga yang sederhana pula. Merentas hidup tanpa bergelimang
kemewahan, menjadikan mama tumbuh menjadi wanita tegar dan kuat dalam hidupnya.
Mamaku yang tak pernah mengecap bangku pendidikan di Perguruan Tinggi, mampu
menjadi seorang guru yang berpengaruh besar dalam hidupku sampai saat ini. Mamaku
yang hanya belajar dengan mengambil hikmah dalam setiap detik perjalanan hidupnya
untuk kemudian kembali mengajarkan segala hal yang didapatkannya padaku. Ajaran
mama yang selalu kujadikan pegangan dan pertimbangan dalam melangkah ke depan. Ajaran
mama, seorang guru terbaik, yang tak akan pernah kutemukan di belahan bumi
manapun di dunia ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)