Rabu, Agustus 20

Honeymoon Trip; Road to Sumatera #1

Diposting oleh Orestilla di 09.57.00


DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Kami tiba di Padang Sidempuan 19 Agustus 2014  pukul 12.00 dini hari. Berkat bantuan sahabat saya Eva Yuliana Harahap, kami bisa beristirahat di Hotel Sitamiang, pusat kota Padang Sidempuan. Eva adalah purna praja asal pendaftaran Kepulauan Riau. Kebetulan orangtuanya bekerja di Padang Sidempuan. Semula saya berharap bertemu dengannya di kota ini, namun Eva ternyata masih berada di Tanjung Pinang.
Selasa pagi menjelang siang tepatnya pukul 10:30 waktu setempat kami melanjutkan perjalanan menuju Kaban Jahe. Prediksi mas suami kami akan menginjakkan kaki di tanah tersebut malam harinya. Perjalanan awalnya agak tersendat karena trouble kecil di bagian rem. Namun Alhamdulillah bisa diatasi. Jalan lintas di daerah ini kecil dan bergelombang sehingga dibutuhkan konsentrasi tinggi dalam berkendara. Jadi daripada membuat masalah karena mengganggu, saya pilih mengeluarkan laptop dan mulai merangkai narasi lagi. Saya mendapatkan ide untuk menamai perjalanan ini dengan “Honeymoon Trip; Road to Sumatera”. Kita akan lihat berapa chapter yang akan saya selesaikan nantinya.
Padang Sidempuan cukup panas. Setidaknya begitulah yang kami rasakan ketika melintasi daerah tersebut. Sengaja saya pilihkan kaos buntung untuk mas suami demi menghindari produksi keringat yang berlebihan. Volkswagen kami memang tidak dilengkapi dengan air conditioner, sehingga bisa dibayangkan betapa gerahnya perjalanan kami ketika memasuki kawasan panas seperti ini. Saya? Alhamdulillah tentu saja masih istiqamah dengan jilbab yang saya pakai. 
Memasuki kawasan Siporok, sisi kanan dan kiri jalan terhampar padang rumput seluas mata memandang. Cuaca masih cukup gerah. Jalanan masih kecil namun lebih mulus dari yang sebelumnya. Tidak banyak kendaraan yang berpapasan dengan kami disini. Nun jauh disana, bukit barisan berjajar dengan sangat indah di sisi kanan kami. Ah. Indonesia memang amat sangat mengagumkan. Betapa hanya dengan melakukan perjalanan seperti ini, rasa syukur pada Sang Khalik semakin bertambah setiap detiknya.
11:50 siang kami kami masih di daerah Tapanuli Selatan. Kondisi jalan parah dan bergelombang. Kekecewaan saya sedikit terobati ketika melihat sebatang pohon mati yang masih berdiri dengan kokoh di tengah lahan tandus. Ingin sekali mengabadikan fotonya, tapi mas suami menolak karena memang cuaca sedang panas-panasnya. Yasudah lah..yang penting saya telah mengabadikannya didalam ingatan. Keren. Saya senang. Hehehehe.
By the way, menyusuri daerah yang panas dan gersang seperti ini mengingatkan saya pada film-film amerika jaman dahulu kala. Ingat kan film koboy? Nah itu dia. Hahaha. Belum lagi ketika bertemu dengan orang-orang tua yang tersenyum sumringah ketika VW kami melintas. Entahlah. Mungkin saja mobil tua ini mengembalikan kepingan kenangan mereka di masa lalu. Siapa tahu.
40 menit setelah memasuki Tapanuli Utara, cuaca yang tadinya panas berubah mendung. Dan secara kebetulan kami juga tengah asyik mendengarkan Set Fire to The Rain nya Adele. Klop lah ya. Temen-temen mas suami di VOCPA (Volkswagen Padang) juga terus ngecek dan menemani perjalanan kami. Alhamdulillah sampai sejauh ini semuanya masih berjalan baik dan lancar. Pemandangan disekitar pun ikut berubah. Sudah terlihat banyak pemukiman penduduk, walau sebagian besar dari rumah-rumah tersebut terlihat kosong tanpa penghuni. Mungkin mereka sedang berada di ladang masing-masing. Pekuburan suku batak dengan bangunannya yang kokoh dan mewah juga terlihat di sepanjang jalan. Jalanan belum lagi ramai, masih cukup sepi. Beberapa kali kami bertemu dengan anak-anak berseragam sekolah yang asyik bercengkrama satu sama lain. Mereka anak-anak desa yang tampak begitu bahagia hanya dari caranya tertawa dan menatap mata kami.
Pukul 14.00 kami baru berhasil menemukan masjid untuk melaksanakan ibadah shalat dzuhur. Alhamdulillah lagi disamping masjid ada yang jualan makanan. Jadilah akhirnya kami makan siang disana. Setelah puas mengisi perut, kami lanjutkan perjalanan menuju Siborong-borong.
Perjalanan menuju Balige kami batalkan karena takutnya sesampai disana malam sudah mulai merambah bumi. Tujuan kami kesana hanya satu, menyaksikan keindahan Danau Toba dari dekat, walau tak bisa menyentuh airnya yang sejuk seperti halnya ketika kita berada di Prapat. Kebetulan mas suami belum pernah melihat Danau Toba secara langsung. Saya sedikit lebih beruntung karena pernah mengunjunginya tahun 2010 silam. Untuk menghemat waktu kami bertolak ke daerah Sidikalang, untuk selanjutnya menuju Tapak Tuan.
Sepanjang perjalanan menuju Sidikalang kami kembali dihadang jalanan yang hancur. Badan dan bahu jalan rusak berat sehingga si pikun (ini nama kesayangan Volkswagennya mas suami) terpaksa berjalan tertatih demi menghindari kerusakan dan lain sebagainya. Ditambah lagi gerimis yang masih mengintai perjalanan kami. Jalan relatif sepi, jauh dari pemukiman penduduk. Yang terlihat hanya jajaran pohon pinus yang menandakan bahwasanya kami tengah berada di dataran tinggi. Namun sayang, saya dan mas suami juga banyak melihat tindak pembalakan terhadap flora tersebut. Setelah kami perhatikan, tak tampak proses reboisasi. Ah semoga saja apa yang kami pikirkan tidaklah benar. Karena bisa dibayangkan bagaimana dampak yang bisa disebabkan oleh pembalakan tersebut, apabila tidak diiringi dengan tindak penghijauan kembali. Jam menunjukkan pukul 17:25 . Alhamdulillah semua masih dalam keadaan baik.
Kabut pekat menanti kedatangan kami ketika berada di sepanjang jalan Dolok Sanggul - Dairi. Jalanan masih saja sepi. Eh tiba-tiba suasana jadi horror gitu. Saya jadi ingat lagi film-film seram kelahiran Hollywood. Kan sering tu tiba-tiba saja ditengah jalan yang sepi muncul alien dan sebangsanya. Hahahaha. Cuaca dingin menusuk tulang. Saya dengan senang hati pindah ke belakang dan melingkar manis di dalam selimut. Sementara mas suami dengan sumringahnya masih bertahan dengan kaos kutangnya. Ckckckck.
18:54 pm kami menapak di Sidikalang. Akhirnyaaaa..saya dan mas suami langsung tos begitu melihat lampu-lampu kota. Bayangan terdampar di hutan amazon pun hilang seketika. Hahahaha.
Rute selanjutnya adalah Subulussalam. Dari namanya yang bernuansa islami, sepertinya daerah tersebut sudah masuk dalam kawasan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Ya. Semoga saja demikian. Saya sedih ketika harus meninggalkan shalat Ashar hari ini karena susahnya menemukan masjid di tanah batak. Alhamdulillah kami sempat nyasar ketika menuju Subulussalam, beruntungnya malah nyasar ke depan masjid dan ketemu seorang bapak tua yang memberi petunjuk jalan. Beliau bilang Sidikalang – Subulussalam membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Syup. Perjalanan kami berlanjut.
Pukul 23.30 kami mendarat sempurna di tanah Aceh. Setelah berdebat tentang penginapan, akhirnya pilihan kami jatuh pada penginapan bergaya cottage yang nyaman dan bersih. Waktunya istirahat, recharge energi untuk perjalanan berikutnya.
Nah. Itu dia cerita perjalanan kami hari kemaren di chapter pertama. Hari ini rabu 20 Agustus 2014, saya tengah menunggu mas suami yang sedang cek kondisi si pikun. Dari penginapan Maulida Citra, kami akan melanjutkan perjalanan hingga nantinya sampai di ujung barat Indonesia, Sabang.
See you. Bye.

3 komentar:

Tutia Rahmi mengatakan...

subhanallah, indahnya perjalanan kalian kak. pasti seru ya bisa keliling sumatera dengan kekasih halal :) pengen juga ah #eh masih harus nyelesain kuliah dulu Hahahaha..

Kresnoadi DH mengatakan...

Duh kapan bisa gitu. :))

Anonim mengatakan...

subhanallah... seneng bgt diriq mendengar cerita bulan madu dari kalian berdua.keindahan negeri indonesia, bener2 mebuat diriq berdecak kagum syg.. selamat bulan madu ya..
semoga saat dirimu dan mas suami pulang ke tanah kelahiran, sudah mendapatkan rezeki luar biasa dari allah swt..

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Rabu, Agustus 20

Honeymoon Trip; Road to Sumatera #1

Diposting oleh Orestilla di 09.57.00


DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Kami tiba di Padang Sidempuan 19 Agustus 2014  pukul 12.00 dini hari. Berkat bantuan sahabat saya Eva Yuliana Harahap, kami bisa beristirahat di Hotel Sitamiang, pusat kota Padang Sidempuan. Eva adalah purna praja asal pendaftaran Kepulauan Riau. Kebetulan orangtuanya bekerja di Padang Sidempuan. Semula saya berharap bertemu dengannya di kota ini, namun Eva ternyata masih berada di Tanjung Pinang.
Selasa pagi menjelang siang tepatnya pukul 10:30 waktu setempat kami melanjutkan perjalanan menuju Kaban Jahe. Prediksi mas suami kami akan menginjakkan kaki di tanah tersebut malam harinya. Perjalanan awalnya agak tersendat karena trouble kecil di bagian rem. Namun Alhamdulillah bisa diatasi. Jalan lintas di daerah ini kecil dan bergelombang sehingga dibutuhkan konsentrasi tinggi dalam berkendara. Jadi daripada membuat masalah karena mengganggu, saya pilih mengeluarkan laptop dan mulai merangkai narasi lagi. Saya mendapatkan ide untuk menamai perjalanan ini dengan “Honeymoon Trip; Road to Sumatera”. Kita akan lihat berapa chapter yang akan saya selesaikan nantinya.
Padang Sidempuan cukup panas. Setidaknya begitulah yang kami rasakan ketika melintasi daerah tersebut. Sengaja saya pilihkan kaos buntung untuk mas suami demi menghindari produksi keringat yang berlebihan. Volkswagen kami memang tidak dilengkapi dengan air conditioner, sehingga bisa dibayangkan betapa gerahnya perjalanan kami ketika memasuki kawasan panas seperti ini. Saya? Alhamdulillah tentu saja masih istiqamah dengan jilbab yang saya pakai. 
Memasuki kawasan Siporok, sisi kanan dan kiri jalan terhampar padang rumput seluas mata memandang. Cuaca masih cukup gerah. Jalanan masih kecil namun lebih mulus dari yang sebelumnya. Tidak banyak kendaraan yang berpapasan dengan kami disini. Nun jauh disana, bukit barisan berjajar dengan sangat indah di sisi kanan kami. Ah. Indonesia memang amat sangat mengagumkan. Betapa hanya dengan melakukan perjalanan seperti ini, rasa syukur pada Sang Khalik semakin bertambah setiap detiknya.
11:50 siang kami kami masih di daerah Tapanuli Selatan. Kondisi jalan parah dan bergelombang. Kekecewaan saya sedikit terobati ketika melihat sebatang pohon mati yang masih berdiri dengan kokoh di tengah lahan tandus. Ingin sekali mengabadikan fotonya, tapi mas suami menolak karena memang cuaca sedang panas-panasnya. Yasudah lah..yang penting saya telah mengabadikannya didalam ingatan. Keren. Saya senang. Hehehehe.
By the way, menyusuri daerah yang panas dan gersang seperti ini mengingatkan saya pada film-film amerika jaman dahulu kala. Ingat kan film koboy? Nah itu dia. Hahaha. Belum lagi ketika bertemu dengan orang-orang tua yang tersenyum sumringah ketika VW kami melintas. Entahlah. Mungkin saja mobil tua ini mengembalikan kepingan kenangan mereka di masa lalu. Siapa tahu.
40 menit setelah memasuki Tapanuli Utara, cuaca yang tadinya panas berubah mendung. Dan secara kebetulan kami juga tengah asyik mendengarkan Set Fire to The Rain nya Adele. Klop lah ya. Temen-temen mas suami di VOCPA (Volkswagen Padang) juga terus ngecek dan menemani perjalanan kami. Alhamdulillah sampai sejauh ini semuanya masih berjalan baik dan lancar. Pemandangan disekitar pun ikut berubah. Sudah terlihat banyak pemukiman penduduk, walau sebagian besar dari rumah-rumah tersebut terlihat kosong tanpa penghuni. Mungkin mereka sedang berada di ladang masing-masing. Pekuburan suku batak dengan bangunannya yang kokoh dan mewah juga terlihat di sepanjang jalan. Jalanan belum lagi ramai, masih cukup sepi. Beberapa kali kami bertemu dengan anak-anak berseragam sekolah yang asyik bercengkrama satu sama lain. Mereka anak-anak desa yang tampak begitu bahagia hanya dari caranya tertawa dan menatap mata kami.
Pukul 14.00 kami baru berhasil menemukan masjid untuk melaksanakan ibadah shalat dzuhur. Alhamdulillah lagi disamping masjid ada yang jualan makanan. Jadilah akhirnya kami makan siang disana. Setelah puas mengisi perut, kami lanjutkan perjalanan menuju Siborong-borong.
Perjalanan menuju Balige kami batalkan karena takutnya sesampai disana malam sudah mulai merambah bumi. Tujuan kami kesana hanya satu, menyaksikan keindahan Danau Toba dari dekat, walau tak bisa menyentuh airnya yang sejuk seperti halnya ketika kita berada di Prapat. Kebetulan mas suami belum pernah melihat Danau Toba secara langsung. Saya sedikit lebih beruntung karena pernah mengunjunginya tahun 2010 silam. Untuk menghemat waktu kami bertolak ke daerah Sidikalang, untuk selanjutnya menuju Tapak Tuan.
Sepanjang perjalanan menuju Sidikalang kami kembali dihadang jalanan yang hancur. Badan dan bahu jalan rusak berat sehingga si pikun (ini nama kesayangan Volkswagennya mas suami) terpaksa berjalan tertatih demi menghindari kerusakan dan lain sebagainya. Ditambah lagi gerimis yang masih mengintai perjalanan kami. Jalan relatif sepi, jauh dari pemukiman penduduk. Yang terlihat hanya jajaran pohon pinus yang menandakan bahwasanya kami tengah berada di dataran tinggi. Namun sayang, saya dan mas suami juga banyak melihat tindak pembalakan terhadap flora tersebut. Setelah kami perhatikan, tak tampak proses reboisasi. Ah semoga saja apa yang kami pikirkan tidaklah benar. Karena bisa dibayangkan bagaimana dampak yang bisa disebabkan oleh pembalakan tersebut, apabila tidak diiringi dengan tindak penghijauan kembali. Jam menunjukkan pukul 17:25 . Alhamdulillah semua masih dalam keadaan baik.
Kabut pekat menanti kedatangan kami ketika berada di sepanjang jalan Dolok Sanggul - Dairi. Jalanan masih saja sepi. Eh tiba-tiba suasana jadi horror gitu. Saya jadi ingat lagi film-film seram kelahiran Hollywood. Kan sering tu tiba-tiba saja ditengah jalan yang sepi muncul alien dan sebangsanya. Hahahaha. Cuaca dingin menusuk tulang. Saya dengan senang hati pindah ke belakang dan melingkar manis di dalam selimut. Sementara mas suami dengan sumringahnya masih bertahan dengan kaos kutangnya. Ckckckck.
18:54 pm kami menapak di Sidikalang. Akhirnyaaaa..saya dan mas suami langsung tos begitu melihat lampu-lampu kota. Bayangan terdampar di hutan amazon pun hilang seketika. Hahahaha.
Rute selanjutnya adalah Subulussalam. Dari namanya yang bernuansa islami, sepertinya daerah tersebut sudah masuk dalam kawasan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Ya. Semoga saja demikian. Saya sedih ketika harus meninggalkan shalat Ashar hari ini karena susahnya menemukan masjid di tanah batak. Alhamdulillah kami sempat nyasar ketika menuju Subulussalam, beruntungnya malah nyasar ke depan masjid dan ketemu seorang bapak tua yang memberi petunjuk jalan. Beliau bilang Sidikalang – Subulussalam membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Syup. Perjalanan kami berlanjut.
Pukul 23.30 kami mendarat sempurna di tanah Aceh. Setelah berdebat tentang penginapan, akhirnya pilihan kami jatuh pada penginapan bergaya cottage yang nyaman dan bersih. Waktunya istirahat, recharge energi untuk perjalanan berikutnya.
Nah. Itu dia cerita perjalanan kami hari kemaren di chapter pertama. Hari ini rabu 20 Agustus 2014, saya tengah menunggu mas suami yang sedang cek kondisi si pikun. Dari penginapan Maulida Citra, kami akan melanjutkan perjalanan hingga nantinya sampai di ujung barat Indonesia, Sabang.
See you. Bye.

3 komentar on "Honeymoon Trip; Road to Sumatera #1"

Tutia Rahmi on 20 Agustus 2014 pukul 11.27 mengatakan...

subhanallah, indahnya perjalanan kalian kak. pasti seru ya bisa keliling sumatera dengan kekasih halal :) pengen juga ah #eh masih harus nyelesain kuliah dulu Hahahaha..

Kresnoadi DH on 20 Agustus 2014 pukul 17.24 mengatakan...

Duh kapan bisa gitu. :))

Anonim mengatakan...

subhanallah... seneng bgt diriq mendengar cerita bulan madu dari kalian berdua.keindahan negeri indonesia, bener2 mebuat diriq berdecak kagum syg.. selamat bulan madu ya..
semoga saat dirimu dan mas suami pulang ke tanah kelahiran, sudah mendapatkan rezeki luar biasa dari allah swt..

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea