Senin, Februari 10

The Girl who Kicked The Hornet's Nest - Stieg Larsson

Diposting oleh Orestilla di 10.38.00


Yeay..!!!
Akhirnya saya berhasil menjelajahi kehidupan Salander detail sedetail detailnya dengan menyelesaikan buku terakhir trilogi ini. Senengnya pake buanget beb. Hahaha.


Seriusan deh. Yang ngaku gila buku, rugiiii banget nggak baca ketiga buku ini. Njelimet sih iya. Tapi kepuasan setelah melahap mereka bertiga jangan ditanya. PUAS! Hahaha.
Setelah mengulas buku pertama disini dan buku kedua disini, hari ini Tilla dengan senang hati dan semangat ulang kemerdekaan akan menceritakan sensasi buku penutup dari trilogi millennium ini. Judulnya, seperti judul laman ini: The Girl who Kicked The Hornets’s Nest. Gadis yang menendang sarang lebah? Hehe. Begini ceritanya. Tarara tereeeettt..
Buku pertama; The girl with the dragon tattoo..membuat kita merangkai sosok gadis bertato naga dibahunya, lengkap dengan semua rahasia yang ia bawa dalam hidupnya yang kelam. Dirinya belum jadi tokoh sentral dalam buku ini (menurut pandangan mata hati dan mata baca saya pribadi).
Buku kedua; The girl who played with fire..sedikit demi sedikit, kehidupan dan masa lalu gadis ini mulai terungkap. Tentang kepintarannya, tentang ibunya yang sekarat, tentang ayahnya yang kejam, tentang sikapnya yang memuakkan..namun ketika menyelesaikannya, masih ada tanda tanya besar dalam hati pembaca (utamanya hati saya).
Buku ketiga; menjawab semua pertanyaan saya di dua buku sebelumnya.
Berawal dari akhir buku kedua, Salander yang hampir saja terbunuh oleh kakak tirinya bernama Niedermann, dalam perjalanannya mencari sang ayah, keinginan kuatnya untuk membunuh lelaki renta yang menjadi biang kerok kekelaman hidupnya. Namun Salander salah perhitungan, ia berhasil ditembak Zalachenko di tiga bagian tubuh, ia ambruk, kemudian dikubur dalam keadaan hidup oleh Niederman. Takdir lah yang akhirnya memberikan Salander kesempatan sekali lagi untuk menyelesaikan perhitungan dengan kedua monster tersebut. Dengan tekad kuat berlatar belakang dendam kesumat, ia mampu menancapkan kapak di kepala ayahnya dan membuat kakaknya, yang tak pernah merasakan sakit, lari terbirit-birit.
Bloomkvist berhasil menemukannya yang sudah setengah mati di rumah peternakan milik Zalachenko. Dan ia harus merelakan dirinya menjadi pasien di sebuah rumah sakit selama berbulan-bulan untuk menemukan kembali kekuatan tubuhnya. Sementara Niedermann melarikan diri ke tempat persembunyiannya, Zalachenko yang juga hampir meninggal, ditempatkan dua ruangan dari kamar putri kandungnya, Salander. Namun konspirasi yang ia tuai sedari awal, membawa kembali beberapa tokoh Polisi Keamanan. Zalachenko mati menggenaskan di tangan salah seorang dari mereka. “Tokoh” pembunuh berumur 72 tahun yang langsung menembakkan peluru ke pelipisnya sendiri beberapa saat setelah membunuh Zalachenko.
Bermodal bantuan seorang dokter di rumah sakit tersebut, Salander berhasil mendapatkan kembali komputer tabletnya. Ia yang merupakan salah satu anggota klub hacker terbaik di seluruh dunia, mulai mencari rahasia demi rahasia yang berkaitan dengan masa lalunya yang kelam dan menjijikkan. Ketika menemukan kunci-kunci tersebut, ia segera membaginya dengan Bloomkvist, teman yang ia percaya sekaligus ia benci karena telah dengan sembrononya ia cintai (nggak bingung kan ya baca kalimat yang ini? hehehe). Salander juga mulai mempercayai Annika Giandini, adik Bloomkvist yang berprofesi sebagai pengacara, wanita muda pintar dan enerjik yang akan membela kepentingan Salander nantinya di pengadilan. Karena walaupun Salander telah dibebaskan dari tuduhan dua pembunuhan sebelumnya, ia tetap dianggap memiliki peran penting dalam rencana penghabisan nyawa Zalachenko.
Dalam pemecahan kasus ini, tak hanya nyawa Salander yang dipertaruhkan. Setelah penculikan Mirriam Wu, kehidupan Bloomkvist, Annika dan Erika juga ikut terancam. Tak terhitung berapa kali penggeledahan dilakukan di apartemen Bloomkvist, penyadapan telepon genggamnya, perampokan salinan bukti yang ada di tangan Bloomkvist dan Erika hingga penembakan yang langsung ditujukan pada Bloomkvist di sebuah kafe.
Kasus Salander memang bukan hanya perkara pemberian suaka pada seorang agen Rusia. Namun sudah menyangkut pada harga diri pemerintah Swedia sendiri. Keterlibatan Polisi Keamanan bukan lagi perkara kecil sehingga siapa saja yang terlibat dalam peristiwa di tahun 1960an tersebut dilenyapkan dengan cara-cara yang tidak manusiawi, pembunuhan.
Dan jauh dari itu semua, Salander hanyalah seorang korban. Gadis yang terpaksa merelakan kebahagiaan masa kecilnya, berubah menjadi serigala dan menarik diri dari pergaulan. Ia kehilangan segala macam haknya sebagai manusia dan warga negara. Bahkan demi mempertahankan eksistensi ayahnya, pejabat-pejabat negara pada masa itu dengan sadisnya mengirim Salander pada sebuah panti rehabilitasi. Disana ia dikurung selama ratusan hari, dirongrong jiwanya, disakiti fisiknya. Ia sungguh hanyalah seorang korban kepentingan politik.
Namun berkat kegigihannya, dibantu oleh banyak orang yang masih memiliki kepedulian, Salander memenangkan pertarungan tersebut. Ia dibebaskan. Semua kaki tangan yang membantu penyekapan legalnya di tahun 1991 ditangkap dan dijatuhi hukuman berat. Nama baiknya dibersihkan kembali dari pandangan dunia. Dan ia, dengan mata kepalanya sendiri, melihat kematian Niedermann.
979 halaman yang menegangkan, membuat penasaran dan mengharu biru.
Keren!
Saya punya lima bintang untuk buku ini. *****.

Dari keseluruhan inti cerita yang dipaparkan Stieg Larsson, saya menarik sebuah kesimpulan: Don’t judge a book by the cover. Don’t judge a human by performance. Ya. Jangan pernah menilai sesuatu, apalagi seseorang, hanya dengan pengamatan mata kita saja, tanpa melibatkan hati, tanpa mengikutsertakan logika.
Saran saya, segera miliki buku ini dan kamu nggak akan berhenti sebelum menutup halaman akhir buku ketiganya.

Judul
:
The girl who kicked the hornet’s nest
Penulis
:
Stieg Larsson
Halaman
:
979
Penerbit
:
Qanita, Mei 2011

 Salam!


2 komentar:

Nyovika mengatakan...

Nice! Buku yg menarik kayanya

Orestilla mengatakan...

Vika: Iya. Banget saii. Millenium Trilogy. Jangan baca buku ketiga ini sebelum membaca tuntas buku pertama dan kedua. Selamat membaca :)

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Senin, Februari 10

The Girl who Kicked The Hornet's Nest - Stieg Larsson

Diposting oleh Orestilla di 10.38.00


Yeay..!!!
Akhirnya saya berhasil menjelajahi kehidupan Salander detail sedetail detailnya dengan menyelesaikan buku terakhir trilogi ini. Senengnya pake buanget beb. Hahaha.


Seriusan deh. Yang ngaku gila buku, rugiiii banget nggak baca ketiga buku ini. Njelimet sih iya. Tapi kepuasan setelah melahap mereka bertiga jangan ditanya. PUAS! Hahaha.
Setelah mengulas buku pertama disini dan buku kedua disini, hari ini Tilla dengan senang hati dan semangat ulang kemerdekaan akan menceritakan sensasi buku penutup dari trilogi millennium ini. Judulnya, seperti judul laman ini: The Girl who Kicked The Hornets’s Nest. Gadis yang menendang sarang lebah? Hehe. Begini ceritanya. Tarara tereeeettt..
Buku pertama; The girl with the dragon tattoo..membuat kita merangkai sosok gadis bertato naga dibahunya, lengkap dengan semua rahasia yang ia bawa dalam hidupnya yang kelam. Dirinya belum jadi tokoh sentral dalam buku ini (menurut pandangan mata hati dan mata baca saya pribadi).
Buku kedua; The girl who played with fire..sedikit demi sedikit, kehidupan dan masa lalu gadis ini mulai terungkap. Tentang kepintarannya, tentang ibunya yang sekarat, tentang ayahnya yang kejam, tentang sikapnya yang memuakkan..namun ketika menyelesaikannya, masih ada tanda tanya besar dalam hati pembaca (utamanya hati saya).
Buku ketiga; menjawab semua pertanyaan saya di dua buku sebelumnya.
Berawal dari akhir buku kedua, Salander yang hampir saja terbunuh oleh kakak tirinya bernama Niedermann, dalam perjalanannya mencari sang ayah, keinginan kuatnya untuk membunuh lelaki renta yang menjadi biang kerok kekelaman hidupnya. Namun Salander salah perhitungan, ia berhasil ditembak Zalachenko di tiga bagian tubuh, ia ambruk, kemudian dikubur dalam keadaan hidup oleh Niederman. Takdir lah yang akhirnya memberikan Salander kesempatan sekali lagi untuk menyelesaikan perhitungan dengan kedua monster tersebut. Dengan tekad kuat berlatar belakang dendam kesumat, ia mampu menancapkan kapak di kepala ayahnya dan membuat kakaknya, yang tak pernah merasakan sakit, lari terbirit-birit.
Bloomkvist berhasil menemukannya yang sudah setengah mati di rumah peternakan milik Zalachenko. Dan ia harus merelakan dirinya menjadi pasien di sebuah rumah sakit selama berbulan-bulan untuk menemukan kembali kekuatan tubuhnya. Sementara Niedermann melarikan diri ke tempat persembunyiannya, Zalachenko yang juga hampir meninggal, ditempatkan dua ruangan dari kamar putri kandungnya, Salander. Namun konspirasi yang ia tuai sedari awal, membawa kembali beberapa tokoh Polisi Keamanan. Zalachenko mati menggenaskan di tangan salah seorang dari mereka. “Tokoh” pembunuh berumur 72 tahun yang langsung menembakkan peluru ke pelipisnya sendiri beberapa saat setelah membunuh Zalachenko.
Bermodal bantuan seorang dokter di rumah sakit tersebut, Salander berhasil mendapatkan kembali komputer tabletnya. Ia yang merupakan salah satu anggota klub hacker terbaik di seluruh dunia, mulai mencari rahasia demi rahasia yang berkaitan dengan masa lalunya yang kelam dan menjijikkan. Ketika menemukan kunci-kunci tersebut, ia segera membaginya dengan Bloomkvist, teman yang ia percaya sekaligus ia benci karena telah dengan sembrononya ia cintai (nggak bingung kan ya baca kalimat yang ini? hehehe). Salander juga mulai mempercayai Annika Giandini, adik Bloomkvist yang berprofesi sebagai pengacara, wanita muda pintar dan enerjik yang akan membela kepentingan Salander nantinya di pengadilan. Karena walaupun Salander telah dibebaskan dari tuduhan dua pembunuhan sebelumnya, ia tetap dianggap memiliki peran penting dalam rencana penghabisan nyawa Zalachenko.
Dalam pemecahan kasus ini, tak hanya nyawa Salander yang dipertaruhkan. Setelah penculikan Mirriam Wu, kehidupan Bloomkvist, Annika dan Erika juga ikut terancam. Tak terhitung berapa kali penggeledahan dilakukan di apartemen Bloomkvist, penyadapan telepon genggamnya, perampokan salinan bukti yang ada di tangan Bloomkvist dan Erika hingga penembakan yang langsung ditujukan pada Bloomkvist di sebuah kafe.
Kasus Salander memang bukan hanya perkara pemberian suaka pada seorang agen Rusia. Namun sudah menyangkut pada harga diri pemerintah Swedia sendiri. Keterlibatan Polisi Keamanan bukan lagi perkara kecil sehingga siapa saja yang terlibat dalam peristiwa di tahun 1960an tersebut dilenyapkan dengan cara-cara yang tidak manusiawi, pembunuhan.
Dan jauh dari itu semua, Salander hanyalah seorang korban. Gadis yang terpaksa merelakan kebahagiaan masa kecilnya, berubah menjadi serigala dan menarik diri dari pergaulan. Ia kehilangan segala macam haknya sebagai manusia dan warga negara. Bahkan demi mempertahankan eksistensi ayahnya, pejabat-pejabat negara pada masa itu dengan sadisnya mengirim Salander pada sebuah panti rehabilitasi. Disana ia dikurung selama ratusan hari, dirongrong jiwanya, disakiti fisiknya. Ia sungguh hanyalah seorang korban kepentingan politik.
Namun berkat kegigihannya, dibantu oleh banyak orang yang masih memiliki kepedulian, Salander memenangkan pertarungan tersebut. Ia dibebaskan. Semua kaki tangan yang membantu penyekapan legalnya di tahun 1991 ditangkap dan dijatuhi hukuman berat. Nama baiknya dibersihkan kembali dari pandangan dunia. Dan ia, dengan mata kepalanya sendiri, melihat kematian Niedermann.
979 halaman yang menegangkan, membuat penasaran dan mengharu biru.
Keren!
Saya punya lima bintang untuk buku ini. *****.

Dari keseluruhan inti cerita yang dipaparkan Stieg Larsson, saya menarik sebuah kesimpulan: Don’t judge a book by the cover. Don’t judge a human by performance. Ya. Jangan pernah menilai sesuatu, apalagi seseorang, hanya dengan pengamatan mata kita saja, tanpa melibatkan hati, tanpa mengikutsertakan logika.
Saran saya, segera miliki buku ini dan kamu nggak akan berhenti sebelum menutup halaman akhir buku ketiganya.

Judul
:
The girl who kicked the hornet’s nest
Penulis
:
Stieg Larsson
Halaman
:
979
Penerbit
:
Qanita, Mei 2011

 Salam!


2 komentar on "The Girl who Kicked The Hornet's Nest - Stieg Larsson"

Nyovika on 13 Februari 2014 pukul 10.13 mengatakan...

Nice! Buku yg menarik kayanya

Orestilla on 13 Februari 2014 pukul 10.54 mengatakan...

Vika: Iya. Banget saii. Millenium Trilogy. Jangan baca buku ketiga ini sebelum membaca tuntas buku pertama dan kedua. Selamat membaca :)

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea