Jangan nilai sebuah buku
dari sampulnya. Statement ini sudah
terlalu sering kita baca dan kita dengar. Ironis memang, jika ada seseorang
yang menilai sesuatu hanya dari penampakan luarnya saja (hantu kaleeee). Namun
benar adanya. Kadang adakalanya kita harus menyelam lebih dalam untuk memahami
betul, apa dan bagaimana sesungguhnya objek yang sedang kita nilai.
Sebelum cerita lebih jauh, what do you think about that statement? setuju
atau tidak dengan ulasan singkat saya diatas? Jika setuju, lanjutkan bacaan
ini. Dan jika tidak, just leave it.
Mengapa kita tidak boleh
menilai buku dari sampul luarnya? Ada 2 contoh yang saya punya, yang bisa saya
bagikan di postingan hari ini.
Pertama. Dulu saya pernah
menemukan sebuah buku lusuh. Sebetulnya bukan menemukan sih, saya dipinjamkan
sebuah buku oleh seorang teman (ah tetiba kangen dengan dia yang sudah
menghilang beberapa bulan ini). Bukunya tipis, warna sampulnya sudah kusam,
begitu pula halnya dengan halaman-halaman didalamnya. Kertas isi yang
seharusnya berwarna putih, sudah terlihat kekuningan. Menandakan bahwa buku ini
telah dibaca oleh banyak orang. Bisa jadi umurnya juga sudah tua. Buku ini
bukunya Hamka, Tenggelamnya Kapal Ven Der Wijck. Setelah membacanya sampai
halaman terakhir, saya langsung speechless,
sumpah..Hamka keren banget disana. Walaupun butuh waktu lebih banyak untuk
memahami narasi yang beliau sampaikan, saya nggak pernah menyesal pernah
bertemu dengan buku lusuh ini. Bagi yang belum pernah baca dan pengen tau
gimana caranya Hamka membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama, saya
sempat mengulasnya disini: http://orestillakoto.blogspot.com/2012/06/makna-hidup-dibalik-tarian-tangan-hamka.html
Kedua. Beberapa kali
dipertemukan dengan sosok-sosok yang awalnya membuat saya benci setengah mati,
kemudian tunduk takluk dan merasa nyaman berada didekatnya. Atau ada malah yang
membuat saya begitu bersimpati diawalnya dan ketika waktu berlalu, kedoknya
perlahan terbuka, memperlihatkan betapa rapinya ia menyimpan bangkai di dalam
sebuket bunga mawar. “buku” ini juga tak seharusnya kita nilai dari “cover” nya
saja bukan? Acapkali penilaian yang salah pada seseorang membuat kita menyesal
di akhir. Dan penyesalan adalah sebuah bayaran akan penilaian asal-asalan yang
pernah kita lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)