Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah

0 komentar on "Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6 "

Posting Komentar

Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)

 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea