Hai..hai..setelah
berkisah dua hari perjalanan disini dan disini, hari ini saya akan mengupas
kunjungan hari ketiga di kota Makassar. Jumat, 6 Desember 2013 rombongan
bertolak ke Bantimurung yang terletak di Maros (ini daerah yang sama dengan
bandara Sultan Hasanuddin). Disana panitia dan tour guide akan membawa
rombongan melihat keelokan air terjun dan museum kupu-kupu.
Namun
saya dan teman-teman (lebih tepatnya senior) memisahkan diri dan memilih untuk
bersilaturrahmi dengan rekan seangkatan kami yang berdinas di kota tersebut.
Dulu saya pernah bercerita kan tentang rasa syukur tak berhingga karena telah
diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan di lembah manglayang IPDN
Jatinangor? Iya. Apa lagi kalau bukan jumlah saudara senusantara yang tersebar
di setiap kota dan kabupaten di Indonesia. Setiap kali berkunjung atau dinas
luar daerah, maka hal pertama yang kami lakukan adalah menghubungi mereka. Dan
tadaaaaaa...tak ada yang lebih menyenangkan bisa berkumpul kembali setelah
bertahun-tahun tak bertatap muka.
Kebetulan
Jumat masih hari kantor, maka kami memutuskan untuk bertemu dengan mereka pada
jam istirahat dan sore hari ketika jam dinas berakhir. Maka ketika rombongan
berangkat, kami juga minggat dari hotel. Akan sangat rugi sekali jika waktu
yang ada hanya dihabiskan berleha-leha di kamar hotel. Bukankah kesempatan
untuk berkunjung ke negeri orang seperti ini tidak akan datang berkali-kali?
Maka jadilah pagi itu (setelah sarapan pagi dan lagi-lagi bubur ayam), kami
menyusuri keindahan Pantai Losari di pagi hari. Jangan bayangkan udara sejuk
dan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. Jangan! Karena matahari Makassar di jam
07.00 pagi sudah bersinar amat sangat garang. Saya sendiri kaget ketika melihat
jam di pergelangan tangan. Taksiran saya saat itu sudah hampir mendekati tengah
hari. Jadi, panasnya kota Makassar bisa dibilang LUAR BIASAAAHH…!!!
Kami
mencari spot ternama di lokasi ini. Apa lagi kalau bukan tulisan “Pantai
Losari” dan “City of Makassar”. Haha. Kebetulan jumlah pengunjung pagi itu
cukup banyak. Banyak turis local dan mancanegara. Kalau si bule-bule lebih
nyaman mandi matahari yang super duper panas itu, saya dan uni-uni lebih
memilih selonjoran di bawah pohon-pohon pelindung sembari menikmati pantai
Losari yang sedang tenang mendamaikan hati. Adeeemmm..
panasnya full femirsayah! |
Masih
di lokasi yang sama, kami juga menyempatkan diri untuk memotret masjid terapung
yang juga terkenal di kota Makassar. Masjid ini bernama Masjid Amirul Mukminin.
Pada awalnya saya agak bingung membayangkan desain masjid ini. Terapung?
Berayun-ayun diatas air laut? Begitu? Terus bagaimana dengan jamaah yang sedang
shalat? Bukankah kalau ombaknya sedang ganas, kita tidak akan berdiri dengan
sempurna? Tapi pertanyaan-pertanyaan edan tersebut terjawab pagi itu. Ternyata
dinamakan terapung karena bangunan masjid memang berada di atas air laut. Cuma
ya nggak terapung seperti perahu di laut lepas. Haha. Tika (calon adik iparnya
si uni), juga bercerita bahwa didaerahnya di Maluku Utara, juga terdapat masjid
serupa. Ah. Semoga nanti saya juga bisa berkunjung ke masjid terapung milik
kotanya Tika. Aamiin.
masjid terapung |
Setelah
puas santai-santaian, foto-fotoan, lari-larian (ini agak berle sebenarnya),
saya dan uni-uni lanjut ke Benteng Fort Rotterdam yang termahsyur itu. Jaraknya
dari Pantai Losari hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit. Kalau temen-temen
pengen kesana pake becak bisa kena 10 ribu. Pun begitu halnya dengan taksi.
Bayarannya hampir sama. Namun jika memilih perjalanan dengan becak, kita dapat
menikmati view Pantai Losari lebih banyak lagi. Saya anjurkan, pilihlah becak
ketika cuaca adem misalnya di sore atau malam hari. Kalau siang, panasnya minta
ampun. Belum lagi kasian si daeng (Kalo di Sumbar namanya uda alias abang alias
kakak) yang bakalan kecapekan mengayuh becak dengan beban badan yang pastinya
lebih dari 50kg. Uuppss. Hahaha. Karena kami ada tiga orang dan panasnya
Makassar memang sedang garang, maka kami tentu saja memilih taksi. Dan begitu
sampai di gerbang masuk benteng, kami bertemu kembali dengan si bule-bule yang
sudah standby dengan kamera mereka. Jepret!
gerbang masuk Fort Rotterdam |
Karena
saya kesana nggak pake tour guide, maka info tentang benteng Fort Rotterdam
langsung saya cari ke mbah Goggle. Dan ini kata si mbah:
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang)
adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan
Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar,
Sulawesi
Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9
yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi'
kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada
masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini
diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah
Maros.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa,
bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan
Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang,
biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng
Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo
akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan
Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda
menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort
Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort
Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian
digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia
bagian timur.
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat
Museum La Galigo
yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar
(Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian
besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota
Makassar.
Kebetulan
dalam rombongan kecil kami ada yang sedang hamil 5 bulan. Si uni agak susah
dibawa jalan lama-lama. Panas dan gerah. Kan kasian kalau nanti si uni sakit.
Maka sebelum ketemu teman seangkatan saya, Jo dan Isna, kami memutuskan untuk
kembali ke hotel. Istirahat, ngadem, mandi kalau perlu.
Kring..kring..kring..
“Tilla
dimana? Jo udah di lobi hotel ni.”
Owaduh.
Jo, teman angkatan saya yang berasal dari Aceh tapi sudah 4 tahun tinggal di
Makassar karena ikut suaminya dinas disana, ternyata sudah sampai di hotel. Dan
ribetnya, saya sedang tiduran cantik di kasur. Maka jadilah steling versi praja
kembali bekerja. Dalam hitungan menit, syyuuuppp..dandan, ganti baju, ambil
perlengkapan perang (kamera, dompet, tisu, dan bla bla bla), beres!
Aaaaaa..akhirnya
setelah 4 tahun tak bertemu (kami wisuda sarjana tahun 2009), saya bisa
berpelukan cipika cipiki lagi dengan Fitri Juwana Awaluddin, teman saya
angkatan 18 IPDN dari Aceh. Jo yang sudah jadi mak-mak beranak satu itu masih
terlihat sangat cantik dan yaaa tetep langsing walaupun Jo ngakunya punya berat
badan, tereeettt (tidak lulus sensor). Hahaha. Iya. Jo masih terlihat sama
ketika masih praja dulu. Bedanya cuma dikit, hari itu Jo dandan versi buibu.
Yaaaa. Walau bagaimanapun sekarang Jo punya jabatan sebagai ketua PKK di
kelurahan suaminya (senior kami angkatan 16 dari Makassar). Dan sebagai ketua
PKK, Jo harus tampil cantik dong ya. Tetep harus menomorsatukan performance
(kan begitu nasehat kakak-kakak senior dulu). Performance memang bukan hal
utama, tapi hal pertama yang dilihat oleh orang lain. Cakeeepp.
ini asli suedap boi! |
thanks a lot girls |
Mall
nya memang besar dan yang membedakannya dengan mall lain, tentu saja karena ada
Trans Studio disana. Setelah muterin mall, kami bergerak ke Karebosi. Nah, yang
ini jaraknya cukup jauh dari Mall Trans Makassar. Mall yang ini juga cukup unik
karena berada di bawah stadion olahraga. Mall-nya ada di bawah tanah. Kami
kesana bukan untuk shopping, tapi lebih karena rasa penasaran. Dan begitu
pertanyaan kami terjawab, dengan dianter kak Noe (ini namanya Kak Nurul
Farasmi, teman satu angkatan dengan uni-uni, senior saya waktu di kampus dulu),
kami kembali ke hotel. Istirahat lagi sebelum jor-joran berikutnya, wisata
kuliner di malam hari. Waktu menunjukkan pukul 4 sore ketika saya kembali ke
kamar hotel, tidur.
Setelah
Kak Noe pulang, karena harus mengurus babynya yang udah mulai rewel karena
ditinggal hangout si emak, malam itu wisata kuliner kami ditemani Kak Tumee.
Kakak yang saya kenal dari jaman ngampus dulu, yang usil dan ditakuti junior.
Walaupun sekarang saya tahu kalau si kakak tenyata orangnya sangat lucu (dan
tetap usil. hahaha). Kami ke warung Konro. Disini kita bisa milih mau konro
bakar atau konro sup. Saya pengen banget nyoba konro bakar dan pilihan saya
tentu saja tidak salah karena rasanya se se se sedap banget mameeenn. Cuma
sayang, saya nggak bisa bocorin berapa harganya. Karena yang bayar makan malam
itu Kak Tumee. Alhasil saya nggak tau berapa budget yang harus disiapin untuk
memangkas habis hidangan ini. Yang pasti kalau teman-teman ke Makassar, konro
bakarnya jangan sampai lupa yaaaa.
wosshhaaaa..ini dia. Konro bakar (atas) dan Konro Sup (bawah) |
Dari
tempat makan konro, kami langsung meluncur ke hotel karena si uni yang lagi hamil
udah capek banget. Sesi curcol, gosipan dan ketawa ketawaan berlanjut di kamar
hotel. Saya pikir Kak Tumee mau nginap di kamar kami, tapi ternyata tidak. Kak
Tumee balik ke Kabupaten Gowa malam itu juga.
Kami
tidur malam itu dengan perut kenyang setelah mengeksplorasi kelezatan konro.
Nyam. Nyam. Nyam.
Untuk
Kak Noe, Kak Tumee, Jo dan Isna, makasi banyak sudah meluangkan waktu untuk
bertemu dan mengajak kami berkuliner ria di kota Makassar. Kami tunggu
kedatangannya di Ranah Minang :)
3 komentar:
That is a beautiful trip. Gimana panasnya kalau dibandingkan dengan surabaya? hehehe
Beuh ! Pemandangannya indah sekali dan kulinernya menggoda :D
Fahrizal: Saya belum coba Surabaya Mas. Insyaallah Maret nanti kalau ada waktu dan rejeki. Hehehe.
Titis: Iya dear. Kulinernya itu loh. Musti dicoba :)
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)