Buku yang saya inginkan
untuk dibaca oleh anak-anak saya kelak, salah satunya adalah serial anak-anak
mamak yang lahir sebagai sebuah karya mengagumkan dari seorang Tere Liye.
Setelah sebelumnya membahas dua seri bukunya disini, hari ini saya akan kembali
mencoba membeberkan rahasia kehidupan yang tersurat dan tersirat dalam dua seri
lainnya, Pukat dan Amelia.
ini cover buku Pukat dan Amelia |
Anak muda Indonesia harusnya
menyisihkan waktu untuk membaca buku-buku ini. Mengapa? Karena saya saja yang
sudah berumur seperempat abad, bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka.
Darinya sungguh, saya belajar banyak hal akan makna hidup.
Jika buku-buku lain
membicarakan kehebatan teknologi masa kini, kemewahan dalam sangkar emas
kehidupan perkotaan, heboh dan meledaknya romantisme percintaan muda-mudi, maka
serial ini bercerita sebaliknya.
Sama seperti dua buku
terdahulu, Pukat dan Amelia masih berkicau tentang kehidupan anak-anak di
daerah pedalaman rimba Sumatera. Perjuangan dan kebahagiaan masa kecil yang
mereka lalui dalam segala keterbatasan dan kekurangan. Konflik yang
diketengahkan juga menggelitik hati dan pikiran. Bagaimana mungkin tokoh cilik
berusia belasan tahun mampu menarik kita dalam sebuah kisah berisi penuh
panutan? Bahkan tak sedikit dari kisah tersebut yang membuat mata kita akan berkaca-kaca
nantinya.
Saya mulai dari cerita
tentang anak kedua dalam keluarga Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas, Pukat. Ia
dikenal sebagai anak yang jenius. Mampu menjawab apapun jenis pertanyaan yang
dilontarkan, entah itu masuk akal ataupun tidak. Pukat tumbuh menjadi anak
dengan rasa ingin tahu yang tinggi, yang pada akhirnya mengantarkannya pada
pencapaian mimpi masa depan. Ketegasan mamak dan kebijaksanaan bapak, membuat
Pukat berhasil menghalau seluruh hambatan yang dengan cukup detail diceritakan
dalam buku ini. Beberapa poin penting yang berhasil saya rangkum dalam buku
ini, sengaja (sekali lagi) saya tandai agar bisa saya bagikan dengan
teman-teman semua.
Kalian tidak akan pernah menjadi penulis yang hebat dengan hanya
tahu caranya menulis, tahu teori-teorinya, tapi kalian tidak pernah
melakukannya [page 48 of 345]
Tidak ada yang paling menyedihkan di dunia ini selain kehilangan
kejujuran, harga diri dan martabat [page 158 of 345]
Orang-orang yang bersungguh-sungguh jujur, menjaga
kehormatannya, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski hidupnya
tetap sederhana, tetap terlihat biasa-biasa saja, maka dia sejatinya telah
menggenggam seluruh kebahagiaan dunia [page 164 of 345]
Kenapa kebanyakan orang menganggap kecantikan seorang perempuan
lebih penting dibandingkan perangai yang baik? Karena di dunia ini, lelaki
bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan lelaki buta [page 178 of 345]
Menunggu itu berarti sabar. Berharap itu berarti doa [page 314
of 345]
Sedangkan Amelia, berbicara
tentang sisi kehidupan dari kacamata seorang gadis kecil, bungsu dari empat
bersaudara. Sebuah urutan terakhir yang pada awal cerita membuatnya merasa
menjadi anak yang sama sekali tidak beruntung karena bisa ditekan oleh
kakak-kakaknya. Status yang membuatnya ngeri ketika harus memikirkan tradisi
kampung yang mencapnya sebagai generasi “penunggu rumah”. Amelia yang dipercaya
oleh bapaknya sebagai anak yang kuat, paling kuat. Bukan dari fisik, namun
caranya memahami hidup dengan sebaik-baiknya. Amelia yang berhasil menyadarkan
banyak orang bahwasanya perubahan tidak harus menunggu lahir dari seorang tetua
yang disegani, dari seorang yang berpendidikan tinggi, dari seorang yang
berjabatan disana-sini. Perubahan sejatinya muncul dari pemahaman yang baik
akan arti hidup yang sesunggunya. Dan untukmu, ini dia the precious sentences dari buku Amelia.
Belenggu kemiskinan tetap menjerat erat akibat dari
ketidaktauan, akibat dangkalnya pendidikan [page 83 of 391]
Jangan ragu-ragu, langit adalah batasnya. Siapa pun bisa
menggapai mimpinya jika bersungguh-sungguh [page 106 of 391]
Dalam sebuah proses perubahan, selalu bagian terpentingnya
adalah memulai perubahan tersebut [[page 383 of 391]
Membaca Pukat dan Amelia
laksana bercermin pada hidup yang tengah kita jalani. Alur ceritanya mengalir,
permasalahan yang ditampilkan sangat dekat dengan masalah-masalah kita
keseharian. Dengan pemaparan sederhana yang sangat mudah dicerna, karya-karya
ini cocok sekali dibaca untuk menemani akhir pekan kita. Jangan bayangkan
narasi penuh istilah-istilah yang membuat kening kita berkerut, tidak sama
sekali. Pukat dan Amelia (serta dua seri lainnya) diciptakan untuk membuat kita
dapat menikmati sebuah bacaan dengan bersantai, mungkin menyesap secangkir teh
hangat, tanpa kehilangan makna dan pesan yang tersembunyi didalamnya.
Bacalah.
Salam!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)