The song reader. Pembaca lagu. Jangan bayangkan tokoh utamanya
adalah seorang gadis cantik yang mendedikasikan hidupnya untuk larut dalam
kedamaian nada, penyanyi mungkin atau seorang musisi? Tidak. Tebakan anda
salah.
The song reader malah berhubungan dengan kelebihan seorang manusia
yang bisa kita kategorikan dalam istimewanya “indera keenam”. Sixth sense. Ketika yang lain bicara
tentang kartu tarot, pembaca garis tangan, cenayang, indigo..Lisa Tucker
membawa kita pada sebuah keistimewaan lain yang dimiliki oleh seorang wanita
bernama Mary Beth. Beth yang berdomisili di Tainer, Missouri membuat kagum
seantaro kota dengan kemampuannya membaca pribadi dan menyumbangkan
penyelesaian dari masalah-masalah yang dihadapi seseorang hanya dengan membaca
lagu. Tentunya lagu yang lebih sering teringang oleh yang bersangkutan. Lagu
yang hanya diketahui oleh orang yang ingin “dibaca” oleh Beth.
Semua orang mempercayakan
seluruh permasalahan mereka pada Beth. Apakah itu perihal pekerjaan di kantor,
pergulatan batin pasangan dalam sebuah rumah tangga, percintaan remaja, masalah
apa saja. Hebatnya, Beth mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Ditemani
adik perempuannya yang bernama Leean (buku ini berkisah dari sudut pandang
Leean), Beth bahkan sudah menjadikan kelebihannya sebagai wadah untuk meraup
lembaran-lembaran uang.
Namun tak segalanya berjalan
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Pun demikian halnya dengan Mary Beth.
Dari puluhan bahkan mungkin ratusan kliennya, Beth terjerumus dalam sebuah
permasalahan yang melibatkan perannya dalam membaca lagu. Adapun klien yang
bernama Holly Kramer berusaha menghabisi nyawanya di malam yang sama ketika ia
selesai berdialog dengan Beth. Peristiwa yang membuat semua orang memalingkan
muka padanya, menuduhnya sebagai pelaku utama dibalik kelakuan Holly tersebut.
Beth tertekan. Ia merasa
dipojokkan. Kekurangannya yang tak bisa mengendalikan diri, membuat Beth
berubah menjadi pribadi yang sangat bertolak belakang. Tak ada lagi kata-kata
bijaksana dan menenangkan yang lahir dari pemahamannya. Ia hidup bagaikan
sebongkah batu yang tak lagi berguna. Bahkan untuk Leean dan Tommy (anak
angkatnya). Jangankan mengantar Tommy ke sekolah (rutinitas Beth setiap hari),
untuk bangun dari tempat tidurnya pun Beth tak lagi kuasa. Pandangannya kosong.
Ia tak lagi mau berbicara.
Leean yang merasa bingung
dengan perubahan kakaknya mencoba mencari tahu keberadaan ayah mereka yang
telah menghilang selama hampir 10 tahun (ibu mereka meninggal dalam kecelakaan
lalu lintas). Leean berharap Beth bisa kembali seperti semula jika bisa bertemu
dengan ayahnya. Namun ketika berhasil membawa sang ayah ke rumah mereka, Beth
malah berteriak histeris. Sementara sang ayah juga menampakkan perilaku yang
hampir sama dengan Beth. Lelaki tua tersebut tampak kurang bisa berkonsentrasi,
selalu ketakutan sehingga harus mempermainkan benda apa saja yang ada
didekatnya. Leean yang hampir frustasi dengan keadaan tersebut (belum lagi si
kecil Tommy yang semakin uring-uringan), bahkan hampir saja menyimpulkan
sesuatu yang sangat sulit diterima oleh akal sehatnya, “Benarkah Beth gila dan itu diturunkan oleh ayah yang juga gila?”
Disinilah rahasia demi
rahasia dalam kisah ini terkuak. Kita akan menemukan banyak jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang menggema sedari awal kita membuka buku ini.
Apa alasan sang ayah ketika meninggalkan mereka yang masih
sangat kecil?
Mengapa Beth tidak pernah mencoba untuk menemukan ayahnya?
Apa yang menyebabkan Leean tidak merasa dicintai oleh sang ibu?
Dan banyak pertanyaan
lainnya yang membuat kita tak ingin meninggalkan buku ini untuk sekejab saja.
Saya sendiri berhasil mengeksekusi The
song reader hanya dalam waktu 6 jam. Lisa Tucker bercerita dengan ringan.
Ada sedikit rasa bosan di awal cerita. Namun “rasa” tersebut mulai menghilang
setelah seperempat halaman selesai dibaca.
Saya sengaja menggantung
review buku yang saya tulis, tidak menyelesaikan ceritanya hingga akhir karena
saya ingin teman-teman berminat untuk membaca buku-buku tersebut. Bukankah
terkadang seseorang berniat karena adanya rasa penasaran? Bisa jadi hal
tersebut berlaku sama untuk kebiasaan membaca kita yang mulai memudar. Saya
berharap setelah mengunjungi laman ini, teman-teman akan mengunjungi
perpustakaan atau tokbuk dan mulai melahap satu demi satu dari mereka. Semoga.
Setiap buku yang saya baca
tidak pernah sekalipun membuat saya kecewa. Sejelek apapun buku tersebut
menurut “pembacaan” orang lain, tetap saja ada nilai positif yang bisa diambil
hikmahnya. Oleh karena itu saya selalu menyediakan halaman khusus untuk setiap
“the precious sentences” yang saya
temukan. Dan untuk The song reader,
nilai tersebut ada pada kalimat berikut:
Lelaki haruslah lebih menyenangkan dari sekedar memberi uang
bulanan dan bersenang-senang di malam minggu. Harus ada pertalian jiwa, ikatan
hati yang tak terpatahkan dan tak bisa disalahartikan sebagai harapan. Jika kau
menemukan hal itu, percayalah, kau akan mengetahuinya [page 39 of 414]
Tipikal lelaki, hanya bersikap manis jika mereka membutuhkanmu.
Tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar peduli padamu. Selalu siap sedia
untuk meninggalkanmu tanpa memberikan peringatan, bahkan tanpa mengatakan
selamat tinggal [page 70 of 414]
Untuk rekomendasi yang saya
tilik dari beberapa aspek (lima bintang ***** untuk kesempurnaan), saya beri
tiga bintang *** untuk The song reader.
Salam hangat dan selamat
membaca.