Pertama kali bertemu dalam seminar nasional beberapa minggu
lalu yang sempat saya kupas di laman ini, seperti yang sudah saya ceritakan
sebelumnya, saya menemukan seorang penulis muda berbakat yang rendah hati dan
yang lebih baik lagi, berdarah Minang asli. Sebuah kebanggaan tersendiri.
Dalam seminar itu pula, Boy dengan senang hati meluangkan
sedikit waktunya yang berharga untuk membaca naskah pertama saya yang yaaaa
sudah beberapa kali ditolak penerbit. Haha. Maklum saya masih amatir. Dan
menulis bagi saya adalah sebuah kegiatan favorit yang saya dalami secara
ortodidak.
Maka kami berjanji untuk bertemu.
Tepatnya 3 hari yang lalu.
Saya sengaja berkunjung ke Kota Padang hanya untuk bertemu
si pemilik #OrigamiHati. Berbekal niat yang kuat demi menimba ilmu menulis,
saya berangkat dari kota kecil yang sudah saya diami hampir 23 tahun ini.
Perjalanan kurang bersahabat karena hujan sudah mengintip sedari awal. Belum
lagi macet panjang karena ada ruas jalan yang sedang diperbaiki. Namun itu
semua tak mengurangi kegembiraan saya yang dalam waktu beberapa jam ke depan
akan bertatap muka langsung (sekali lagi) dengan Boy Candra. Karena saya pikir,
jarang-jarang lo ada penulis yang mau menyempatkan waktu bertemu face to face,
diantara kesibukannya menyelesaikan narasi berikutnya.
Saya sampai di Kota Padang jam 6 sore. Setelah selesai
melaksanakan shalat Maghrib, saya beranjak ke tempat yang sudah kami sepakati
sebelumnya. Tapi ada satu hal yang tidak saya perhatikan sedari awal. Apa itu? Pertama;
saya sudah mention Boy berkali-kali namun selalu saja pesan yang saya terima:
failed. Dan itu berarti Boy tidak akan tau saya sudah sampai di tempat tujuan. Kedua;
saya juga tidak punya kontak pribadi Boy. Padahal setelah provider yang saya
pakai sembuh kembali, saya tau ternyata Boy sudah mengirimkan nomor
handphone-nya via direct message ke akun saya. Alhasil saya mulai meneror Indi.
Meminta bantuannya untuk mencari tau kemana saya bisa menghubungi Boy dalam
waktu cepat. Kenapa? Karena ketiga; Handphone yang saya pakai
sudah kehabisan daya. Untung saja pertolongan Indi datang tepat waktu dan saya
bisa menghubungi Boy sebelum benda penghubung yang ada di tangan saya
benar-benar mati dan tak berfungsi lagi. Legaaaaa.
my favourite drink. teman seger selagi nunggu kedatangan Boy :) |
ini dia view tempat kami ketemu. |
Boy datang beberapa menit setelah panggilan yang saya lakukan.
Malam itu Boy menggunakan kaos hitam. Dengan tubuh yang tampak sangat lelah,
mata merah akibat begadang dan kurang tidur, saya acungkan jempol untuknya yang
menepati janji. Setidaknya saya merasa sangat dihargai.
Bahkan tanpa diminta pun, Boy dengan senang hati melipat kertas origami menjadi sebuah hati :) |
Walau baru bertemu dua kali, dengan waktu yang sangat
singkat di pertemuan pertama, cerita dari mulut kami mengalir begitu saja.
Selayaknya sahabat yang sudah lama tak bertemu, ada ratusan cerita yang
menggunung untuk dibagikan. Boy menceritakan tentang pengalaman menulisnya. Ia
juga berbagi tentang trik-trik menulis yang baik biar bisa tembus ke penerbit.
Dan ternyata #OrigamiHati adalah karya Boy yang kelima. Menakjubkan. Boy juga memilih
Padang sebagai setingan ceritanya karena ia ingin Padang lebih dikenal lagi oleh
pembaca. Sebuah pemikiran yang sangat baik menurut saya, mengingat banyak novel
yang lebih memilih kota-kota besar sebagai latar cerita. Untuk kegiatan
menulisnya yang lebih banyak dihabiskan malam hari (bahkan lebih sering sampai
mentari pagi bangun), Boy mengaku lebih senang ditemani musik-musik keras
layaknya Underground (yah..semoga kedepannya bisa ditemani seorang bidadari ya
Boy).
Jika kebanyakan penulis berpendapat bahwa menulis tanpa
membaca akan membuat tulisan kita kering, Boy berpendapat sebaliknya. Ia
berkata bahwa, “Lebih baik menulis banyak dengan sekikit membaca daripada
membaca banyak tapi jarang menulis”. Bener juga kan ya?
Memang sih beda penulis, beda gaya, beda pandangan, beda
kebutuhan, beda yang lain-lain. Bagi saya bukan masalah jika pada akhirnya
mereka mampu melahirkan sebuah karya yang melahirkan decak kagum banyak orang.
Boy juga bercerita banyak tentang buku terbit pertamanya.
Berikut fakta-fakta menarik yang membuat saya semakin tertarik dengan
#OrigamiHati:
- Boy tidak menggunakan outline dalam menulis #OrigamiHati.
- Boy menyelesaikan #OrigamiHati dalam waktu 37 hari.
- Jika menemukan beberapa ke-typo-an dalam buku ini, itu disebabkan oleh proses cetaknya yang terkesan sedikit terburu-buru. Kenapa? Karena editornya hanya punya sedikit waktu untuk kemudian pindah ke penerbit lain. Boy sendiri berharap kesalahan-kesalahan kecil itu akan bisa dihapus di cetakan #OrigamiHati berikutnya. Aamiin. (Semoga sampai cetakan ke sepuluh atau lebih ya Boy).
- Ada banyak kisah nyata yang terselip dalam buku fiksi ini. Apa saja? Ssstt..saya tak akan membaginya di laman ini. Kenapa? Karena itu berarti saya akan membongkar rahasia besar Boy Candra. Huahahahaha.
- Boy sepertinya sudah punya gambaran untuk melanjutkan versi kedua buku ini (maka saya yakin bidadari-bidadari #OrigamiHati sedang tersenyum senang saat membaca ini).
- Dan masih banyak lagi..Kalau masih ada yang penasaran, sila tanya langsung sama orangnya. Nanti laman saya di spam karena dianggap sedang menceritakan rahasia-rahasia hati si pemilik #OrigamiHati. Buahahaha.
Saya juga (akhirnya) curhat ke Boy. Dan speechless banget
karena Boy tertarik membukukan kisah sedih di hari Minggu yang saya miliki.
Yaaa..pernah memang punya mimpi untuk menceritakannya kembali pada dunia. Bukan
untuk menarik simpati, karena itu tak ada gunanya sama sekali. Saya hanya ingin
berbagi kisah, pengalaman, pelajaran pada banyak hati, utamanya perempuan.
Namun yang saya butuhkan sebetulnya adalah tangan orang lain untuk
menyampaikannya. Saya tak mau terbawa emosi yang hanya akan menempatkan saya
sebagai orang “terbaik” dalam cerita. Akan senang sekali jika kisah itu bisa
disulam oleh seorang penulis hebat seperti Boy. Duh. Kok jadi curhat gini ya?
Oke. Kembali ke keyboard.
Berhubung kalau sudah di Padang, saya harus nginap di
kos-nya Indi (yang punya jam malam), saya tak bisa berlama-lama walaupun
sesungguhnya masih banyak cerita yang harus dieja. Kami memutuskan untuk
pulang. Namun rencana berubah total ketika mengetahui bahwa perjalanan kami
mengarah pada lokasi yang sama. Berdekatan tepatnya. Dan karena masih terlalu
banyak cerita yang belum tersampaikan, kami memutuskan untuk berjalan kaki.
Kami mulai melangkah di bawah gerimis yang mulai datang. Walau tak terlalu
deras, rintiknya cukup membuat naskah saya yang ada di genggaman Boy basah. Naskah
itu kami amankan kembali di dalam tas yang saya bawa. Eits. Kami tidak sedang
berjalan di atas trotoar tapi rel kereta api. Haha. Dua orang aneh dalam hawa
dingin tapi dilingkupi pembicaraan penuh tawa, disisipi beberapa kisah pahit
masa lalu.
Pesan singkat dari Boy: "Tidur adalah mati jangka pendek". |
Malam itu saya seperti mendapat dorongan dan semangat lagi
untuk meraih mimpi besar saya menjadi seorang penulis. Terimakasih Boy. Dan
maaf jika narasi saya hari ini membuat beberapa bidadari cemburu.
1 komentar:
senangnya yang sudah pernah bertemu langsung dengan Boy Candra. :) Saya baru bisa konsultasi (cenderung curhat) lewat chat facebook dengan beliau. Buka http://www.monyetimpor.com/2014/10/boy-candra-dan-obrolan-dunia-maya.html
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)