Tak cukup 48 jam untuk
menyelesaikan 780 halaman milik Stieg Larsson yang tentu saja memikat. Saya
memang selalu beruntung karena dipertemukan dengan karya-karya hebat seperti
ini. Dan bagi saya, buku ini (termasuk dua sekuelnya) adalah buku langka. Kenapa?
Karena saya sudah menghabiskan begitu banyak waktu untuk mendapatkannya.
Hasilnya seringkali nihil, bahkan ketika saya langsung memesan ke penerbit
Qanita. Kemudian takdi mempertemukan saya dengan seorang penjual buku online.
Dari beliau lah saya berhasil menyatukan ketiga buku ini untuk saya lahap
sendiri. Saya tentu cukup maruk jika hanya menikmatinya seorang diri. Maka
disinilah saya, bersama (semoga) ratusan blurbs yang akan selalu saya bagikan
pada teman-teman semua.
Oke. Bagi yang belum pernah
baca kaca Larsson, saya akan beberkan beberapa fakta menarik tentang penulis
yang satu ini. Fakta yang sebenarnya bisa diketahui siapa saja karena saya
dapatkan dari “halaman penulis”. Stieg Larsson meninggal pada tahun 2004, hanya
beberapa saat setelah mengirimkan naskah The
Girl with The Dragon Tatto, dan dua sekuelnya, The Girl who Played With Fire dan The Girl who Kicked The Hornet’s Nest. Ketiga novel yang dikenal
sebagai Millenium Trilogy ini
langsung menjadi fenomena. Memukau pembaca di seluruh dunia, menyabet
penghargaan dan dua kali diadaptasi ke dalam film.
The Girl with The Dragon Tattoo adalah buku pertama yang
akan membuat kita tertantang untuk menyelesaikan buku kedua dan ketiga. Girl. Gadis. Maka ketika pertama kali
membuka halaman pertama buku ini, otak saya langsung mencari keberadaannya.
Pada awalnya saya berpikir, tokoh ini lah yang akan dibahas mendalam dalam
ratusan halaman yang ada. Namun prediksi saya salah. Dan jika saja boleh jujur,
ada banyak pertanyaan tentang gadis bertato naga yang tidak terjawab hingga
saya menyelesaikan buku ini. Mungkin di buku berikutnya? Kita lihat saja nanti.
Cerita diawali dengan
tampilan masalah seorang jurnalis investigarif sekaligus pemilik majalah
Millenium, Mikael Blomkvist. Blomkvist menggegerkan dunia bisnis ketika
menerbitkan sebuah artikel yang mengupas kebejatan seorang ahli keuangan dan
pengusaha besar bernama Hans-Eric Wennerström. Blomkivst menyadari kesalahan
terbesarnya. Ia ditipu oleh seseorang untuk mendapatkan bukti-bukti yang ia
kemukan dalam artikel tersebut. Dan tentu saja, ia harus rela dipenjarakan
karena telah mencemarkan nama baik pengusaha tersebut. Walaupun Blomkvist
sendiri yakin, ia tidak salah dalam menilai.
Kekalahannya di meja
persidangan, membuat Blomkvist berkeinginan untuk menenangkan dirinya dari
rutinitas. Pada saat itulah ia dikenalkan dengan seorang renta berumur 72
tahun, Hendrik Vanger, seorang pengusaha dan bekas pimpinan kelompok perusahaan
Vanger. Vanger adalah raja pada masanya, seorang tokoh kunci dalam industri Swedia.
Namun reorganisasi, krisis dan kompetisi akhirnya menghapus nama besar Vanger
dalam percaturan bisnis. Saat ini perusahaan tersebut dipimpin oleh Martin
Vanger, cucu lelaki dari kakak tertua Hendri, Richard Vanger. Dari perkenalan
pertama mereka, Blomkvist mendapat keterangan bahwasanya dulu, ketika ia masih
berumur 3 tahun, Blomkvist dan keluarganya pernah tinggal di kawasan tersebut.
Ayahnya bekerja pada Vanger.
Vanger membawanya ke Hedeby
untuk mengungkapkan kasus kematian adik perempuan Martin yang bernama Harriet
Vanger. Kasus yang sudah ditutup secara resmi puluhan tahun yang lalu. Kasus
yang meninggalkan luka mendalam pada Hendrik hingga ia dinilai telah terobsesi
dengan kejadian tersebut. Kasus yang tak pernah terpecahkan selama hampir 37
tahun. Kasus yang tidak meninggalkan bukti apa-apa, bahkan mayat sekalipun. Walaupun
sebagian besar orang beranggapan bahwa Harriet mati karena bunuh diri dan kemk
ungkinan mayatnya tenggelam, tidak menyurutkan niat Hendrik untuk membuktikan
bahwa pembunuh itu ada. Sejak Harriet meninggal pada tahun 1966, Hendrik di
setiap ulang tahunnya, selalu menerima bingkisan yang berisi figura dengan
sebuah bunga yang telah diawetkan didalamnya. Hadiah yang dulu selalu diberikan
oleh Harriet. Hendrik yakin si pembunuh masih berkeliaran disekitarnya,
memanfaatkan momen ulang tahun tersebut untuk menyiksanya secara mental selama
berpuluh-puluh tahun.
Kasus yang sebenarnya tidak
menarik sama sekali bagi Blomkvist. Namun ketika ia diberi harapan akan bukti
besar terkait kebiadaban Wennerström, Blomkvist menerima tantangan tersebut.
Untuk menyelesaikan
pekerjaannya, Blomkvist bersedia menempati sebuah rumah tamu yang terletak di
Hedeby. Ia membawa semua perlengkapannya ke tempat tersebut, menandatangani
kontrak untuk satu tahun pekerjaan dan sekaligus berjanji tidak akan membuka
mulut pada siapapun terkait keberadaannya di lingkungan Vanger. Merampungkan
buku tentang riwayat keluarga besar Vanger, adalah alasan yang ia gunakan
ketika ada orang yang bertanya tentang pekerjaannya di sana. Namun jauh sebelum
itu semua, Hendrik Vanger telah mempekerjakan seorang detektif ulung dari Milton
Security bernama Lisbeth Salander, untuk melacak dan mencari tahu
sedetail-detainya tentang sosok Blomkvist. Setelah yakin dengan laporan yang ia
terima, Vanger segera meminta Blomkvist untuk bertemu dengannya. Tentu saja
membawa kenangan masa kecilnya di tempat tersebut, memberi poin tambahan untuk
menaklukkan Blomkvist pada keinginannya.
Maka dimulailah penyelidikan
tersebut. Ratusan laporan, tak terhitung banyaknya foto, pengamatan mendalam
mulai menjadi bagian dalam keseharian Blomkvist. Ketika menemui jalan buntu dan
membutuhkan seorang asisten, Vanger mempertemukannya dengan Salander. Duo maut
yang pada akhirnya mampu menguak sebuah rahasia besar dalam keluarga Vanger.
Ketidaksenangan diantara sesama Vanger, misteri hilangnya Harriet, pertengkaran
keluarga yang seakan tiada akhir, memang menjadi alasan yang tepat bagi Hendri
Vanger untuk mempekerjakan Blomkvist.
Fakta yang akhirnya
ditemukan oleh Blomkvist dan Salander adalah:
1. Harriet Vanger tak pernah
dibunuh, bunuh diri, meninggal tepatnya. Ia sukses menjadi seorang pengusaha
peternakan biri-biri di Australia. Ia memang sengaja melarikan diri pada
September 1966 tanpa diketahui oleh keluarga besarnya yang pada saat itu tengah
mengadakan pertemuan keluarga di Hedeby.
2. Pelariannya hanya melibatkan
Anita Vanger, sepupu yang ia percaya dan sangat ia sayangi. Pada Anita lah
Harriet menceritakan segala hal. Sebuah cerita yang belum sempat ia sampaikan
kepada Hendrik di hari “kematiannya”.
3. Alasan terbesar Harriet
meninggalkan Hedeby adalah fakta bahwa ayah dan kakak kandungnya adalah
pembunuh berdarah dingin. Ayahnya, Gottfried Vanger, adalah pembunuh berantai
dari tahun 1949. Ia telah membunuh puluhan wanita, memperkosa mereka terlebih
dahulu. Kegilaan ayahnya tersebut diturunkan pada putranya, Martin Vanger.
Bahkan di akhir cerita, Martin mengaku kepada Blomkvist bahwa ia juga telah
menjadi santapan ayahnya selama bertahun-tahun. Pun begitu halnya dengan
Harriet.
4. Pada tahun 1965, setelah
berhasil memperkosa puterinya sendiri, Gottfried yang sedang mabuk berat,
dibunuh oleh putrinya dengan cara ditenggelamkan. Sayang, aksi tersebut dilihat
oleh Martin. Dan ia menjadikan hal tersebut untuk memaksa Harriet mengikuti
segala kemauannya.
5. Harriet merasa hidupnya
terancam. Ketika terjadi kecelakaan besar di sekitar tempat tinggalnya pada
tahun 1966 itu, ketika semua mata terfokus pada kecelakaan tersebut, ketika ia
tak memiliki pilihan lain selain melarikan diri, Harriet pun menghilang seperti
di telan bumi. Sejak saat itu, Martin melanjutkan tradisi pembunuhannya yang
sangat mengerikan di gudang bawah rumahnya. Gudang yang ia jadikan alasan untuk
menyimpan dokumen-dokumen pekerjaannya. Gudang yang sesungguhnya berfungsi
sebagai bilik kematian.
Selain kehidupan pribadi
Blomkvist dan masing-masing keluarga Vanger, buku ini juga mengupas kehidupan
si gadis bertato naga, Salander. Sayangnya di buku pertama ini, kisahnya belum
dijadikan kisah utama. Sehingga seperti yang saya bicarakan di bagian awal
tadi, ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentangnya.
Buku yang terdiri dari empat
bagian ini juga menampilkan empat fakta menarik yang dituliskan di halaman
depan masing-masing bagian. Ini dia:
1. Delapan belas persen perempuan
Swedia pernah mendapat ancaman dari seorang pris setidaknya satu kali.
2. Empat puluh enam persen
perempuan di Swedia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki.
3. Tiga belas persen perempuan
di Swedia pernah menjadi korban kekerasan seksual yang semakin lama semakin
buruk di luar hubungan intim mereka.
4. Sembilan puluh dua persen
perempuan di Swedia yang pernah mengalami kekerasan seksual tidak melaporkan
insiden kekerasan terakhir pada polisi.
Fakta yang sangat
mencengangkan! Miris. Sebagai perempuan, saya sedih sekali setiap kali
membacanya.
ini Stieg Larsson yang fenomenal itu. |
Untuk kesempurnaan, saya
beri lima bintang pada buku ini. Plok plok plok. Tunggu resensi dua buku
berikutnya ya teman-teman..
Salam!
2 komentar:
point nomor 4 sepertinya ga cuma di swedia aja, mba. mungkin di indo juga, apalagi jika korbannya termasuk orang yang susah bergaul di lingkungannya, jd cenderung pendiam. mungkin dipikirnya lebih baik diem aja.
iya saii..seringkali perempuan memang menjadi korban. Dan masih sedikit perempuan yang mampu serta berani untuk mempertahankan hak nya :')
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)