Buku kriminal ini menjadi
buku ketiga yang saya baca di tahun 2014, tepat sehari setelah saya menamatkan
The Cuckoo’s Calling-nya Robert Galbraith. Kebetulan buku ini pun saya beli
bersamaan dengan buku kriminal fenomenal milik J.K Rowling tersebut.
Satu pemahaman yang mampir
dalam benak saya ketika membaca The Confession adalah, bahwasanya tak semua
yang kita tangkap dengan indera merupakan sebuah kebenaran yang hakiki.
Adakalanya dalam menilai sesuatu, insting menjadi satu pertimbangan yang tak
bisa disepelekan begitu saja. Bagaimana jadinya bila akal bertahan tanpa rasa?
Yang ada hanyalah kehampaan. Kekosongan. Kebodohan pada akhirnya.
Membaca The Confession
setelah mengeksekusi The Cuckoo’s Calling pada awalnya membuat saya merasa
dihadapkan pada balutan dua kejadian kriminal yang formatnya berbeda sama
sekali. Jika Robert Galbraith membuat kita bertanya-tanya dari awal hingga
akhir; menjatuhkan tuduhan pada begitu banyak
tokoh; mencurigai sekian banyak alur, John Grisham malah mempertemukan
kita dengan sang pembunuh dari halaman awal buku ini.
Grisham mengawali cerita
dengan kedatangan seorang lelaki ke sebuah gereja St. Mark. Lelaki bernama
Travis Boyette ini membawa dua pengakuan hebat pada sang pendeta, Keith
Schroeder. Ia sedang sekarat karena tumor otak yang dideritanya dan yang paling
mencengangkan adalah tindakan mengerikan yang ia lakukan Sembilan tahun
sebelumnya, membunuh seorang gadis pemandu sorak bernama Nicole Yarber.
Sayangnya, kepolisian
setempat, pengadilan dan pihak terkait lainnya tengah menyiapkan hukuman mati
untuk si tertuduh yang tak bersalah, Donte Drumm. Pemuda berkulit hitam yang
dinilai cukup baik di lingkungannya. Penangkapan Donte Sembilan tahun yang lalu
dinilai tak berdasar karena:
tak ada bukti fisik,
tak ada mayat (karena
menurut pengakuan terpaksa Donte, ia telah membuang mayat gadis tersebut di
sungai merah, didukung fakta penemuan membercard Nicole di sepanjang aliran
sungai selama penyisiran),
hanya pengakuan ampuh
(pengakuan dari bibir Donte yang keluar ketika ia telah benar-benar lelah
menghadapi interogasi selama belasan jam, tanpa istirahat, dengan banyak
ancaman, kata-kata kasar dan tekanan mental yang akan membuat siapa saja
mengambil keputusan yang sama dengannya),
seekor anjing pelacak
(bernama Yogi yang disinyalir mengendus dengan penuh keyakinan bahwa aroma
Nicole ditemukan dalam mobil van hijau milik keluarga Donte),
saksi mata yang berdusta
bernama Joey Gamble (lelaki yang menaruh hati pada Nicole sekaligus membenci
Donte, sang pangeran lapangan futbol. Pada awal kesaksiannya pada polisi,
Gamble sama sekali tidak menyangka bahwa idenya yang penuh dusta membawa
temannya sendiri pada sebuah kematian).
Boyette meminta bantuan
Keith untuk memberitahu seluruh dunia bahwa telah terjadi salah penangkapan
dalam kasus kematian Nicole. Sementara si pendeta merasa sangat kebingungan
karena dihadapkan pada permasalahan hukum yang sama sekali tak ia pahami.
Berkat kegigihannya (dan dibantu oleh istrinya, Dana), Keith berhasil menemukan
seorang pengacara pembela yang selama 9 tahun itu telah membantu Donte untuk
bebas dari kesalahan yang tak pernah dilakukannya. Pengacara kawakan bernama
Robbie Flak.
Walau pada awalnya Mr. Flak
tidak mempercayai pengakuan Boyette, kesungguhan Keith untuk datang langsung ke
Slone yang berjarak 650 km dari Kansas, akhirnya meluluhkan hati Robbie dan
memberi kesempatan bagi Boyette untuk memperbaiki kesalahannya.
Usaha keras yang mereka
bersama lakukan; dengan membuat rekaman pengakuan langsung oleh Boyette; afidavit
(penarikan kesaksian palsu) dari Joey Gamble; tergesa-gesa menyerahkan
perjuangan terakhir mereka ke pengadilan; surel darurat ke kantor gubernur,
pada akhirnya keputusan tetap bulat dan tak bisa lagi diganggu gugat,
permohonan penundaan dan penghentian eksekusi ditolak.
Dan ketika menit demi menit
berlalu, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain pasrah dan ikhlas. Pun
demikian halnya dengan Donte dan keluarganya. Ditengah rasa sedih dan kecewa
luar biasa, Donte telah menyiapkan dirinya sendiri untuk menghadang kematian.
Dan pesan terakhir Donte sebelum cairan mematikan itu menembus pembuluh
darahnya, membuat saya yang sedang membaca kisah ini seakan sedang bergabung
dengan mereka semua di bilik kematian itu, menatap pada tubuh kurus Donte yang
dipajang ditengah ruangan, diatas brankas yang ditutupi seprai putih, dengan
lima sabuk yang melingkari tubuhnya.
Begini bunyi pesannya:
“Aku mencintai ibuku dan ayahku, dan aku sedih sekali ayahku
meninggal sebelum aku sempat mengucapkan selamat berpisah. Negara Bagian Texas
tidak mengizinkan aku menghadiri pemakamannya. Kepada Cendric, Marvin dan
Andrea, aku mencintai kalian semua dan kita akan berjumpa kembali suatu hari
nanti. Maafkan aku karena telah melibatkan kalian dalam semua ini, tapi ini
bukan salahku. Kepada Robbie, aku sayang kau, Bung. Kau yang terhebat. Kepada
keluarga Nicole Yarber. Dia gadis yang manis, dan kuharap suatu hari mereka
menemukan orang yang membunuhnya. Dengan demikian kurasa kalian semua harus
berada di sini dan menyaksikannya sekali lagi. Aku tidak bersalah! Aku sudah
dihukum selama sembilan tahun oleh Negara Bagian Texas untuk sebuah kejahatan
yang tidak kulakukan! Aku tak pernah menyentuh Nicole Yarber dan aku tak tahu
siapa yang membunuhnya. Kepada Detektif Drew Kerber, Paul Koffee, Hakim Grale,
semua anggota dewan juri yang rasis, semua tikus buta di mahkamah-mahkamah
banding, dan kepada Gubernur Newton, hari penghakiman kalian akan tiba. Pada
saat mereka menemukan pembunuh yang sebenarnya, aku akan hadir di sana untuk
menghantui kalian.”
Sebuah pesan akhir yang
cukup membuat bulu kuduk merinding bukan?
Dan benar saja. Hanya selang
beberapa jam saja setelah kematian memilukan Donte, mereka semua mengetahui
dengan pasti bahwasanya orang yang mereka eksekusi adalah seorang pemuda baik
yang sama sekali tak bersalah. Fakta yang terlambat hadir di permukaan. Namun
sesuai dengan janjinya, Robbie Flak sekali lagi berjuang untuk Donte, kali ini
demi membersihkan nama baiknya, memberitahu semua orang bahwasanya Donte tak
punya sumbangsih sama sekali terhadap kematian Nicole Yarber.
Sebuah akhir yang
yaaaa..membuat kita si pembaca nyesek banget. Dan begitulah cara John Grisham
menaklukkan pembacanya. Ssstt…salah satu alasan saya langsung menarik buku ini
dari rak toko tanpa membaca reviewnya terlebih dahulu, tentu saja karena nama
besar Grisham.
Ah. Selamat membaca deh buat
kamu yang penasaran dengan buku ini. Yang pasti sedikit banyak, ilmu kita akan
hukum dan peradilan menjadi bertambah. Bagaimana pandangan masyarakat di luar
negeri sana akan ras, bagaimana seorang tokoh agama berperan besar dalam
masalah politik dan sosial, dan sebagainya, dan sebagainya.
Baca deh. Dan nggak ada satu
buku pun yang merugikan pembacanya.
Salam!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)