Oke. Apa yang terlintas pertama kali
ketika membaca atau mendengar kata-kata ini?
Bosan.
Atau mengantuk?
Bisa dibayangkan kelas berukuran 6 x 13
meter yang tertutup rapat, deretan kursi cukup empuk untuk diduduki dan semilir
hembus angin penyebar kantuk yang disampaikan oleh penyejuk ruangan.
Sama. Hal seperti itu pula lah yang
pertama kali melintas ketika mendapati sebuah surat tugas di meja kerja saya
beberapa hari yang lalu. Sebuah kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab yang
harus diemban sebagai seorang abdi negara untuk mengikuti sederetan kegiatan
dalam pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang diadakan selama hampir dua
bulan.
Namun nethink itu akhirnya terhapus
setelah benar-benar berada di tempat ini. Mendapati teman-teman baru (walau
sebagian besar dari mereka sudah seumuran dengan mama dan papa), pengalaman
baru dan yang pasti tentunya pengetahuan baru dari bapak ibu widyaiswara yang
sudah berkecimpung puluhan tahun dalam kegiatan-kegiatan seperti ini. Sungguh
kesempatan langka yang saya yakin bila kemaren saya tolak, tak akan pernah lagi
saya dapatkan.
Ada banyak cerita lucu yang saya temui
di awal pendidikan ini. 3 hari pertama sebelum menerima materi di dalam ruangan
kelas, kami disuguhkan pada sebuah kegiatan outbond yang mengundang
ketertarikan cukup tinggi karena selain diadakan di luar ruangan (yang tentunya
sedikit banyak akan menekan tingkat kebosanan), kegiatan ini lebih seperti
acara bersenang-senang walaupun di dalam pelaksanaannya sendiri kami masih
dihadapkan pada poin-poin penting terkait kepemimpinan.
Tak pernah sebelumnya terbayangkan akan
bekerja sama dengan bapak-bapak dan ibu-ibu untuk mengisi sebuah botol air
mineral dengan cara ekstrem seperti yang kemaren kami lakukan bersama. Botol
tersebut ditempatkan di sebuah ketinggian, sementara sungai beraliran cukup
deras tengah berlarian dibawahnya. Bapak widyaiswara hari itu memerintahkan
kami untuk mengisi botol dengan air sungai yang dipisahkan jarak cukup jauh.
Dan yang lebih parahnya, botol tersebut harus diisi tanpa menggunakan media
bantuan. Hanya diperbolehkan memanfaatkan apa yang ada pada diri kami
masing-masing. Pada awalnya kami berkonsentrasi dengan menadahkan tangan
masing-masing, tapi setelah dirasa hal tersebut tidak banyak membantu,
bapak-bapak pun berinisiatif untuk melepaskan baju kaosnya dan mulailah kami
membentuk sebuah jembatan penghubung antara sungai dan botol tadi. Kerjasama
dan kesabaran lah yang akhirnya membaawa kami pada juara kedua. Haha. Bila
diingat lagi, saya akan tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak? Bapak ibu yang
umurnya sudah mencapai setengah abad, berlaku seperti anak kecil saat melebur
bersama alam.
Semoga diklat ini akan berakhir dengan
baik. Yaaa.. walaupun rasa kantuk ditengah pelajaran tak gampang untuk diusir
begitu saja, setidaknya saya dan teman-teman semua sedang berusaha untuk
merebut sebuah pencapaian terbaik dalam menapak jenjang karir kami kedepannya.
Oiya,
setelah menghabiskan 13 hari di tempat karantina ini, saya baru bisa memanfaatkan
internet dan membagikan cerita ini pada anda semua. Nanti jika tak disibukkan
oleh kegiatan-kegiatan selama pendidikan, saya akan selalu mencoba untuk
menyambungkan lagi kata demi kata agar banyak cerita yang membahana. See You :)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)