Selasa 19 Agustus 2014, Padang
Sidempuan - Sumatera Utara
Kisah cinta kami tak seperti orang
kebanyakan yang bermanis-manis ria sedari awal. Cinta ini tak kami renda dari
jauh-jauh hari karena mencintainya pun saya lakukan setelah saya diminta untuk
menjadi istrinya. Dia adalah sahabat dekat yang padanya saya ceritakan segala
macam prahara hidup. Dia adalah seorang atasan yang padanya saya sampaikan
semua bentuk permasalahan kantor. Dia adalah teman hidup saya saat ini. Dia,
Agung Hazani.
Banyak yang bertanya mengapa saya
bisa menikah dengan sahabat saya sendiri, mengapa saya bisa begitu yakin
dengannya, menilik kami lebih sering bertengkar dan beradu argumen daripada
adem ayem selama ini. Berbaikan saja mungkin sudah menjadi poin tertinggi yang
kami punya. Mencintai satu sama lain? Hahaha. Sampai saat ini pun saya masih
sering dibuat tertawa karenanya. Allah memang selalu memberikan apa yang kita
butuhkan, bukan yang kita inginkan. Dan sekarang saya bersyukur mendapatkannya.
Dia sosok yang saya cari dari dulu, yang saya butuhkan, yang saya inginkan.
Keberadaannya yang begitu dekat membuat saya tak pernah sadar bahwa dia lah
orangnya, dia lah jodoh yang disimpan Allah untuk saya.
Sebagai seorang sahabat, saya
mengerti betul tabiat dan tingkah laku nya. Begitu mengetahui bahwasanya atasan
saya dikantor adalah dia, saya sempat dibuat panik. Ah. Bagaimana mungkin saya
bisa berkolaborasi baik dengannya, sementara dalam keseharian, kami selalu saja
tak pernah akur. Maka jadilah hari-hari saya seperti neraka. Kritik, saran dan
adu pendapat tak pernah habis setiap harinya. Mungkin saja bertambahnya
kedekatan kami sebagai rekan kerja membuat saya semakin mengenal
kepribadiannya. Dan waktu pun menjawab. Perlahan tapi pasti, kami bisa
menyeimbangkan antara persahabatan kami dan profesionalitas kami sebagai abdi negara.
Tak cukup sampai disana saja.
Setelah kurang lebih 1 tahun mengemban jabatan, dia melamar saya untuk
dijadikannya teman hidup. Sahabat seumur hidup. Sahabat sejati. Saya? Tentu
saja saya bingung, geli dan tak menyangka sama sekali. Bagi saya saat itu, pengakuannya
bagai candaan kami sehari-hari. Saya tak percaya hingga dia langsung
menyampaikan niat baiknya pada mama dan papa. Melihat kesungguhan dan
ketulusannya, saya menyambut baik rencana besarnya tersebut. Saya bersedia
menikah dengan sahabat, rekan kerja, teman seangkatan ketika menimba ilmu di
kampus IPDN, teman seangkatan ketika merenda ilmu di pascasarjana, musuh
bebuyutan yang sering membuat saya marah besar, lelaki pertama yang berani
untuk bicara langsung dengan papa. Saya menikah dengannya tanpa cinta yang
membara seperti orang lain, saya menikah karena saya percaya dan yakin padanya.
Dan sekarang saya bisa pastikan, saya punya stok cinta yang tak akan pernah
habis untuknya.
bener-bener sahabat yang jadi cinta :) |
Dengan dukungan dari kedua orang
tua, keluarga, sahabat, rekan kerja dan teman-teman yang lain, pernikahan kami
Alhamdulillah terlaksana dengan baik dan lancar pada Jumat tanggal 8 Agustus
2014 yang lalu. Ketika mencium tangannya untuk yang pertama kali setelah ijab kabul
dibacakan, saya berdoa kepada Allah, mengirimkan ucapan syukur karena telah
mempertemukan saya dengan seorang lelaki yang sama sekali tak sempurna tapi
selalu mencoba menyempurnakan hidup saya. Dan mungkin saja pernikahan kami
adalah pernikahan lurah dan sekretarisnya yang pertama di Indonesia. Hahahaha. Kami
memang sama sekali tak punya waktu untuk berpacaran. Dan sekarang saya beberkan
pada teman-teman semua, bahwa pacaran setelah menikah itu jauh lebih
membahagiakan. Jauh lebih menyenangkan.
Saat ini kami tengah berada di
Padang Sidempuan - Sumatera Utara. Ini
perjalanan pertama saya mengelilingi bumi sumatera. Hanya berdua dengan suami,
hanya dengan satu unit Volkswagen kami. Ini perjalanan bulan madu yang sangat
dia inginkan. Dari dulu. Bahkan sebelum dia sendiri tahu, siapa yang akan jadi
istrinya nanti. Dan sebagai istri yang baik, saya harus mengikuti kemauannya.
Kebetulan saya sendiri juga senang sekali jalan-jalan. Namun jujur, tak pernah
terbayangkan kalau saya akan mengelilingi pulau sumatera ini melalui darat.
Hahaha.
Tujuan utama mas suami adalah Pulau
Weh – Sabang. Dia ingin sampai di tugu 0 kilometer. Filosofi untuk kami sebagai
pengantin baru. Bahwa hidup ini akan kami mulai lagi dari nol. Hidup yang baru
dengan segala likunya yang tentu saja tak pernah dilalui orang lain dengan
gampang.
Di laman ini saya akan ceritakan
kisah perjalanan kami yang mengharubiru. Siapa tahu setelah ini, kamu sendiri
berminat untuk mengikuti jejak kami. Why not? Hahaha. Udahan dulu ya manteman,
saya sudah harus bangunkan mas suami sesuai orderannya semalam. Karena kami
berencana melanjutkan perjalanan pada pukul 10 pagi ini dengan rute berikutnya,
Danau Toba. Tunggu kelanjutan kisah ini secepatnya. See you. Bye.
1 komentar:
ciee catatan hati seorang bawahan #eh seorang istri, hihi... semoga berkah ya ^^
salam
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)