Buku keenam dan karya anak Indonesia pertama yang saya baca dalam tahun
ini, Tea for Two. Walaupun judulnya pake bahasa inggris gitu, ini asli ditulis
oleh penulis dalam negeri tercinta, namanya Clara NG.
Sekilas tentang penulis. Clara NG merupakan salah satu penulis yang
mendedikasikan karyanya pada tema perempuan, keluarga dan cinta. Lulusan Ohio
State University jurusan Interpersonal Communication ini pernah memenangkan
Adikarya IKAPI selama tiga tahun berturut-turut, 2006-2008.
Jujur, kesan pertama yang saya dapatkan ketika bertemu buku ini sama
sekali tidak menggoda. Saya bosan. Pengantarnya bagus. Namun dialog-dialog
antar tokoh dalam halaman berikutnya, sumpah garing banget. (Kadang saya merasa
gimanaaaa gitu kalaunya sedang menilai buku orang lain, sementara diri sendiri
belum punya satu pun. hiks. oke kembali ke laptop).
Namun, perlahan tapi pasti, saya mulai tertarik. Dan tentu saja, tak
berhenti hingga tuntas. Saya sengaja menandai beberapa kalimat (kebiasaan saya
setiap kali membaca), yang saya anggap penting dan punya nilai tersendiri.
Tea for two menceritakan tentang kehidupan seorang wanita sukses bernama
Sassy yang memiliki sebuah perusahaan unik, perusahaan makcomblang, perusahaan
yang ia namakan dengan Tea for two? Mengapa harus two “dua”? Mengapa tidak
three or four? Mungkin karena perusahaan ini berusaha menyatukan dua insan yang
sebelumnya tidak saling mengenal satu sama lain, hingga tak sedikit diantara
mereka yang memutuskan untuk menikah. Diawali dengan secangkir teh, diakhiri
dengan penyatuan dua hati dalam biduk pernikahan.
Sassy selalu menyampaikan energi positif pada seluruh kliennya,
menancapkan mimpi indah Cinderella pada mereka yang merasa kalah sebelum
berperang terkait masalah percintaan. Sebuah harga yang sayangnya tak Sassy temukan
dalam pernikahannya sendiri. Setelah jatuh takluk pada seorang lelaki mapan,
tampan dan penuh kharisma, Sassy mulai meninggalkan ke”aku”an dirinya, berubah
menjadi sosok yang diinginkan kekasihnya. Ia yang dengan nama cinta, akhirnya
harus rela hidup bersama dengan lelaki dengan ego setinggi puncak Himalaya.
Lelaki temperamental yang menurut saya agak sedikit gila, karena perasaannya
berubah cepat tanpa rambu-rambu yang jelas.
Sassy yang awalnya menumpangkan segala mimpi dan kepercayaannya pada
Alan, si lelaki tersebut, akhirnya memutuskan untuk bercerai. Bukan karena ia
tak lagi mencintai Alan, bukan juga karena Alan tak mencintainya, tapi lebih
pada keinginannya untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan tanpa
harus tersakiti lagi.
Buku ini mengajarkan banyak hal, tentu saja. Terlebih pada kita-kita
yang belum pernah mencoba biduk pernikahan. Namun ada satu kalimat penutup di
buku ini yang membuat saya menyesal, “mengapa saya tak membaca kalimat
peringatan ini sebelum melahap buku Clara?”. Begini kalimatnya:
It could happen to you. It could happen to anybody.
Ini lah kisah yang menelanjangi sisi buruk pernikahan. Para lajang, gemetarlah,
karena lelaki yang kau pikir Mr. Right bisa berubah menjadi Mr. Totally Wrong.
Hahaha. Saya hanya bisa tertawa karena saya anggap saya telah terlalu
terlambat untuk membaca peringatan tersebut, yang entah kenapa memang
dihadirkan di bagian akhir.
And this is the precious sentence from “Tea for Two”:
Memang sangat mudah
meletakkan kesalahan di bahu perempuan. Sangat otomatis menjadikan perempuan
sebagai kambing hitam, seotomatis mencari toilet sambil berlari
sekencang-kencangnya ketika terserang diare [page 18 of 312] - Lelaki dilahirkan dengan sebuah ego yang jika tak mampu
dikendalikannya, maka akan seringkali berakibat fatal. Dan perempuan dengan
sisi lemah yang juga ia bawa sedari lahir, menempatkannya sebagai lahan empuk
yang bisa dijadikan sebagai pelampiasan ego tersebut. Menyedihkan memang. Namun
fakta bicara keras di sekitar kita. Bukalah mata dan tonton sendiri.
Terkadang aku ingin
mengintip takdirku agar hidupku lebih terencana. Tapi aku baru sadar, Tuhan
menyimpan takdir untuk kejutan [page 96 0f 312].
Jodoh memang misterius.
Beberapa orang butuh bantuan untuk dicarikan jodoh. Seperti cinta, mungkin
jodoh juga mempunyai tanggal kadaluwarsa. Itulah yang menyebabkan jodoh harus
berganti atau didaur ulang [page 309 of 312].
Untuk sebuah pelajaran yang mungkin tak saya temukan di banyak buku
tentang pernikahan, terimakasih Clara.
Judul
|
:
|
Tea
for Two
|
Penulis
|
:
|
Clara
NG
|
Halaman
|
:
|
312
|
Penerbit
|
:
|
Gramedia,
Agustus 2009
|
Salam!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari. Kritikan pedas pun tetap saya terima sebagai ajang pembelajaran kedepannya. Terimakasih :)