Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00 0 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah

Rabu, September 17

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 5

Diposting oleh Orestilla di 09.50.00 3 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Sabtu/ 23 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang.

Sudah jam 10:28 pagi menuju siang. Tapi saya dan mas suami belum kemana-mana hari ini. Saya sedang duduk santai di depan bungalow, ketak ketik narasi ditemani lepi dan hembusan angin laut. Dari tempat saya duduk sekarang, terlihat jelas Pulau Rubiah di depan sana. Indah. Nanti siang, saya dan mas suami berencana untuk menyambangi tempat tersebut.

Pagi tadi kami dibuatkan sarapan oleh ibunya Restu. Mungkin karena semalam tepar dan mabuk karena masuk angin, saya bisa makan banyak pagi ini. Karena jujur beberapa hari ini nafsu makan saya berkurang drastis. Mungkin karena harus berpisah dengan yang namanya bareh solok (beras Solok). Hahahaha. Perut saya masih belum cocok dengan beras daerah lain. Masih kurang gregetnya.

Mas suami masih belum selesai mandi dan beres-beres. Sebelum ke pulau, saya mau main-main dulu di pantai. Trus nyari baju pantai buat mas suami juga. Kasian. Bajunya belum ada yang selesai dicuci. Dan sisa yang ada malah kemeja lengan panjang. Hahahaha. Dia terpaksa bertahan dengan satu-satunya kaos kutang yang tersisa. Udahan dulu ya. Kaka lala mau shopping bajunya Mas Agung dulu.

Lihat lautnyaaaaaaaa..kinclong kan ya?

Kalau ada yang mau ke Sabang, cari aja Iboih kemudian temukan Teupin Layeu. Menginap lah di sana satu atau dua hari. Nikmati surga dunia yang dihadiahkan Allah untuk kita.

Ini diambil dari dermaga kecil, tempat kapal dan perahu ditambatkan. Masih pagi ketika kami mengabadikan momen ini. Kalau sudah siang menjelang sore, di sini biasanya penuh dan rame.

Fokuskan penglihatan kamu ke bungalow yang ada di belakang kiri kaka lala. Jika menginap di sana, kamu akan dapat melihat Pulau Rubiah langsung dari tempat tidurmu :)

Agak bimbang ke Pulau Rubiah untuk snorkling hari ini. Cuaca tampak mendung di ujung sana. Tapi karena besok harus bergerak meninggalkan Sabang, hanya hari ini yang tersisa untuk menikmati keindahan bawah lautnya yang terkenal itu. Maka jadilah saya dan mas suami diantarkan oleh Bang Yoyok menuju Pulau Rubiah. Pulau ini berjarak sangat dekat dengan daratan tempat kami menginap. Keberadaannya dapat dinikmati dari pinggir pantai dengan mata telanjang. Jarak tempuh menuju pulau ini pun tak sampai 10 menit. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk menuju kesana dengan menggunakan boat adalah 200 ribu rupiah. Setelah snorkling nanti kita akan diajak mengelilingi pulau dengan perahu. Menyenangkan pastinya.

Ini dia makam Ummi Rubiah yang pastinya terletak di Pulau Rubiah

Setibanya di Pulau Rubiah, mas suami langsung mengajak saya menyelam. Waaahhh..lautnya sangat bersih. Ikannya banyak dan jinak. Di beberapa tempat saya temukan terumbu karang buatan. Bahkan ada bangkai sepeda motor dan mobil yang memang sengaja diletakkan di dalam laut sebagai terumbu karang buatan. Pengunjung hari ini lumayan banyak. Hujan mulai turun namun tak menyurutkan langkah orang-orang untuk tetap menikmati keindahan laut Pulau Weh.


Jangan sampai tak mendatangi ini ketika snorkling di Iboih


Setelah berpuas hati melihat ikan-ikan yang berkejaran kesana kemari, kami menepi menuju pondok-pondok yang memang disediakan untuk rehat bagi pengunjung. Saya langsung memesan teh panas, begitu pun mas suami, kopi panas khas Aceh menjadi pilihannya. Kami berdua kemudian memesan sate gurita. Rasanya enak, agak kenyal. Sementara kuahnya dibalur dengan kacang. So delicious. Harga per porsinya hanya 20 ribu rupiah. Yang berencana liburan ke Pulau Weh Sabang, khususnya ke daerah Iboih, wajib mencicipi kuliner ini.

Pondokan kuliner di Pulau Rubiah. Ada banyak pilihan untuk kamu. Harganya tak usah ragu. Iboih tak menawarkan makanan dengan harga yang mahal kok. Masih cukup untuk kita yang berdompet tipis. Hehehehe.

Nyam..nyam..sate guritanya suedap tenaaaann.

Bang Yoyok datang menjemput setelah dihubungi via telepon oleh mas suami. Saatnya berkeliling. Kebetulan ombak agak sedikit besar. Jujur sebenarnya saya takut. Sisi kiri saya adalah lautan luas tanpa tepi. Sementara sisi kanan terhampar tebing-tebing Pulau Rubiah yang tak berpenghuni. Menakjubkan memang, tapi belum mampu mengusir ketakutan saya. Maklum, saya tak bisa berenang. Bisa dibayangkan bagaimana jika tiba-tiba saja perahu yang kami tumpangi ini terbalik kemudian tenggelam. Aaaaaaaa..

Sejujurnya, ini saya sedang takut setengah mati. Takut tenggelam. Nggak bisa berenang. Hahahaha.

Boat nya Bang Yoyok yang menjadi armada kami mengelilingi Pulau Rubiah. 

Teupin Layeu dari kejauhan.

Mas suami yang mungkin saja tahu akan ketakutan saya akan laut, segera mengalihkan perhatian saya pada jernihnya air yang ada di bawah kami. Subhanallah..bahkan dari atas perahu pun saya bisa melihat dasar laut. Airnya biru terang dan bersih. Terlihat ikan berseliweran. Rasa cemas saya terbayarkan oleh keindahan yang mungkin tak saya dapati di tempat saya sendiri.
Sepulangnya dari pulau, kami bertemu lagi dengan Adi dan istrinya, Ade. Adi juga mengajak anak semata wayangnya yang masih berumur 9 bulan, Zaiyan. Kami ngobrol enak di beranda bungalow sembari melihat Zaiyan yang sepertinya tak bisa diam. Wajah kecilnya memberitahu kami semua bahwa ia tengah bahagia.
Malam ini ibunya Restu memasak ikan bakar untuk kami. Rasanya seperti biasa, sedap dan nikmat. Tak ada tempat yang akan kami sambangi malam ini. Waktunya beristirahat dan menyiapkan tenaga untuk perjalanan jauh berikutnya. Ah. Semoga nanti akan ada waktu dan rejeki lagi untuk kembali ke tempat ini. Karena ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan kembali. Rabb..terimakasih untuk hari ini.
Sampai jumpa di cerita cinta kami berikutnya. Bye.

Ini galeri foto kami yang acakadul:



Pertama kalinya cium suami di dalam laut. Hihihi. I lop you :)


Ada ikan dimana-manaaaaa




Walau gerimis menghadang, snorkling tetap dilanjutkan

Senin, September 15

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 4

Diposting oleh Orestilla di 08.24.00 1 komentar


Jumat/ 22 Agustus 2014, Sabang - Aceh

Selamat pagi Sabang.
Peluk dan cium dari kaka lala yang masih nongkrong cantik di tempat tidur. Sedianya kami berencana melihat keindahan sunrise dari tempat ini, tapi planning gagal total. Sarapan pun terpaksa kami lakukan di kamar tidur.
Hari ini saya dan mas suami berencana untuk mengungsi dari Anoi Itam ke Iboih yang terkenal dengan lautannya yang keren untuk dijadikan sebagai tempat snorkling dan diving. Tugu 0 kilometer juga akan kami sambangi hari ini. Namun view Anoi Itam yang tak kalah bagusnya, tentu saja tak akan kami lewatkan begitu saja.
01:15 siang waktu setempat. Saya sedang menimati sejuknya angin sepoi-sepoi dibawah sebuah pohon besar nan hijau, kesejukan tiada tara di siang yang panas dan gerah ini. Me time ini judulnya. Saya menikmati sekali bercerita dan berketak ketik ria ditemani angin sepoi-sepoi berbau laut. Kalau ditanya kapan waktu yang paling menyenangkan untuk menulis saat ini, setelah saya memiliki seorang suami, jawabannya adalah ketika mas suami sedang tidur. Itu berarti saya bisa bereksplorasi tanpa diganggu oleh kelakuannya yang amat sangat usil. Hehehe. Dan sekarang saya menemukan waktu lain yang juga berharga, yaitu ketika beliau sedang menunaikan shalat jumat. Sementara saya disuruh menunggu di mobil. Maka tak ada hal lain yang akan saya lakukan kecuali menulis.

Pantai Iboih. Yang liat lautnya, saya jamin bakalan langsung ngiler bin ngeces. Subhanallah indahnya tiada terkiraaaa..

Hati-hati ketika mendatangi tempat ini, karena akan ada saja alasannya untuk kembali lagi ke sini. Bikin kangen. Bikin betah. Bikin ketagihan. Dijamin!

Kami sedang dalam perjalanan berikutnya menuju Iboih. Semoga nanti saya dan mas suami menemukan cottage atau resort yang keren seperti sebelumnya. Mas suami berencana diving dan snorkling nanti disana. Sementara saya sendiri masih bimbang, meragu. Bukan karena tak ingin menikmati keindahan laut Sabang, bukan sama sekali. Tapi karena saya belum juga bisa berenang. Hahahaha. Tempat yang akan kami tuju pertama kali adalah Iboih Inn. Menurut keterangan teman-teman yang pernah singgah ke pulau ini, atau melalui website yang pernah saya baca, Iboih Inn punya segalanya untuk menikmati keindahan alam Sabang. Nah. Ayo kita buktikan nanti.
Ternyata mencari penginapan yang nyaman dan tepat di Iboih bukanlah perkara gampang. Iboih Inn yang keren itu terletak di Pulau Rubiah tanpa fasilitas listrik. Dan tanpa listrik, berarti tanpa handphone. Aaaaaaa..saya galau akut. Untungnya saya punya suami yang pengertian. Mas suami akhirnya mau bela-belain keliling Iboih untuk mendapatkan penginapan yang kami mau. Dekat laut dengan fasilitas lengkap. Pilihan kami jatuh ke Pulau Weh Dive Resort. Tempatnya keren, bagus dan bersih. Namun tentu saja kualitas berbanding lurus dengan harga. Ketika ditawarkan bungalow per hari dengan harga 2.5 juta, kami langsung angkat kaki. Hahahaha. Karena harus mengelilingi Sumatera, kami harus jeli menentukan penginapan yang akan kami gunakan untuk beristirahat. Mahal boleh sih tapi jika harus mengeluarkan 5 juta untuk 2 hari saja, kami akan melanggar komitmen dari awal. Hahahaha. Ada juga penginapan Fatimah yang menjadi pilihan kami berikutnya. Bagus. View dari bungalow juga keren. Bahkan, variety show yang My Trip My Adventure juga memilih tempat ini sebagai tempat peristirahatan. Namun ada kendala lain, mobil tidak bisa dibawa ke dekat bungalow. Dan itu artinya kami harus rela menenteng semua tas yang kami punya. Aaaaaaa. Galau lagi deh. 

Cottage ini yang dipakai dalam acara My Trip My Adventure. Keren sih iya. Keren banget malah. Tapi demi menuju ke setiap cottage, kita diharuskan untuk berjalan di jalan setapak yang kecil dari tanah. Butuh ketangguhan dan kekuatan penuh lah yaaaa..hahahaha
Ini dia bungalow pilihan kami. Akses ke pantai dekat, begitu juga dengan jalan. Jadi kami bisa boyong pikun ke depan pintu. Langsung.
Setelah putar sana sini dan menitipkan saya ke penjual minuman karena sudah tepar dan tak sanggup lagi jalan saking capeknya, akhirnya kami kembali ke titik awal kedatangan kami ke Iboih. Bungalow milik Pak Har menjadi pilihan kami. Namun setelah bertemu langsung dengan pemiliknya, kami tak mendapatkan bungalow persis di depan laut, tetapi bagian belakang. Kami menolak. Dan bapak itu dengan senang hati menawarkan bungalow lain yang bersebelahan dengan miliknya. Maka jadilah kami deal dengan bungalow sederhana tapi nyaman tersebut. Kami membayar 350 ribu rupiah per malamnya. Yap. Masuk dalam budget, kami bahagia. Hahaha.
Dari penginapan kami, terlihat laut dengan birunya yang menenangkan. Untuk sarapan dan makan, kami sudah minta tolong pada ibu yang rumahnya berdekatan dengan bungalow kami. Si ibu yang saya tidak ketahui siapa namanya, adalah penduduk pribumi di Iboih. Beliau juga menyediakan jasa snorkling. Setelah bercerita panjang lebar, saya merasa beruntung sekali berkenalan dengan beliau sekeluarga. Bahkan dengan senang hati, beliau juga mencarikan tukang cuci pakaian untuk kami. Maklum, sudah 5 hari di perjalanan, saya belum bisa mencuci pakaian kami. Sudah menumpuk, menggunung.
Senangnya lagi, si ibu memiliki seorang putra yang baru berumur 2 tahun. Namanya Restu. Anaknya lucuuu. Beliau juga punya tetangga yang beristrikan bule Portugis, namanya Nola. Sudah fasih berbahasa Indonesia, bahkan bahasa Aceh pun dia bisa. Nola juga punya seorang putri kecil bernama Naima. Dua anak kecil ini sangat tertarik dengan Volkswagen nya mas suami. Mereka senang sekali ketika diperkenankan masuk dan bermain disana.
Sore harinya setelah mandi dan rehat, saya dan mas suami menuju tugu 0 kilometer yang terkenal itu. Dari Iboih, tugu 0 berjarak kurang lebih 8 km. Tidak cukup jauh. Sengaja kami berangkat agak sore, demi mendapatkan view sunset dari tugu 0. Namun cuaca yang tak bersahabat memadamkan harapan kami. Jadilah akhirnya saya dan mas suami hanya bisa mengabadikan foto kami di tugu 0 kilometer. Disana lumayan rame. Ada banyak pengunjung yang datang.

Tempat yang WAJIB kita datangi ketika menjelajahi bumi Sabang - Nangroe Aceh Darussalam


Ini dia Tugu 0 Kilometer yang terkenal itu. Maafkan jika foto ini agak sedikit kacau karena keberadaan tong sampah hijau di belakang saya :D


Sepulangnya dari tugu 0 dan mengambil santap malam di rumah ibunya Restu, kami langsung beristirahat. Saya juga mulai tepar, sepertinya masuk angin. Daripada sakit dan tak bisa melanjutkan perjalanan, saya pilih tidur dan mengistirahatkan badan.
Semoga hari esok berjalan dengan lebih baik. Aamiin.
See you. Bye.

Senin, September 22

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 6

Diposting oleh Orestilla di 10.18.00 0 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Minggu/ 24 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang

Sudah satu minggu kami meninggalkan rumah, berkeliling Sumatera, mencari jejak-jejak keindahan alam yang mungkin belum kami temukan di tempat asal kami sendiri. Sudah 3 hari pula kami menjejakkan kaki di tanah paling barat Indonesia, Sabang. Saatnya kembali dan melanjutkan perjalanan. Sedih memang. Ingin rasanya berlama-lama tinggal di tempat indah seperti ini. Namun apa daya, kami hanya diberikan cuti sampai September nanti. Menunda kepulangan, berarti mengacaukan target perjalanan yang sudah direncanakan oleh mas suami.

“Seandainya nanti kita berjodoh lagi dengan tempat ini, kita kembali ya mas.”

Mas suami sedang beberes Volkswagen. Sebentar lagi kami berangkat menuju Banda Aceh. Kenangan selama berada di Sabang tak akan pernah kami lupakan. Sebelum berangkat, sekali lagi kami ingin mengunjungi tugu o kilometer. Rasanya tak pernah puas berada di tempat tersebut. Udaranya sejuk, langit dan lautnya bersih, masyarakatnya juga sopan sekali.

Pukul 11:50 siang kami meninggalkan daerah Iboih. Perjalanan menuju Pelabohan Balohan memakan waktu sekitar 1 jam dari sini. Jalanan menuju Iboih dari pusat kota adalah jalanan yang paling saya kagumi. Hutannya masih belum terjamah tangan-tangan manusia. Alamnya masih utuh dengan hijau dan sejuknya udara. Dari dalam mobil sekalipun, kita akan melihat sekawanan monyet-monyet kecil. Mereka hidup rukun dengan manusia. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang diganggu.

Namun ada satu hal yang tak kami perkirakan sebelumnya. Waktu. Hahaha. Kami terlambat dan ada kemungkinan tak bisa menyeberang hari ini. Saat ini saya sedang duduk di dalam mobil, menunggu antrian masuk kapal. Walau kemungkinan itu kecil sekali. Jika memang tak bisa menyeberang hari ini, berarti saya dan mas suami harus menginap di pelabuhan. Sedih. Tapi kami tak punya pilihan lain. Semoga hari ini masih ada kapal.

05:44 sore. Pelabuhan Balohan. Dan pada akhirnya kami memang harus tetap tinggal di Sabang untuk 1 malam lagi. Karena tak ada kapal yang akan membawa kami ke Banda Aceh. Mas suami langsung berinisiatif untuk menjemur pakaian kami yang masih basah. Shalat pun kami lakukan di alam terbuka. Mandi? Pelabuhan Alhamdulillah menyediakan sarana untuk penumpang yang tertinggal keberangkatan. Karena bukan hanya mobil kami saja yang telat, ada sekitar 25 mobil lain yang bernasib sama seperti kami. Mas suami bilang, “Dinikmati saja”. Toh segalanya mendatangkan banyak hikmah. Saya ikut mas suami tentunya. Asal beliau senang dan tidak lelah, saya bahagia. Terkadang melihatnya kelelahan dalam perjalanan, saya ikut sedih. Semoga Allah limpahkan kekuatan dan kesehatan untuknya selalu. Aamiin.
Disini matahari mulai tenggelam, kembali ke peraduannya. Udara yang tadinya panas, sedikit mulai sedikit sejuk. Semoga nanti malam tidak terlalu dingin karena kami akan tidur di dalam pikun. Mas suami tadi menawarkan untuk menginap di losmen yang ada di wilayah pelabuhan. Namun setelah kami pikir kembali, akan lebih baik jika kami tidur di mobil, mengingat barang bawaan kami yang cukup banyak. Lagipula, si pikun bukan mobil biasa. Hahaha. Mas suami sudah menyulapnya menjadi rumah berjalan. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya bahagia.

Walau terlantar karena ketinggalan kapal, saya tak boleh meninggalkan shalat. Maka beginilah jadinya. Berhubung jarak masjid dengan parkiran mobil lumayan jauh, mas suami inisiatif menyediakan tempat shalat yang bersih untuk kami berdua :)

Malam ini saya dan mas suami makan malam di area pelabuhan. Ada mie aceh yang enak. Asal ada teh hangat dan kopi, kami aman. Selepas isya, pelabuhan diguyur hujan. Alhamdulillah hujannya bikin adem lagi. Saatnya tidur. Zzzzz…byebye.

Senin/ 24 Agustus 2014, Banda Aceh

05:27 sore. Kami masih di Banda Aceh. Ini sudah dalam perjalanan menuju Bireun untuk kemudian menjajaki lagi tanah Sumatera Utara, tepatnya Kota Medan. Tadi pagi kami berangkat dari Pelabuhan Balohan Sabang pada pukul 08.00 pagi. Keberangkatan on time, tepat pada waktunya. Begitu sampai di Banda Aceh, kami sudah ditunggu oleh Bang Brata dari Koetaradja Volkswagen Club. Bang Brata langsung menjemput kami ke pelabuhan.


Gerbang masuk Pelabuhan di Banda Aceh. 

Sesampainya di darat, mas suami mengajak Bang Brata ke bengkel Volkswagen yang ada di Banda Aceh. Bengkelnya tak berada di pinggir jalan lintas. Setelah cek ini itu, ternyata pikun dipastikan sehat walafiat. Alhamdulillah. Senangnya jika pikun tak ada masalah.

Sebelum berkeliling, saya dan mas suami numpang mandi dulu di rumah Bang Brata. Sayang, saya tak sempat bertemu dengan istrinya karena sedang di kantor. Mendekati waktu Dzuhur, kami bertolak menuju Masjid Baiturrahman. Masjid yang sedari dulu ingin saya datangi. Ingat kan satu-satunya masjid yang selamat dari hantaman tsunami aceh? Itu dia. Mas suami dari jauh-jauh hari memang sudah menyampaikan niatnya untuk shalat disana. Alhamdulillah keinginan kami berdua terkabulkan hari ini. Masjidnya besar. Di kiri kanan halamannya berjejer pohon-pohon rindang yang dijadikan sebagai tempat beristirahat. Arsitektur bangunannya membuat saya berdecak kagum. Suasana di dalam masjid sejuk sekali, padahal udara diluar panasnya minta ampun.


Akhirnya bisa berkunjung ke masjid fenomenal ini. Subhanallah :)


Ini interior Masjid Baiturrahman. Walaupun di luar sedang panas membara, suasana di dalam masjid berbeda 180 derajat. Di sini adem, sejuk, bersih, nyaman. Sayang, nggak ada satu jamaah pun yang terlihat tidur di dalam ruangan ibadah ini. Kalau ada, mungkin saya ikutan nyosor juga. Hahahaha.



Selepas shalat, kami diajak makan siang oleh Bang Brata. Rumah makannya berada di jalan lintas Banda Aceh – Sigli. Menu makanan yang disajikan adalah menu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya. Khas Aceh yang kaya akan rempah. Rasanya jangan ditanya. Ueenaakk tenaann. Sebelum pulang, kami juga diajak minum kopi Aceh asli di Solong Aceh. Nah bagi pecinta kopi, tempat ini wajib untuk dikunjungi. Mas suami bilang kopinya nikmat sehingga beliau sampai beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Di kedai kopi ini barulah kami tahu ternyata Ulee Kareng itu bukanlah nama kopi melainkan nama daerah yang berarti kepala ika teri. Hahaha.


Entah karena lapar, atau memang makanan ini enak, saya dan mas suami berhasil menghabiskan hampir seluruh sajian yang dihidangkan. Hohoho. Maap ya Bang Brata. Kami kesurupan :D

Mampir ke sini kalau ke Aceh. Mas suami bilang kopinya pas. Enak. Nikmat. Sedap.
Sebelum pulang, kami dibawa menuju pusat oleh-oleh yang berada di depan Hotel Medan. Souvenir yang dijual harganya tak terlalu mahal dan banyak pilihan. Selain itu pelayan disana juga ramah sehingga kita bisa memilah barang yang akan kita bawa pulang.

Mejeng bareng pikun dan kodoknya Bang Brata

Bang Brata sedang menandatangani sertifikat 0 kilometer yang kami bawa dari Sabang untuk ditandatangani oleh seluruh klub Volkswagen yang ada di wilayah Sumatera. 

Sayang, kami belum sempat mengunjungi museum tsunami dan kapal yang terdampar ke tengah Kota Banda Aceh. Banyak yang bilang kami rugi karena melewatkannya begitu saja. Tapi saya langsung sumringah begitu mas suami bilang, "Berarti nanti kita akan kembali lagi ke kota ini. Ada yang harus kita jemput. Banyak yang akan kita tuntaskan." 

Yes!

Pukul 20.oo malam kami sampai di Sigli. Disana kami juga telah ditunggu oleh Bang Irfan sekeluarga. Bang Irfan adalah purna praja asal pendaftaran Sigli, Propinsi Aceh. Kebetulan ibunya Bang Irfan juga berdarah minang. Bahkan tinggal dekat dengan daerah kami di Solok. Keluarga Bang Irfan sangat ramah dan menjamu kami dengan nasi goreng Aceh yang enak. Ayahnya bahkan menawarkan kami untuk menginap disana. Namun dengan sopan kami menolak karena harus melanjutkan perjalanan. Kami sudah ngaret 2 hari dari rencana semula. Dengan menginap di Sigli berarti akan menambah hari perjalanan kedepannya.

Perjalanan kami lanjutkan hingga pukul 12.30 dini hari. Kami sampai di daerah Bireun, 2 jam perjalanan dari Sigli. Malam ini kami menginap lagi di SPBU. SPBu di daerah Aceh kebanyakan besar dan bersih. Selalu disediakan tempat untuk beristirahat bagi musafir seperti kami. Hehehe.
Sudah malam, kaka lala bobo dulu ya. See you tomorrow. Emmuah

Rabu, September 17

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 5

Diposting oleh Orestilla di 09.50.00 3 komentar
DUA HATI SATU CINTA, SATU UNIT BANYAK CERITA

Sabtu/ 23 Agustus 2014, Iboih – Pulau Weh, Sabang.

Sudah jam 10:28 pagi menuju siang. Tapi saya dan mas suami belum kemana-mana hari ini. Saya sedang duduk santai di depan bungalow, ketak ketik narasi ditemani lepi dan hembusan angin laut. Dari tempat saya duduk sekarang, terlihat jelas Pulau Rubiah di depan sana. Indah. Nanti siang, saya dan mas suami berencana untuk menyambangi tempat tersebut.

Pagi tadi kami dibuatkan sarapan oleh ibunya Restu. Mungkin karena semalam tepar dan mabuk karena masuk angin, saya bisa makan banyak pagi ini. Karena jujur beberapa hari ini nafsu makan saya berkurang drastis. Mungkin karena harus berpisah dengan yang namanya bareh solok (beras Solok). Hahahaha. Perut saya masih belum cocok dengan beras daerah lain. Masih kurang gregetnya.

Mas suami masih belum selesai mandi dan beres-beres. Sebelum ke pulau, saya mau main-main dulu di pantai. Trus nyari baju pantai buat mas suami juga. Kasian. Bajunya belum ada yang selesai dicuci. Dan sisa yang ada malah kemeja lengan panjang. Hahahaha. Dia terpaksa bertahan dengan satu-satunya kaos kutang yang tersisa. Udahan dulu ya. Kaka lala mau shopping bajunya Mas Agung dulu.

Lihat lautnyaaaaaaaa..kinclong kan ya?

Kalau ada yang mau ke Sabang, cari aja Iboih kemudian temukan Teupin Layeu. Menginap lah di sana satu atau dua hari. Nikmati surga dunia yang dihadiahkan Allah untuk kita.

Ini diambil dari dermaga kecil, tempat kapal dan perahu ditambatkan. Masih pagi ketika kami mengabadikan momen ini. Kalau sudah siang menjelang sore, di sini biasanya penuh dan rame.

Fokuskan penglihatan kamu ke bungalow yang ada di belakang kiri kaka lala. Jika menginap di sana, kamu akan dapat melihat Pulau Rubiah langsung dari tempat tidurmu :)

Agak bimbang ke Pulau Rubiah untuk snorkling hari ini. Cuaca tampak mendung di ujung sana. Tapi karena besok harus bergerak meninggalkan Sabang, hanya hari ini yang tersisa untuk menikmati keindahan bawah lautnya yang terkenal itu. Maka jadilah saya dan mas suami diantarkan oleh Bang Yoyok menuju Pulau Rubiah. Pulau ini berjarak sangat dekat dengan daratan tempat kami menginap. Keberadaannya dapat dinikmati dari pinggir pantai dengan mata telanjang. Jarak tempuh menuju pulau ini pun tak sampai 10 menit. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk menuju kesana dengan menggunakan boat adalah 200 ribu rupiah. Setelah snorkling nanti kita akan diajak mengelilingi pulau dengan perahu. Menyenangkan pastinya.

Ini dia makam Ummi Rubiah yang pastinya terletak di Pulau Rubiah

Setibanya di Pulau Rubiah, mas suami langsung mengajak saya menyelam. Waaahhh..lautnya sangat bersih. Ikannya banyak dan jinak. Di beberapa tempat saya temukan terumbu karang buatan. Bahkan ada bangkai sepeda motor dan mobil yang memang sengaja diletakkan di dalam laut sebagai terumbu karang buatan. Pengunjung hari ini lumayan banyak. Hujan mulai turun namun tak menyurutkan langkah orang-orang untuk tetap menikmati keindahan laut Pulau Weh.


Jangan sampai tak mendatangi ini ketika snorkling di Iboih


Setelah berpuas hati melihat ikan-ikan yang berkejaran kesana kemari, kami menepi menuju pondok-pondok yang memang disediakan untuk rehat bagi pengunjung. Saya langsung memesan teh panas, begitu pun mas suami, kopi panas khas Aceh menjadi pilihannya. Kami berdua kemudian memesan sate gurita. Rasanya enak, agak kenyal. Sementara kuahnya dibalur dengan kacang. So delicious. Harga per porsinya hanya 20 ribu rupiah. Yang berencana liburan ke Pulau Weh Sabang, khususnya ke daerah Iboih, wajib mencicipi kuliner ini.

Pondokan kuliner di Pulau Rubiah. Ada banyak pilihan untuk kamu. Harganya tak usah ragu. Iboih tak menawarkan makanan dengan harga yang mahal kok. Masih cukup untuk kita yang berdompet tipis. Hehehehe.

Nyam..nyam..sate guritanya suedap tenaaaann.

Bang Yoyok datang menjemput setelah dihubungi via telepon oleh mas suami. Saatnya berkeliling. Kebetulan ombak agak sedikit besar. Jujur sebenarnya saya takut. Sisi kiri saya adalah lautan luas tanpa tepi. Sementara sisi kanan terhampar tebing-tebing Pulau Rubiah yang tak berpenghuni. Menakjubkan memang, tapi belum mampu mengusir ketakutan saya. Maklum, saya tak bisa berenang. Bisa dibayangkan bagaimana jika tiba-tiba saja perahu yang kami tumpangi ini terbalik kemudian tenggelam. Aaaaaaaa..

Sejujurnya, ini saya sedang takut setengah mati. Takut tenggelam. Nggak bisa berenang. Hahahaha.

Boat nya Bang Yoyok yang menjadi armada kami mengelilingi Pulau Rubiah. 

Teupin Layeu dari kejauhan.

Mas suami yang mungkin saja tahu akan ketakutan saya akan laut, segera mengalihkan perhatian saya pada jernihnya air yang ada di bawah kami. Subhanallah..bahkan dari atas perahu pun saya bisa melihat dasar laut. Airnya biru terang dan bersih. Terlihat ikan berseliweran. Rasa cemas saya terbayarkan oleh keindahan yang mungkin tak saya dapati di tempat saya sendiri.
Sepulangnya dari pulau, kami bertemu lagi dengan Adi dan istrinya, Ade. Adi juga mengajak anak semata wayangnya yang masih berumur 9 bulan, Zaiyan. Kami ngobrol enak di beranda bungalow sembari melihat Zaiyan yang sepertinya tak bisa diam. Wajah kecilnya memberitahu kami semua bahwa ia tengah bahagia.
Malam ini ibunya Restu memasak ikan bakar untuk kami. Rasanya seperti biasa, sedap dan nikmat. Tak ada tempat yang akan kami sambangi malam ini. Waktunya beristirahat dan menyiapkan tenaga untuk perjalanan jauh berikutnya. Ah. Semoga nanti akan ada waktu dan rejeki lagi untuk kembali ke tempat ini. Karena ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan kembali. Rabb..terimakasih untuk hari ini.
Sampai jumpa di cerita cinta kami berikutnya. Bye.

Ini galeri foto kami yang acakadul:



Pertama kalinya cium suami di dalam laut. Hihihi. I lop you :)


Ada ikan dimana-manaaaaa




Walau gerimis menghadang, snorkling tetap dilanjutkan

Senin, September 15

Honeymoon Trip; Road to Sumatera # 4

Diposting oleh Orestilla di 08.24.00 1 komentar


Jumat/ 22 Agustus 2014, Sabang - Aceh

Selamat pagi Sabang.
Peluk dan cium dari kaka lala yang masih nongkrong cantik di tempat tidur. Sedianya kami berencana melihat keindahan sunrise dari tempat ini, tapi planning gagal total. Sarapan pun terpaksa kami lakukan di kamar tidur.
Hari ini saya dan mas suami berencana untuk mengungsi dari Anoi Itam ke Iboih yang terkenal dengan lautannya yang keren untuk dijadikan sebagai tempat snorkling dan diving. Tugu 0 kilometer juga akan kami sambangi hari ini. Namun view Anoi Itam yang tak kalah bagusnya, tentu saja tak akan kami lewatkan begitu saja.
01:15 siang waktu setempat. Saya sedang menimati sejuknya angin sepoi-sepoi dibawah sebuah pohon besar nan hijau, kesejukan tiada tara di siang yang panas dan gerah ini. Me time ini judulnya. Saya menikmati sekali bercerita dan berketak ketik ria ditemani angin sepoi-sepoi berbau laut. Kalau ditanya kapan waktu yang paling menyenangkan untuk menulis saat ini, setelah saya memiliki seorang suami, jawabannya adalah ketika mas suami sedang tidur. Itu berarti saya bisa bereksplorasi tanpa diganggu oleh kelakuannya yang amat sangat usil. Hehehe. Dan sekarang saya menemukan waktu lain yang juga berharga, yaitu ketika beliau sedang menunaikan shalat jumat. Sementara saya disuruh menunggu di mobil. Maka tak ada hal lain yang akan saya lakukan kecuali menulis.

Pantai Iboih. Yang liat lautnya, saya jamin bakalan langsung ngiler bin ngeces. Subhanallah indahnya tiada terkiraaaa..

Hati-hati ketika mendatangi tempat ini, karena akan ada saja alasannya untuk kembali lagi ke sini. Bikin kangen. Bikin betah. Bikin ketagihan. Dijamin!

Kami sedang dalam perjalanan berikutnya menuju Iboih. Semoga nanti saya dan mas suami menemukan cottage atau resort yang keren seperti sebelumnya. Mas suami berencana diving dan snorkling nanti disana. Sementara saya sendiri masih bimbang, meragu. Bukan karena tak ingin menikmati keindahan laut Sabang, bukan sama sekali. Tapi karena saya belum juga bisa berenang. Hahahaha. Tempat yang akan kami tuju pertama kali adalah Iboih Inn. Menurut keterangan teman-teman yang pernah singgah ke pulau ini, atau melalui website yang pernah saya baca, Iboih Inn punya segalanya untuk menikmati keindahan alam Sabang. Nah. Ayo kita buktikan nanti.
Ternyata mencari penginapan yang nyaman dan tepat di Iboih bukanlah perkara gampang. Iboih Inn yang keren itu terletak di Pulau Rubiah tanpa fasilitas listrik. Dan tanpa listrik, berarti tanpa handphone. Aaaaaaa..saya galau akut. Untungnya saya punya suami yang pengertian. Mas suami akhirnya mau bela-belain keliling Iboih untuk mendapatkan penginapan yang kami mau. Dekat laut dengan fasilitas lengkap. Pilihan kami jatuh ke Pulau Weh Dive Resort. Tempatnya keren, bagus dan bersih. Namun tentu saja kualitas berbanding lurus dengan harga. Ketika ditawarkan bungalow per hari dengan harga 2.5 juta, kami langsung angkat kaki. Hahahaha. Karena harus mengelilingi Sumatera, kami harus jeli menentukan penginapan yang akan kami gunakan untuk beristirahat. Mahal boleh sih tapi jika harus mengeluarkan 5 juta untuk 2 hari saja, kami akan melanggar komitmen dari awal. Hahahaha. Ada juga penginapan Fatimah yang menjadi pilihan kami berikutnya. Bagus. View dari bungalow juga keren. Bahkan, variety show yang My Trip My Adventure juga memilih tempat ini sebagai tempat peristirahatan. Namun ada kendala lain, mobil tidak bisa dibawa ke dekat bungalow. Dan itu artinya kami harus rela menenteng semua tas yang kami punya. Aaaaaaa. Galau lagi deh. 

Cottage ini yang dipakai dalam acara My Trip My Adventure. Keren sih iya. Keren banget malah. Tapi demi menuju ke setiap cottage, kita diharuskan untuk berjalan di jalan setapak yang kecil dari tanah. Butuh ketangguhan dan kekuatan penuh lah yaaaa..hahahaha
Ini dia bungalow pilihan kami. Akses ke pantai dekat, begitu juga dengan jalan. Jadi kami bisa boyong pikun ke depan pintu. Langsung.
Setelah putar sana sini dan menitipkan saya ke penjual minuman karena sudah tepar dan tak sanggup lagi jalan saking capeknya, akhirnya kami kembali ke titik awal kedatangan kami ke Iboih. Bungalow milik Pak Har menjadi pilihan kami. Namun setelah bertemu langsung dengan pemiliknya, kami tak mendapatkan bungalow persis di depan laut, tetapi bagian belakang. Kami menolak. Dan bapak itu dengan senang hati menawarkan bungalow lain yang bersebelahan dengan miliknya. Maka jadilah kami deal dengan bungalow sederhana tapi nyaman tersebut. Kami membayar 350 ribu rupiah per malamnya. Yap. Masuk dalam budget, kami bahagia. Hahaha.
Dari penginapan kami, terlihat laut dengan birunya yang menenangkan. Untuk sarapan dan makan, kami sudah minta tolong pada ibu yang rumahnya berdekatan dengan bungalow kami. Si ibu yang saya tidak ketahui siapa namanya, adalah penduduk pribumi di Iboih. Beliau juga menyediakan jasa snorkling. Setelah bercerita panjang lebar, saya merasa beruntung sekali berkenalan dengan beliau sekeluarga. Bahkan dengan senang hati, beliau juga mencarikan tukang cuci pakaian untuk kami. Maklum, sudah 5 hari di perjalanan, saya belum bisa mencuci pakaian kami. Sudah menumpuk, menggunung.
Senangnya lagi, si ibu memiliki seorang putra yang baru berumur 2 tahun. Namanya Restu. Anaknya lucuuu. Beliau juga punya tetangga yang beristrikan bule Portugis, namanya Nola. Sudah fasih berbahasa Indonesia, bahkan bahasa Aceh pun dia bisa. Nola juga punya seorang putri kecil bernama Naima. Dua anak kecil ini sangat tertarik dengan Volkswagen nya mas suami. Mereka senang sekali ketika diperkenankan masuk dan bermain disana.
Sore harinya setelah mandi dan rehat, saya dan mas suami menuju tugu 0 kilometer yang terkenal itu. Dari Iboih, tugu 0 berjarak kurang lebih 8 km. Tidak cukup jauh. Sengaja kami berangkat agak sore, demi mendapatkan view sunset dari tugu 0. Namun cuaca yang tak bersahabat memadamkan harapan kami. Jadilah akhirnya saya dan mas suami hanya bisa mengabadikan foto kami di tugu 0 kilometer. Disana lumayan rame. Ada banyak pengunjung yang datang.

Tempat yang WAJIB kita datangi ketika menjelajahi bumi Sabang - Nangroe Aceh Darussalam


Ini dia Tugu 0 Kilometer yang terkenal itu. Maafkan jika foto ini agak sedikit kacau karena keberadaan tong sampah hijau di belakang saya :D


Sepulangnya dari tugu 0 dan mengambil santap malam di rumah ibunya Restu, kami langsung beristirahat. Saya juga mulai tepar, sepertinya masuk angin. Daripada sakit dan tak bisa melanjutkan perjalanan, saya pilih tidur dan mengistirahatkan badan.
Semoga hari esok berjalan dengan lebih baik. Aamiin.
See you. Bye.
 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea