Kamis, Oktober 31

#LastDay #30DaysSaveEarth

Diposting oleh Orestilla di 08.45.00 1 komentar


30 hari berlalu. Hari ini tanggal 31 Oktober. Harusnya senang karena besok gajian. Tapi ada satu ruang kosong yang menganga di hati. Serasa akan berpisah dengan sesuatu yang sudah menjadi keseharian. Dalam satu bulan ini, #30DaysSaveEarth menjadi pembuka hari. Begitu sampai dikantor dan menyelesaikan beberapa tanggung jawab yang dinilai cukup urgent, hal berikutnya yang akan saya lakukan adalah membaca postingan-postingan pecinta bumi yang saya cintai dengan hati. Sungguh.


Pertama kali mengikuti event ini, hal pertama yang terlintas adalah mendapatkan hadiah menarik dari Jung dan Uni. Haha. Iya. Ini salah satunya yang selalu menjadi motivasi saya setiap kali mengikuti kompetisi menulis. Apalagi jika hadiah-hadiah itu adalah buku. Siapa coba yang bisa menolak buku hanya dengan satu syarat: mengasah kemampuan sendiri. Bagi saya bagai kejatuhan durian runtuh (walaupun secara pribadi saya nggak suka duren).
Tapi jauh dari perkiraan, apa yang saya dapatkan dalam 30 hari terakhir melebihi mimpi. Iya. Saya diingatkan sekali lagi, bahwasanya Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan ini lah akhirnya, saya memperoleh asupan gizi akan ilmu tentang bumi dan lingkungan. Saya butuh untuk tahu akan semua ini. Kenapa? Karena saya ingin tetap hidup diatas bumi yang asri. Kedepannya, saya ingin anak dan cucu saya juga masih bisa melihat hijaunya bumi saat pagi disapa mentari. Hal berharga yang mungkin saja tak saya temui jika saya tidak singgah di laman Jung dan Uni hari itu. Ada banyak, bahkan sangat banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Mulai dari hal sepele yang dengan mudahnya saya lupakan, sampai hal super besar yang belum terlintas di pikiran saya. 


Tak hanya ilmu, saya pun memperoleh sahabat-sahabat baru. Sahabat yang juga menyisipkan cinta dihatinya untuk bumi dan lingkungan. Kebanyakan dari mereka masih muda (dan saya juga belum tua pastinya), sungguh saya sangat bangga. Bahkan ada yang akhirnya menjadikan saya sebagai tempat curhat, ngobrol kesana kemari sampai pada hal-hal pribadi.
Saya berharap kampanye tulus kita dalam satu bulan ini tak akan mati di kemudian hari. Catat hal baik untuk kita realisasikan dalam kehidupan nyata. Ingat ya teman, lanjutkan dalam tindak nyata. Karena sebanyak apapun kita menulis, tak akan ada artinya bagi bumi jika segalanya hanya berakhir di laman-laman yang kita punya. Mari kita mulai dari diri sendiri, sadarkan keluarga dan teman-teman. Satu langkah kecil kita akan memberikan kontribusi besar untuk dunia. Jika temukan hal buruk? Simpan dan lupakan. Tapi sejauh ini, tak ada hal buruk yang saya temui. Bagaimana denganmu?
Untuk Jung dan Uni, saya ucapkan terima kasih. Ide brilian dan kreatifitas kalian berdua memberikan dampak yang sangat besar untuk jiwa-jiwa muda yang masih peduli dan memiliki nurani untuk menjaga bumi. Saya tunggu gebrakan selanjutnya. Percayalah, jika niat kita baik, kebaikan dan keberhasilan akan diikutsertakan Allah dalam langkah kita nanti. Cinta saya pada bumi dan pada sahabat semua tak akan berakhir saat tanggal di kalender kita, hari dan bulan berganti keesokan hari.
Salam sayang. Salam bumi!



Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Senin, Oktober 28

#day28 #30DaysSaveEarth - Menjawab Jung.

Diposting oleh Orestilla di 11.58.00 0 komentar



Di postingan Jung tadi, di kotak terakhir, si komik jung bertanya, “Demikianlah produk “Power Plant” yang telah saya buat. Ada pertanyaan?”
Dan saya jawab di laman ini.
“Iya Jung. Banyak malah.”
Dari gambar yang ada terlihat kabel melilit pohon kecil yang diarahkan pada sebuah stop kontak. Bagaimana itu caranya bekerja Jung? Apa yang bisa dihasilkan oleh kekuatan tanaman itu?
Iihh..Saya terlalu serius pagi ini. Juuuunngg..ternyata dia lagi main-main dengan sesuatu yang kok malah awalnya saya anggap serius. Ya Tuhan..saya pikir Jung betul-betul menemukan solusi untuk bumi kita dengan kekuatan alam.
Dan pada akhirnya saya malah memikirkan sesuatu yang jauh dari kebenaran logika. Jauh? Iya kalo sejauh yang saya pikirkan sekarang. Tapi mana tau ada engineer-engineer pintar yang bisa merealisasikan mimpi ini. Siapa tau kaaaaan?
Tahun 2050. Ketika bumi telah kehilangan sumber energinya semisal minyak bumi, gas alam..satu-satunya harapan yang tertinggal adalah hamparan luas hutan bumi, hutannya Indonesia. Itu pun tidak lagi selengkap dulu ketika Indonesia masih menghijau dari angkasa sana. Dan hanya Indonesia. Karena di belahan dunia yang lain, hutan nan asri telah mati. Indonesia bertahan karena masih banyak yang peduli akan bumi. Cinta pada lingkungan yang sesungguhnya sedang mati perlahan. Sekelebat muncul isu bahwasanya para peneliti dan ilmuwan mulai melirik Indonesia (hutannya) untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan bumi. Untuk apa? Banyak hal tentunya. Mereka sedang mengembangkan sebuah penemuan baru yang membutuhkan banyak pohon dan tanaman. Mereka akan merongrong tumbuhan-tumbuhan tersebut dari pucuk daun sampai akar yang hidup di kedalaman tanah. Untuk beberapa saat penemuan mereka berhasil luar biasa. Entah teknologi apa yang mereka gunakan, kebutuhan akan listrik, air bersih dan segalanya terpenuhi karena kekuatan pohon. Tapi hanya beberapa tahun setelah itu, setelah pohon-pohon Indonesia mulai meranggas, mereka kehilangan sumber kekuatan. Berikutnya manusia dan hewan bergerak perlahan menuju kematian.
Saya bergidik ngeri. Beberapa hari terakhir karena terbius oleh narasi Dan Brown dalam Inferno, saya sering membayangkan kematian perlahan yang akan dialami manusia karena sudah tidak bisa lagi berkolaborasi dengan alam. Sejujurnya saya takut.
Jung..ayo tanggung jawab!

Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Yang Muda Punya Mimpi

Diposting oleh Orestilla di 09.40.00 2 komentar


Begitu dapat kabar Alitt bakal ngadain talkshow di Padang, saya yang notabene bukan lagi seorang mahasiswa langsung tanya sana-sini buat mastiin tanggal dan tempat pelaksanaan. Dan tadaaaa..seneng banget pas dikasih tau kalau masih ada kursi VIP yang tentu saja akan diberi akses lebih mendekati Alitt. Syup. Saya langsung pesan!
Sabtu 26 Oktober, H-1 dengan semangat menggebu-gebu saya berangkat dari Kota Solok. 2 jam perjalanan menuju Padang hanya untuk mengantisipasi agar esok paginya saya tidak terlambat menghadiri talkshow tersebut. Agak sedih sih karena kamar kos yang saya tumpangi, malah ditinggalkan pemiliknya. Iya. Indi yang minggu kemaren juga nggak pulang karena harus “menampung” saya yang ikut seminar #tulisnusantara, sepertinya ogah kalau minggu ini harus nggak ketemu lagi dengan ipuchannya (red- ipuchan itu nama kucing di rumah kami). Oke. Kembali ke keyboard. Saya berangkat ba’da Szuhur dan sampai beberapa menit sebelum jam 4 di kamar kos Indi. Sendirian. Tanpa bekal makanan. Dan parahnya, Indi juga nggak punya stok apa-apa. Sebenernya bisa beli makan keluar sih, tapi berhubung saya sering bego-bego di Padang, saya mengurungkan niat tersebut. Berbekal sebungkus kuaci dan sebatang coklat, saya cukup yakin bahwasanya esok pagi saya akan tetap hidup. Mengisi waktu, saya sengaja membawa Inferno-nya Dan Brown yang baru saya sentuh setengah buku. Sepanjang sore kemudian malam hingga dini hari menjelang, saya dibawa masuk dalam kisah yang Brown suguhkan. Herannya ketika weker-biru-imut kepunyaan Indi menunjukkan pukul 3 dini hari, teman-teman kos-nya masih ribut pake teriak-teriak cam nenek lampir. Saya heran dan penasaran, apa tetangga sebelah menyebelah nggak ada yang protes ya? Sampai Subuh saya nggak bisa tidur karena setiap kali hendak meraih mimpi, jedaaarr..seperti ada petir di siang bolong yang memaksa mata kembali melek melotot dengan hati dongkol setengah mati. Ini gimana bisa bangun pagi kalau kondisi mengenaskan seperti ini? saya membatin setiap kali mereka terbahak.
Selesai shalat Subuh, saya ambil Inferno. Berharap dengan membacanya, saya bisa menghabiskan waktu sebelum fajar hadir menyingsing hari. Namun taktik saya gagal total karena hanya setelah beberapa halaman, saya tertidur. Dan bagusnya, saya bangun sekitar jam 7. Saya kucek mata berkali-kali, sekali lagi memandang handphone dan memastikan bahwa apa yang saya lihat benar. Masih jam 7. Itu berarti saya punya waktu 1 jam untuk mandi, nyuci (indi nggak akan ngasih ampun kalau kos-nya ditumpuki baju-baju kotor), dandan dan melesat ke Auditorium Fakultas Ekonomi UNP, tempat talkshow akan dilaksanakan. Kebetulan saya sudah pinjam motornya Indi jadi bisa ngebut ke kampus kalau waktu pet mepet nantinya. Sembari mendengarkan musik, saya mulai rutinitas pagi itu dengan hati berbunga-bunga karena sebentar lagi bisa nengok langsung mukanya si Alitt. Nanananana. Dan waktu juga ikut berputar. 15 menit sebelum jam 8 saya sudah selesai beberes. Tinggal berangkat dan duduk manis di kursi VIP. Senyam senyum saya keluar dari kamar kos Indi dan melangkah cantik ke arah garasi yang anak-anak kos gunakan untuk parkir motor-motor mereka. Keringat dingin mulai keluar ketika saya menyadari bahwa garasi tersebut masih ditutup, dikunci, digembok! Saya sendiri nggak tau siapa yang punya kuasa memegang kunci-kunci tersebut. Biasanya sih yang paling senior. Tapi siapaaaaaaa..?
Saya melangkah ke kamar sebelah, ada Amel di sana. Kebetulan malam sebelumnya, Amel mendatangi saya dan menawarkan bantuan jika ada yang saya perlukan. Saya ketuk pintu kamar Amel. Agak sungkan karena masih sangat pagi untuk hari Minggu yang pastinya digunakan sebagai hari bermalas-malasan oleh mahasiswa (nggak cuma mahasiswa mungkin ya). Satu kali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tak ada respon. Saya baru ingat kalau mereka mungkin saya baru tidur setelah ajang teriak-teriak, tertawa-tawa, terbahak-bahak semalam. Lagian saya juga tahu kalau Indi memarkir motornya di bagian paaaaaaaling depan. Kalaupun berhasil membuka pintu, saya harus menggeser banyak motor untuk bertemu dan membawa kabur motor Indi. Yasudahlah..saya pasrah dan berniat nyari ojek. 5 menit sebelum jam 8. Saya terbiasa on time dan 5 menit saya rasa cukup untuk menjangkau tujuan dengan tepat waktu. Namun sekali lagi perkiraan saya meleset. Setelah berjalan 5 menit (dan waktu saya habis), saya nggak nemu satu pun bapak-uda-abang-adek ojek. Kaki saya lemes. Satu-satunya jalan keluar berarti jalan kaki. Maka saya bulatkan tekad dan mulai melangkah. Saya jalan cepat, berharap tidak akan terlalu telat karena 10 menit sudah meninggalkan jam 8 pagi. Saya ingat-ingat lagi petunjuk yang Indi berikan. Ini dia yang sering membuat saya malas jika harus menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan di kampus-kampus. Saya pasti akan lebih sering kesasar. Begitulah kira-kira. Dalam perjalanan, saya hubungi Indi. “Iyaaaa..” jawab Indi diseberang sana dengan suara imut-lucu-nya yang baru bangun tidur. “Eh Beb..tau nggak? gue jalan tauk ke kampus. Anak-anak kos belum ada yang bangun.” serobot saya langsung ngadu. “Kenapa nggak dibangunin aja?” tanya Indi (masih ogah-ogahan). “Nggak tau juga mau bangunin siapa. Eh, bangunannya yang pinky-pinky itu kan? Gue udah di depan ni. Terus auditoriumnya yang mana?” tanya saya lagi. “Masuk aja ke dalam. Nanya aja sama mahasiswa yang ada di sana.” jawab Indi. “Oke deh sip. Bye.” putus.
Saya bertambah syok pagi itu karena dihadapkan pada realita baru. Auditoriumnya ada di lantai 4, tanpa lift dan itu berarti saya akan mendaki sekali lagi demi napas ngos-ngosan dan baju yang yaaaa mulai dibanjiri keringat. Hiks. Hiks. Namun sambutan adek-adek panitia membuat hati saya sedikit sumringah. “Bisa lihat tanda pesertanya Kak?” tanya adek cantik yang duduk di meja registrasi. Saya langsung mengeluarkan slip transaksi sebuah atm dari bank tercinta, pertanda bahwa saya sudah setor via bank karena tidak bisa hadir langsung di markas Unit Kegiatan Komunikasi dan Penyiaran Kampus (UKKPK). Karena saya pesan tiket VIP, saya mendapat perlakuan sedikit khusus dan itu menyenangkan. Saya diantar ke bagian depan (dan saya bersyukur sekali karena tidak perlu mencari tempat strategis) dan jamuan untuk saya langsung diantarkan oleh panitia. Yang lebih penting lagi, auditorium ini sangat suejuuuuukkk..kalau saja tidak ada penyejuk ruangan, saya yakin akan keluar dari tempat ini dengan muka kucel cam bebek mau digoreng (emang bebek mau digoreng itu mukanya kucel gitu? NGGAK TAU!). Begitu pantat nempel di kursi, saya bisa bernapas lega kembali. Pertama; Saya tidak terlambat karena acara memang belum dimulai (untung panitia nggak on time). Kedua; Tentu saja Alitt belum muncul. Ketiga; Saya berada persis di depan kursi yang akan diduduki Alitt. Oh bahagianyaaaaaa..(seketika pengen joget tapi nggak enak dengan adek-adek mahasiswa unyu-lucu yang sudah berjubelan di belakang saya).


Sebelum acara dimulai, ada penampilan dari band kampus yang saya nilai cukup baik dan menyuguhkan sesuatu yang sedikit banyak membuat saya terlena (atau ngantuk?). Suara terompetnya itu lo..keren deh. Saya nggak tau ini saxophone atau alto. Hehe. Tapi padanan musik yang mereka hasilkan, gitar-terompet-gendang ditambah suara vokalistnya yang cakep (suaranya ya) itu, memang patut diancungi jempol. Jam 09.05 host talkshow hari itu memasuki ruangan dari arah belakang dan langsung disambut tepuk tangan meriah oleh peserta. Namanya Boy. Penulis buku Origami Hati. Dan saya kecewa karena minggu lalu udah niatan banget nyari buku itu di Gramedia. Sayang, saya gagal. Padahal ada dua kesempatan bertemu penulis muda nan hebat, foto bareng mereka dan minta tanda tangan. Kan nggak asik juga kalau si Boy malah ngasih tanda tangan di baju gitu. Namun mengingat Boy akan sering sekali berada di Padang, saya berpikir masih ada kali yang lain untuk bertemu dan memborbardirnya dengan hal-hal tersebut. Boy anak yang luwes, pinter ngomong dan mencairkan suasana. Tampilan sederhananya cukup mengesankan pada pandangan pertama. Walau badannya kecil, keahliannya dalam menulis jangan dipertanyakan. Buktinya dalam usia muda, Boy sudah berhasil menyabet titel Penulis. Sebuah titel yang menjadi mimpi besar saya yang usianya sudah dalam detik-detik meninggalkan seperempat abad ini. Hiks.

ini dia yang punya musik keren dan suara kece

Boy in action. Penulis Origami Hati. Muda dan berbakat.

Beberapa menit setelah kedatangan Boy, muncul juga lelaki yang saya tunggu-tunggu. Jreng jreng jreng. Alitt juga muncul dari pintu masuk (dari belakang dan sudah saya prediksi) dengan jaket hitam dan topi merah andalannya. Alitt langsung gaya-gayaan seperti seleb yang lagi jalan di red carpet kemudian sembari berlari mulai menyalami satu persatu peserta. Suasana langsung riuh. Wah..acaranya bakalan seru ni. Ucap saya membatin. Tak sengaja saya melihat aksi adek cewek yang duduk di seberang barisan kursi saya. Dia terlihat senang sekali karena sukses menyalami Alitt dan segera “membagikan” cap tangan Alitt tersebut ke teman-temannya yang lain. Buahahahaha. Saya sendiri sih kalem aja lah ya. Karena sesuai janji panitia, saya akan dapat akses pribadi untuk “mendekati” Alitt dan saya senaaaaaanng. Oya, di sebelah saya ada adek yang juga datang jauh-jauh dari Kota Payakumbuh. Sama seperti saya, dia juga sendiri. Kalau saya merasa risih dengan usia “tua” dibandingkan mereka-mereka yang hadir hari itu, si adek (map saya lupa namanya) malah merasa nggak enakan terus karena menjadi yang paling muda di sana. Iya. Dia baru lulus SMA dan sepertinya belum memutuskan untuk kuliah. Alhasil dia kayak yang bingung-bingung gitu kemaren. Kasiaaan. Makanya setiap ada kesempatan ngobrol atau apa, saya selalu ngajakin dia (sekalian nyari temen senasib seperjuangan).
Alitt naik ke panggung dan memulai atraksinya yang bikin peserta nggak berhenti ngakak. Saya sendiri diantara tawa yang seakan tak akan berhenti, mulai berpikir, ini mau talkshow nulis atau nonton Alitt yang tetiba jadi komedian gini ya? Apalagi pas Alitt dance ala JKT 48 gitu. Katanya sih “preman syariah” ini juga mau bikin band bertajuk MTQ 48. Buahaha. Gayamu Litt. Kayaknya kalau ada film komedi, Alitt bisa tu dijadikan pemeran utama. Alitt juga merangkul peserta dengan menyinggung masalah nasi padang sebagai hal terfavorit yang ia cari di kota ini sampai “tenda ceper”. Untuk yang satu ini, saya sedikit kurang suka. Sedih kan kalau orang lain ikut-ikutan tahu dengan sesuatu hal yang seharusnya sudah kita basmi sedari dulu. Bahan lucuan yang satu ini malah menusuk buat saya. Seharusnya juga begitu dengan yang lain. Sedikit tentang tenda ceper. Aktivitas busuk seperti ini akan bisa dihentikan jika kawula muda bertindak tegas, setidaknya pada diri sendiri. Bisa dibayangkan jika fasilitas tersebut tidak ada lagi yang melirik, jika tidak ada anak-anak muda di Padang yang mau lagi mendatanginya, maka dalam hitungan bulan, pengusaha-pengusaha tenda ceper akan segera gulung tikar dan angkat kaki. Sederhana teorinya, namun tampak sangat sulit untuk direalisasikan. 
Oke. Kembali ke keyboard. Dari pertama yang saya lihat, Alitt juga paham sekali memaksimalkan penggunaan panggung. Jadi seluruh peserta merasa diperlakukan secara adil. Karena ada kan beberapa pengisi talkshow atau seminar yang hanya duduk mingkem di kursi yang disediakan. Dan itu berarti hanya peserta yang duduk didepannya saja yang bisa menikmati “aura” si pengisi acara. Bagaimana dengan peserta di sisi yang lain? Bagaimana lagi dengan yang ada di belakang? Mereka pasti akan merasa disisihkan, kecewa dan bisa saja pulang sebelum acara usai. Iya kan? Bisa jadi..bisa jadi.. Makasi banyak juga buat panitia yang udah ngasih pengumuman berharga sebelum Alitt muncul. Apa itu? Umur Alitt! Iya. Selama ini saya sungguh penasaran dengan umurnya dia. Mulai dari pengakuannya yang mulai ospek pas demo-demo lagi gencarnya (ini sekitaran 1998) atau pas dia bilang harga bensin masih Rp 2.000,- (ini mungkin sekitaran tahun 2004 an) atau pas skripsi masih ditulis pake prasasti (ini agak bingung saya). Makanya pas panitia ngomongin itu, saya langsung tersenyum sumringah. Akhirnya. Ketauan lu Litt. Dan saya sengaja akan sebarkan di laman ini. Karena si Alitt ternyata kelahiran 1987 dan sekarang pastinya berumur 26 tahun. Horeeeeeee. Akhirnya ada yang lebih tua dari saya dalam talkshow ini (pengecualian untuk Bapak dosen yaaaa).
Setelah asik-asikan ketawa ketiwi ngomong ngolor ngidul kesana kemari, Alitt memulai bagian penting dan serius seputar dunia penulisan. Dari penjelasan panjang Alitt ada beberapa pesan yang saya rangkum (dan selalu saya lakukan di setiap event untuk saya bagikan pada teman-teman yang belum berkesempatan untuk datang). Ini dia:
1.     Menulis merupakan pengembangan ide yang ada di dalam kepala kita untuk dipindahkan ke media baru.
2.     Menulis akan membuat kita dikenang sepanjang masa. Ingat kan apa yang Pramoedya Ananta Toer bilang? Kurang lebih beliau berkata seperti ini, “Jika suatu hari nanti kita meninggal dunia, kita akan segera dilupakan. Namun jika kita menulis, tulisan-tulisan itu akan berbicara dan kita akan hidup selamanya.” Orang yang sejarahnya akan abadi adalah orang yang mau menulis. Contohnya Ibu Kartini dan Bapak Jendral Soedirman. Maka sebelum ide-ode brilian dari otak kita berlalu pergi, tuliskan secepatnya! Menulis itu laksana merangkai mesin waktu. Saat ini kita bisa saja merangkai kata tentang masa lalu dan membacanya kembali di masa yang akan datang.
3.     Bagaimana caranya menulis? Alitt bilang, “Jika kita sudah mengenal A sampai Z, maka kita akan bisa menulis.” Intinya disini adalah niat dan kemauan untuk memulai. Setelah ada niat, segera laksanakan.
4.     Jika sudah punya tulisan yang bagus, tulisan-tulisan tersebut akan bisa kita jual dengan cara bikin buku, ngeblog, menulis naskah sinetron atau sebagai ghost writer (penulis yang menulis untuk orang lain). Dan pada bagian ini saya tercengang ketika mengetahui income Alitt per bulannya. Untuk satu banner iklan di blog-nya, Alitt dihargai sebanyak 2,5 juta dan pada bulan terakhir ini, Alitt berhasil mendapatkan 6 iklan sekaligus. Itu baru dari blog. Alitt benar-benar mendapatkan banyak keuntungan dari hobi menulisnya. Maka dari itu Alitt bilang seharusnya kegiatan ini dinamakan “writerpreneurship”. Saya setuju! Terkait hal ini teman-teman bisa langsung mengunjungi laman Alitt disini.
5.     Untuk mengasah kemampuan menulis, kita bisa mengikuti berbagai kompetisi nulis. Kalau bagian ini sudah sangat sering saya lakukan. Selain mengharapkan hadiah-hadiahnya (seringkali paket buku tertentu), saya juga bisa menilai sendiri sejauh mana perkembangan tulisan saya dari hari ke hari. Eh eh. Kok malah curhat. Kembali ke keyboard.
6.     Jadi penulis itu, pertama; harus PeDe. Percaya dengan kemampuan kita dan hasil yang akan kita terima. Percaya diri tidak berarti sombong tentunya. Alitt juga mengajarkan -ganti- mengajak teman-teman untuk membuat dream note, catatan impian. Catatan inilah yang nantinya akan memapah langkah kita untuk merengkuh impian-impian yang kita punya. Dan terharu sekali ketika Alitt mengeluarkan dream note yang ia tulis sekitar tahun 2006. Dahsyatnya, poin-poin yang ia tuangkan disana sudah berhasil ia capai. Congrats Litt. Kedua; Mulailah menulis. Bisa dari blog, note di facebook, diary, apa saja. Ketiga; Tambahin jam terbang. Untuk yang satu ini hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu, iya kan? Keempat; Sebarkan. Ketika kita mulai menyebarkan tulisan-tulisan kita ke publik, akan muncul berbagai respon. Bahkan tidak sedikit haters pada akhirnya. Namun percayalah, haters itu sesungguhnya adalah fans fanatik kita karena dengan sukarela akan mencari kesalahan-kesalahan kita sedetail mungkin melebihi fans kita sendiri. Tul? Betuuuuullll. Kelima; Jual. Menjual disini dengan masukin ke penerbit, masukin ke majalah, ikutan lomba dan dapetin iklan seperti yang sudah Alitt lakukan.

Apapun itu, ada sebuah nasehat yang Alitt jadikan pedoman hidup sampai saat ini. “APAPUN YANG KITA LAKUKAN, YANG KITA TEKUNI, PASTI AKAN ADA HASILNYA.” Ketika Alitt mengucapkan hal ini, saya mengaminkan di dalam hati dan berharap dream note saya akan mulai bekerja, membawa saya pada mimpi besar di ujung sana. Alitt bilang setidaknya sediakan waktu minimal 45 menit untuk menulis. Menulis apa saja.
Akhirnya saya ngucapin makasi banyak buat panitia Talkshow Nasional Creative Writing “Yang Muda Punya Mimpi” yang sudah berikan saya dan teman-teman yang lain (peserta hari itu berjumlah 516 orang) kesempatan untuk meramu trik dan tips jitu dari seorang penulis hebat seperti Alitt. Alitt yang dengan kekurangan dalam segala hal, ketidakmungkinan yang diprediksikan orang-orang dan kekelaman hidup di masa lalu, mampu menjadi orang besar dan hebat, setidaknya di depan kita semua yang hadir pada hari itu. Jika Alitt mampu, kita juga harus mampu. Begitu rumusnya. Di kesempatan itu, saya juga bahagia sekali akhirnya bisa bertanya langsung pada Alitt tentang kesulitan yang saya hadapi ketika menulis sekaligus menyampaikan keinginan saya sedari dulu, “menyampaikan salam hormat untuk Mama Atun”. Iya. Dari pertama membaca postingannya tentang mama, membaca narasinya tentang Mama Atun di buku Skripshit, saya ingin sekali menyampaikan pesan itu langsung kepada Alitt dan semuanya terwujud kemaren.
Saya juga kaget sekali ketika dengan baik hatinya, Boy mau membaca naskah saya yang sudah berkali-kali ditolak oleh penerbit. Secepatnya akan saya kirimkan Boy!
Walaupun penuh kesulitan diawalnya, hari itu saya tutup dengan riang gembira. Semoga kelak saya akan dipertemukan dengan penulis-penulis hebat yang lain, seperti Alitt dan Boy.
Salam.
Dan ini dia bonus kebahagiaan yang saya peroleh:

ini ni yang bikin ngiri para peserta :)

adek-adek yang kecipratan hadiah buku Skripshit dari panitia

Alitt Susanto. Salah seorang penulis favorit saya yang ternyata ganteng lo aslinya. Buahaha.

Pesertanya antusias banget. Rame. Kocak. Khas anak muda.

Boy. Penulis yang baik hati dan tidak sombong bagikan ilmu.

His message. So sweet. Thanks Litt :)



Kamis, Oktober 31

#LastDay #30DaysSaveEarth

Diposting oleh Orestilla di 08.45.00 1 komentar


30 hari berlalu. Hari ini tanggal 31 Oktober. Harusnya senang karena besok gajian. Tapi ada satu ruang kosong yang menganga di hati. Serasa akan berpisah dengan sesuatu yang sudah menjadi keseharian. Dalam satu bulan ini, #30DaysSaveEarth menjadi pembuka hari. Begitu sampai dikantor dan menyelesaikan beberapa tanggung jawab yang dinilai cukup urgent, hal berikutnya yang akan saya lakukan adalah membaca postingan-postingan pecinta bumi yang saya cintai dengan hati. Sungguh.


Pertama kali mengikuti event ini, hal pertama yang terlintas adalah mendapatkan hadiah menarik dari Jung dan Uni. Haha. Iya. Ini salah satunya yang selalu menjadi motivasi saya setiap kali mengikuti kompetisi menulis. Apalagi jika hadiah-hadiah itu adalah buku. Siapa coba yang bisa menolak buku hanya dengan satu syarat: mengasah kemampuan sendiri. Bagi saya bagai kejatuhan durian runtuh (walaupun secara pribadi saya nggak suka duren).
Tapi jauh dari perkiraan, apa yang saya dapatkan dalam 30 hari terakhir melebihi mimpi. Iya. Saya diingatkan sekali lagi, bahwasanya Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan ini lah akhirnya, saya memperoleh asupan gizi akan ilmu tentang bumi dan lingkungan. Saya butuh untuk tahu akan semua ini. Kenapa? Karena saya ingin tetap hidup diatas bumi yang asri. Kedepannya, saya ingin anak dan cucu saya juga masih bisa melihat hijaunya bumi saat pagi disapa mentari. Hal berharga yang mungkin saja tak saya temui jika saya tidak singgah di laman Jung dan Uni hari itu. Ada banyak, bahkan sangat banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Mulai dari hal sepele yang dengan mudahnya saya lupakan, sampai hal super besar yang belum terlintas di pikiran saya. 


Tak hanya ilmu, saya pun memperoleh sahabat-sahabat baru. Sahabat yang juga menyisipkan cinta dihatinya untuk bumi dan lingkungan. Kebanyakan dari mereka masih muda (dan saya juga belum tua pastinya), sungguh saya sangat bangga. Bahkan ada yang akhirnya menjadikan saya sebagai tempat curhat, ngobrol kesana kemari sampai pada hal-hal pribadi.
Saya berharap kampanye tulus kita dalam satu bulan ini tak akan mati di kemudian hari. Catat hal baik untuk kita realisasikan dalam kehidupan nyata. Ingat ya teman, lanjutkan dalam tindak nyata. Karena sebanyak apapun kita menulis, tak akan ada artinya bagi bumi jika segalanya hanya berakhir di laman-laman yang kita punya. Mari kita mulai dari diri sendiri, sadarkan keluarga dan teman-teman. Satu langkah kecil kita akan memberikan kontribusi besar untuk dunia. Jika temukan hal buruk? Simpan dan lupakan. Tapi sejauh ini, tak ada hal buruk yang saya temui. Bagaimana denganmu?
Untuk Jung dan Uni, saya ucapkan terima kasih. Ide brilian dan kreatifitas kalian berdua memberikan dampak yang sangat besar untuk jiwa-jiwa muda yang masih peduli dan memiliki nurani untuk menjaga bumi. Saya tunggu gebrakan selanjutnya. Percayalah, jika niat kita baik, kebaikan dan keberhasilan akan diikutsertakan Allah dalam langkah kita nanti. Cinta saya pada bumi dan pada sahabat semua tak akan berakhir saat tanggal di kalender kita, hari dan bulan berganti keesokan hari.
Salam sayang. Salam bumi!



Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Senin, Oktober 28

#day28 #30DaysSaveEarth - Menjawab Jung.

Diposting oleh Orestilla di 11.58.00 0 komentar



Di postingan Jung tadi, di kotak terakhir, si komik jung bertanya, “Demikianlah produk “Power Plant” yang telah saya buat. Ada pertanyaan?”
Dan saya jawab di laman ini.
“Iya Jung. Banyak malah.”
Dari gambar yang ada terlihat kabel melilit pohon kecil yang diarahkan pada sebuah stop kontak. Bagaimana itu caranya bekerja Jung? Apa yang bisa dihasilkan oleh kekuatan tanaman itu?
Iihh..Saya terlalu serius pagi ini. Juuuunngg..ternyata dia lagi main-main dengan sesuatu yang kok malah awalnya saya anggap serius. Ya Tuhan..saya pikir Jung betul-betul menemukan solusi untuk bumi kita dengan kekuatan alam.
Dan pada akhirnya saya malah memikirkan sesuatu yang jauh dari kebenaran logika. Jauh? Iya kalo sejauh yang saya pikirkan sekarang. Tapi mana tau ada engineer-engineer pintar yang bisa merealisasikan mimpi ini. Siapa tau kaaaaan?
Tahun 2050. Ketika bumi telah kehilangan sumber energinya semisal minyak bumi, gas alam..satu-satunya harapan yang tertinggal adalah hamparan luas hutan bumi, hutannya Indonesia. Itu pun tidak lagi selengkap dulu ketika Indonesia masih menghijau dari angkasa sana. Dan hanya Indonesia. Karena di belahan dunia yang lain, hutan nan asri telah mati. Indonesia bertahan karena masih banyak yang peduli akan bumi. Cinta pada lingkungan yang sesungguhnya sedang mati perlahan. Sekelebat muncul isu bahwasanya para peneliti dan ilmuwan mulai melirik Indonesia (hutannya) untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan bumi. Untuk apa? Banyak hal tentunya. Mereka sedang mengembangkan sebuah penemuan baru yang membutuhkan banyak pohon dan tanaman. Mereka akan merongrong tumbuhan-tumbuhan tersebut dari pucuk daun sampai akar yang hidup di kedalaman tanah. Untuk beberapa saat penemuan mereka berhasil luar biasa. Entah teknologi apa yang mereka gunakan, kebutuhan akan listrik, air bersih dan segalanya terpenuhi karena kekuatan pohon. Tapi hanya beberapa tahun setelah itu, setelah pohon-pohon Indonesia mulai meranggas, mereka kehilangan sumber kekuatan. Berikutnya manusia dan hewan bergerak perlahan menuju kematian.
Saya bergidik ngeri. Beberapa hari terakhir karena terbius oleh narasi Dan Brown dalam Inferno, saya sering membayangkan kematian perlahan yang akan dialami manusia karena sudah tidak bisa lagi berkolaborasi dengan alam. Sejujurnya saya takut.
Jung..ayo tanggung jawab!

Tulisan ini ditulis dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang diselenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika Info selanjutnya bisa intip link ini.

Yang Muda Punya Mimpi

Diposting oleh Orestilla di 09.40.00 2 komentar


Begitu dapat kabar Alitt bakal ngadain talkshow di Padang, saya yang notabene bukan lagi seorang mahasiswa langsung tanya sana-sini buat mastiin tanggal dan tempat pelaksanaan. Dan tadaaaa..seneng banget pas dikasih tau kalau masih ada kursi VIP yang tentu saja akan diberi akses lebih mendekati Alitt. Syup. Saya langsung pesan!
Sabtu 26 Oktober, H-1 dengan semangat menggebu-gebu saya berangkat dari Kota Solok. 2 jam perjalanan menuju Padang hanya untuk mengantisipasi agar esok paginya saya tidak terlambat menghadiri talkshow tersebut. Agak sedih sih karena kamar kos yang saya tumpangi, malah ditinggalkan pemiliknya. Iya. Indi yang minggu kemaren juga nggak pulang karena harus “menampung” saya yang ikut seminar #tulisnusantara, sepertinya ogah kalau minggu ini harus nggak ketemu lagi dengan ipuchannya (red- ipuchan itu nama kucing di rumah kami). Oke. Kembali ke keyboard. Saya berangkat ba’da Szuhur dan sampai beberapa menit sebelum jam 4 di kamar kos Indi. Sendirian. Tanpa bekal makanan. Dan parahnya, Indi juga nggak punya stok apa-apa. Sebenernya bisa beli makan keluar sih, tapi berhubung saya sering bego-bego di Padang, saya mengurungkan niat tersebut. Berbekal sebungkus kuaci dan sebatang coklat, saya cukup yakin bahwasanya esok pagi saya akan tetap hidup. Mengisi waktu, saya sengaja membawa Inferno-nya Dan Brown yang baru saya sentuh setengah buku. Sepanjang sore kemudian malam hingga dini hari menjelang, saya dibawa masuk dalam kisah yang Brown suguhkan. Herannya ketika weker-biru-imut kepunyaan Indi menunjukkan pukul 3 dini hari, teman-teman kos-nya masih ribut pake teriak-teriak cam nenek lampir. Saya heran dan penasaran, apa tetangga sebelah menyebelah nggak ada yang protes ya? Sampai Subuh saya nggak bisa tidur karena setiap kali hendak meraih mimpi, jedaaarr..seperti ada petir di siang bolong yang memaksa mata kembali melek melotot dengan hati dongkol setengah mati. Ini gimana bisa bangun pagi kalau kondisi mengenaskan seperti ini? saya membatin setiap kali mereka terbahak.
Selesai shalat Subuh, saya ambil Inferno. Berharap dengan membacanya, saya bisa menghabiskan waktu sebelum fajar hadir menyingsing hari. Namun taktik saya gagal total karena hanya setelah beberapa halaman, saya tertidur. Dan bagusnya, saya bangun sekitar jam 7. Saya kucek mata berkali-kali, sekali lagi memandang handphone dan memastikan bahwa apa yang saya lihat benar. Masih jam 7. Itu berarti saya punya waktu 1 jam untuk mandi, nyuci (indi nggak akan ngasih ampun kalau kos-nya ditumpuki baju-baju kotor), dandan dan melesat ke Auditorium Fakultas Ekonomi UNP, tempat talkshow akan dilaksanakan. Kebetulan saya sudah pinjam motornya Indi jadi bisa ngebut ke kampus kalau waktu pet mepet nantinya. Sembari mendengarkan musik, saya mulai rutinitas pagi itu dengan hati berbunga-bunga karena sebentar lagi bisa nengok langsung mukanya si Alitt. Nanananana. Dan waktu juga ikut berputar. 15 menit sebelum jam 8 saya sudah selesai beberes. Tinggal berangkat dan duduk manis di kursi VIP. Senyam senyum saya keluar dari kamar kos Indi dan melangkah cantik ke arah garasi yang anak-anak kos gunakan untuk parkir motor-motor mereka. Keringat dingin mulai keluar ketika saya menyadari bahwa garasi tersebut masih ditutup, dikunci, digembok! Saya sendiri nggak tau siapa yang punya kuasa memegang kunci-kunci tersebut. Biasanya sih yang paling senior. Tapi siapaaaaaaa..?
Saya melangkah ke kamar sebelah, ada Amel di sana. Kebetulan malam sebelumnya, Amel mendatangi saya dan menawarkan bantuan jika ada yang saya perlukan. Saya ketuk pintu kamar Amel. Agak sungkan karena masih sangat pagi untuk hari Minggu yang pastinya digunakan sebagai hari bermalas-malasan oleh mahasiswa (nggak cuma mahasiswa mungkin ya). Satu kali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tak ada respon. Saya baru ingat kalau mereka mungkin saya baru tidur setelah ajang teriak-teriak, tertawa-tawa, terbahak-bahak semalam. Lagian saya juga tahu kalau Indi memarkir motornya di bagian paaaaaaaling depan. Kalaupun berhasil membuka pintu, saya harus menggeser banyak motor untuk bertemu dan membawa kabur motor Indi. Yasudahlah..saya pasrah dan berniat nyari ojek. 5 menit sebelum jam 8. Saya terbiasa on time dan 5 menit saya rasa cukup untuk menjangkau tujuan dengan tepat waktu. Namun sekali lagi perkiraan saya meleset. Setelah berjalan 5 menit (dan waktu saya habis), saya nggak nemu satu pun bapak-uda-abang-adek ojek. Kaki saya lemes. Satu-satunya jalan keluar berarti jalan kaki. Maka saya bulatkan tekad dan mulai melangkah. Saya jalan cepat, berharap tidak akan terlalu telat karena 10 menit sudah meninggalkan jam 8 pagi. Saya ingat-ingat lagi petunjuk yang Indi berikan. Ini dia yang sering membuat saya malas jika harus menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan di kampus-kampus. Saya pasti akan lebih sering kesasar. Begitulah kira-kira. Dalam perjalanan, saya hubungi Indi. “Iyaaaa..” jawab Indi diseberang sana dengan suara imut-lucu-nya yang baru bangun tidur. “Eh Beb..tau nggak? gue jalan tauk ke kampus. Anak-anak kos belum ada yang bangun.” serobot saya langsung ngadu. “Kenapa nggak dibangunin aja?” tanya Indi (masih ogah-ogahan). “Nggak tau juga mau bangunin siapa. Eh, bangunannya yang pinky-pinky itu kan? Gue udah di depan ni. Terus auditoriumnya yang mana?” tanya saya lagi. “Masuk aja ke dalam. Nanya aja sama mahasiswa yang ada di sana.” jawab Indi. “Oke deh sip. Bye.” putus.
Saya bertambah syok pagi itu karena dihadapkan pada realita baru. Auditoriumnya ada di lantai 4, tanpa lift dan itu berarti saya akan mendaki sekali lagi demi napas ngos-ngosan dan baju yang yaaaa mulai dibanjiri keringat. Hiks. Hiks. Namun sambutan adek-adek panitia membuat hati saya sedikit sumringah. “Bisa lihat tanda pesertanya Kak?” tanya adek cantik yang duduk di meja registrasi. Saya langsung mengeluarkan slip transaksi sebuah atm dari bank tercinta, pertanda bahwa saya sudah setor via bank karena tidak bisa hadir langsung di markas Unit Kegiatan Komunikasi dan Penyiaran Kampus (UKKPK). Karena saya pesan tiket VIP, saya mendapat perlakuan sedikit khusus dan itu menyenangkan. Saya diantar ke bagian depan (dan saya bersyukur sekali karena tidak perlu mencari tempat strategis) dan jamuan untuk saya langsung diantarkan oleh panitia. Yang lebih penting lagi, auditorium ini sangat suejuuuuukkk..kalau saja tidak ada penyejuk ruangan, saya yakin akan keluar dari tempat ini dengan muka kucel cam bebek mau digoreng (emang bebek mau digoreng itu mukanya kucel gitu? NGGAK TAU!). Begitu pantat nempel di kursi, saya bisa bernapas lega kembali. Pertama; Saya tidak terlambat karena acara memang belum dimulai (untung panitia nggak on time). Kedua; Tentu saja Alitt belum muncul. Ketiga; Saya berada persis di depan kursi yang akan diduduki Alitt. Oh bahagianyaaaaaa..(seketika pengen joget tapi nggak enak dengan adek-adek mahasiswa unyu-lucu yang sudah berjubelan di belakang saya).


Sebelum acara dimulai, ada penampilan dari band kampus yang saya nilai cukup baik dan menyuguhkan sesuatu yang sedikit banyak membuat saya terlena (atau ngantuk?). Suara terompetnya itu lo..keren deh. Saya nggak tau ini saxophone atau alto. Hehe. Tapi padanan musik yang mereka hasilkan, gitar-terompet-gendang ditambah suara vokalistnya yang cakep (suaranya ya) itu, memang patut diancungi jempol. Jam 09.05 host talkshow hari itu memasuki ruangan dari arah belakang dan langsung disambut tepuk tangan meriah oleh peserta. Namanya Boy. Penulis buku Origami Hati. Dan saya kecewa karena minggu lalu udah niatan banget nyari buku itu di Gramedia. Sayang, saya gagal. Padahal ada dua kesempatan bertemu penulis muda nan hebat, foto bareng mereka dan minta tanda tangan. Kan nggak asik juga kalau si Boy malah ngasih tanda tangan di baju gitu. Namun mengingat Boy akan sering sekali berada di Padang, saya berpikir masih ada kali yang lain untuk bertemu dan memborbardirnya dengan hal-hal tersebut. Boy anak yang luwes, pinter ngomong dan mencairkan suasana. Tampilan sederhananya cukup mengesankan pada pandangan pertama. Walau badannya kecil, keahliannya dalam menulis jangan dipertanyakan. Buktinya dalam usia muda, Boy sudah berhasil menyabet titel Penulis. Sebuah titel yang menjadi mimpi besar saya yang usianya sudah dalam detik-detik meninggalkan seperempat abad ini. Hiks.

ini dia yang punya musik keren dan suara kece

Boy in action. Penulis Origami Hati. Muda dan berbakat.

Beberapa menit setelah kedatangan Boy, muncul juga lelaki yang saya tunggu-tunggu. Jreng jreng jreng. Alitt juga muncul dari pintu masuk (dari belakang dan sudah saya prediksi) dengan jaket hitam dan topi merah andalannya. Alitt langsung gaya-gayaan seperti seleb yang lagi jalan di red carpet kemudian sembari berlari mulai menyalami satu persatu peserta. Suasana langsung riuh. Wah..acaranya bakalan seru ni. Ucap saya membatin. Tak sengaja saya melihat aksi adek cewek yang duduk di seberang barisan kursi saya. Dia terlihat senang sekali karena sukses menyalami Alitt dan segera “membagikan” cap tangan Alitt tersebut ke teman-temannya yang lain. Buahahahaha. Saya sendiri sih kalem aja lah ya. Karena sesuai janji panitia, saya akan dapat akses pribadi untuk “mendekati” Alitt dan saya senaaaaaanng. Oya, di sebelah saya ada adek yang juga datang jauh-jauh dari Kota Payakumbuh. Sama seperti saya, dia juga sendiri. Kalau saya merasa risih dengan usia “tua” dibandingkan mereka-mereka yang hadir hari itu, si adek (map saya lupa namanya) malah merasa nggak enakan terus karena menjadi yang paling muda di sana. Iya. Dia baru lulus SMA dan sepertinya belum memutuskan untuk kuliah. Alhasil dia kayak yang bingung-bingung gitu kemaren. Kasiaaan. Makanya setiap ada kesempatan ngobrol atau apa, saya selalu ngajakin dia (sekalian nyari temen senasib seperjuangan).
Alitt naik ke panggung dan memulai atraksinya yang bikin peserta nggak berhenti ngakak. Saya sendiri diantara tawa yang seakan tak akan berhenti, mulai berpikir, ini mau talkshow nulis atau nonton Alitt yang tetiba jadi komedian gini ya? Apalagi pas Alitt dance ala JKT 48 gitu. Katanya sih “preman syariah” ini juga mau bikin band bertajuk MTQ 48. Buahaha. Gayamu Litt. Kayaknya kalau ada film komedi, Alitt bisa tu dijadikan pemeran utama. Alitt juga merangkul peserta dengan menyinggung masalah nasi padang sebagai hal terfavorit yang ia cari di kota ini sampai “tenda ceper”. Untuk yang satu ini, saya sedikit kurang suka. Sedih kan kalau orang lain ikut-ikutan tahu dengan sesuatu hal yang seharusnya sudah kita basmi sedari dulu. Bahan lucuan yang satu ini malah menusuk buat saya. Seharusnya juga begitu dengan yang lain. Sedikit tentang tenda ceper. Aktivitas busuk seperti ini akan bisa dihentikan jika kawula muda bertindak tegas, setidaknya pada diri sendiri. Bisa dibayangkan jika fasilitas tersebut tidak ada lagi yang melirik, jika tidak ada anak-anak muda di Padang yang mau lagi mendatanginya, maka dalam hitungan bulan, pengusaha-pengusaha tenda ceper akan segera gulung tikar dan angkat kaki. Sederhana teorinya, namun tampak sangat sulit untuk direalisasikan. 
Oke. Kembali ke keyboard. Dari pertama yang saya lihat, Alitt juga paham sekali memaksimalkan penggunaan panggung. Jadi seluruh peserta merasa diperlakukan secara adil. Karena ada kan beberapa pengisi talkshow atau seminar yang hanya duduk mingkem di kursi yang disediakan. Dan itu berarti hanya peserta yang duduk didepannya saja yang bisa menikmati “aura” si pengisi acara. Bagaimana dengan peserta di sisi yang lain? Bagaimana lagi dengan yang ada di belakang? Mereka pasti akan merasa disisihkan, kecewa dan bisa saja pulang sebelum acara usai. Iya kan? Bisa jadi..bisa jadi.. Makasi banyak juga buat panitia yang udah ngasih pengumuman berharga sebelum Alitt muncul. Apa itu? Umur Alitt! Iya. Selama ini saya sungguh penasaran dengan umurnya dia. Mulai dari pengakuannya yang mulai ospek pas demo-demo lagi gencarnya (ini sekitaran 1998) atau pas dia bilang harga bensin masih Rp 2.000,- (ini mungkin sekitaran tahun 2004 an) atau pas skripsi masih ditulis pake prasasti (ini agak bingung saya). Makanya pas panitia ngomongin itu, saya langsung tersenyum sumringah. Akhirnya. Ketauan lu Litt. Dan saya sengaja akan sebarkan di laman ini. Karena si Alitt ternyata kelahiran 1987 dan sekarang pastinya berumur 26 tahun. Horeeeeeee. Akhirnya ada yang lebih tua dari saya dalam talkshow ini (pengecualian untuk Bapak dosen yaaaa).
Setelah asik-asikan ketawa ketiwi ngomong ngolor ngidul kesana kemari, Alitt memulai bagian penting dan serius seputar dunia penulisan. Dari penjelasan panjang Alitt ada beberapa pesan yang saya rangkum (dan selalu saya lakukan di setiap event untuk saya bagikan pada teman-teman yang belum berkesempatan untuk datang). Ini dia:
1.     Menulis merupakan pengembangan ide yang ada di dalam kepala kita untuk dipindahkan ke media baru.
2.     Menulis akan membuat kita dikenang sepanjang masa. Ingat kan apa yang Pramoedya Ananta Toer bilang? Kurang lebih beliau berkata seperti ini, “Jika suatu hari nanti kita meninggal dunia, kita akan segera dilupakan. Namun jika kita menulis, tulisan-tulisan itu akan berbicara dan kita akan hidup selamanya.” Orang yang sejarahnya akan abadi adalah orang yang mau menulis. Contohnya Ibu Kartini dan Bapak Jendral Soedirman. Maka sebelum ide-ode brilian dari otak kita berlalu pergi, tuliskan secepatnya! Menulis itu laksana merangkai mesin waktu. Saat ini kita bisa saja merangkai kata tentang masa lalu dan membacanya kembali di masa yang akan datang.
3.     Bagaimana caranya menulis? Alitt bilang, “Jika kita sudah mengenal A sampai Z, maka kita akan bisa menulis.” Intinya disini adalah niat dan kemauan untuk memulai. Setelah ada niat, segera laksanakan.
4.     Jika sudah punya tulisan yang bagus, tulisan-tulisan tersebut akan bisa kita jual dengan cara bikin buku, ngeblog, menulis naskah sinetron atau sebagai ghost writer (penulis yang menulis untuk orang lain). Dan pada bagian ini saya tercengang ketika mengetahui income Alitt per bulannya. Untuk satu banner iklan di blog-nya, Alitt dihargai sebanyak 2,5 juta dan pada bulan terakhir ini, Alitt berhasil mendapatkan 6 iklan sekaligus. Itu baru dari blog. Alitt benar-benar mendapatkan banyak keuntungan dari hobi menulisnya. Maka dari itu Alitt bilang seharusnya kegiatan ini dinamakan “writerpreneurship”. Saya setuju! Terkait hal ini teman-teman bisa langsung mengunjungi laman Alitt disini.
5.     Untuk mengasah kemampuan menulis, kita bisa mengikuti berbagai kompetisi nulis. Kalau bagian ini sudah sangat sering saya lakukan. Selain mengharapkan hadiah-hadiahnya (seringkali paket buku tertentu), saya juga bisa menilai sendiri sejauh mana perkembangan tulisan saya dari hari ke hari. Eh eh. Kok malah curhat. Kembali ke keyboard.
6.     Jadi penulis itu, pertama; harus PeDe. Percaya dengan kemampuan kita dan hasil yang akan kita terima. Percaya diri tidak berarti sombong tentunya. Alitt juga mengajarkan -ganti- mengajak teman-teman untuk membuat dream note, catatan impian. Catatan inilah yang nantinya akan memapah langkah kita untuk merengkuh impian-impian yang kita punya. Dan terharu sekali ketika Alitt mengeluarkan dream note yang ia tulis sekitar tahun 2006. Dahsyatnya, poin-poin yang ia tuangkan disana sudah berhasil ia capai. Congrats Litt. Kedua; Mulailah menulis. Bisa dari blog, note di facebook, diary, apa saja. Ketiga; Tambahin jam terbang. Untuk yang satu ini hanya diri kita sendiri dan Allah yang tahu, iya kan? Keempat; Sebarkan. Ketika kita mulai menyebarkan tulisan-tulisan kita ke publik, akan muncul berbagai respon. Bahkan tidak sedikit haters pada akhirnya. Namun percayalah, haters itu sesungguhnya adalah fans fanatik kita karena dengan sukarela akan mencari kesalahan-kesalahan kita sedetail mungkin melebihi fans kita sendiri. Tul? Betuuuuullll. Kelima; Jual. Menjual disini dengan masukin ke penerbit, masukin ke majalah, ikutan lomba dan dapetin iklan seperti yang sudah Alitt lakukan.

Apapun itu, ada sebuah nasehat yang Alitt jadikan pedoman hidup sampai saat ini. “APAPUN YANG KITA LAKUKAN, YANG KITA TEKUNI, PASTI AKAN ADA HASILNYA.” Ketika Alitt mengucapkan hal ini, saya mengaminkan di dalam hati dan berharap dream note saya akan mulai bekerja, membawa saya pada mimpi besar di ujung sana. Alitt bilang setidaknya sediakan waktu minimal 45 menit untuk menulis. Menulis apa saja.
Akhirnya saya ngucapin makasi banyak buat panitia Talkshow Nasional Creative Writing “Yang Muda Punya Mimpi” yang sudah berikan saya dan teman-teman yang lain (peserta hari itu berjumlah 516 orang) kesempatan untuk meramu trik dan tips jitu dari seorang penulis hebat seperti Alitt. Alitt yang dengan kekurangan dalam segala hal, ketidakmungkinan yang diprediksikan orang-orang dan kekelaman hidup di masa lalu, mampu menjadi orang besar dan hebat, setidaknya di depan kita semua yang hadir pada hari itu. Jika Alitt mampu, kita juga harus mampu. Begitu rumusnya. Di kesempatan itu, saya juga bahagia sekali akhirnya bisa bertanya langsung pada Alitt tentang kesulitan yang saya hadapi ketika menulis sekaligus menyampaikan keinginan saya sedari dulu, “menyampaikan salam hormat untuk Mama Atun”. Iya. Dari pertama membaca postingannya tentang mama, membaca narasinya tentang Mama Atun di buku Skripshit, saya ingin sekali menyampaikan pesan itu langsung kepada Alitt dan semuanya terwujud kemaren.
Saya juga kaget sekali ketika dengan baik hatinya, Boy mau membaca naskah saya yang sudah berkali-kali ditolak oleh penerbit. Secepatnya akan saya kirimkan Boy!
Walaupun penuh kesulitan diawalnya, hari itu saya tutup dengan riang gembira. Semoga kelak saya akan dipertemukan dengan penulis-penulis hebat yang lain, seperti Alitt dan Boy.
Salam.
Dan ini dia bonus kebahagiaan yang saya peroleh:

ini ni yang bikin ngiri para peserta :)

adek-adek yang kecipratan hadiah buku Skripshit dari panitia

Alitt Susanto. Salah seorang penulis favorit saya yang ternyata ganteng lo aslinya. Buahaha.

Pesertanya antusias banget. Rame. Kocak. Khas anak muda.

Boy. Penulis yang baik hati dan tidak sombong bagikan ilmu.

His message. So sweet. Thanks Litt :)



 

ORESTILLA Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea